Berita

Adhie M Massardi

Mencari Kebaikan SBY

Oleh Adhie M. Massardi
RABU, 02 MARET 2011 | 09:05 WIB

SETIAP orang punya sisi buruk dan sisi baik. Kita percaya itu. Para pendukung Susilo Bambang Yudhoyono juga (diam-diam) meyakini akan hal ini. Makanya, ketika sebagian besar anggota masyarakat, yang tercerminkan di media massa, (hanya) membicarakan sisi buruknya semata, mereka pun bingung.

Para pendukung SBY, khususnya yang berada di Partai Demokrat, tampaknya semakin bingung ketika para pemuka agama yang sudah sepuh dan sabar dan sudah tidak memiliki syahwat politik, seperti Buya Syafi’i Ma’arif (Muhammadiyah) dan KH Solahudin Wahid (Nahdlatul Ulama), juga mengatakan hal yang sama.

Dalam sebuah forum yang amat bergengsi di kantor pusat PP Muhammadiyah, di Jakarta, dilengkapi oleh para pemuka umat beragama lainnya (Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Budha), para beliau ini mengungkapkan temuan adanya belasan kebohongan rezim SBY (Senin, 10/1).

Apakah ini fair? Apakah mereka (media massa) dan juga tokoh-tokoh keagamaan itu, tidak mau melihat sisi baik Ketua Dewan Pembina DPP Partai Demokrat itu yang layak diberitakan, atau tidak melihat sama sekali?

Mosok sih?

Kita memang harus berimbang, fairness. Media massa, yang bisa membentuk opini publik, lebih-lebih lagi, harus cover both sides, mengangkat berita dari kedua sisi, berimbang. Sebab keseimbangan itu penting untuk menjaga harmoni. Tapi ini memang terori. Pada kenyataannya, sangat sulit dipraktekan. Apalagi dalam hal menjaga keseimbangan berita mengenai SBY dan pemerintahannya.

Wartawan rata-rata mengeluh kesulitan mencari sumber berita yang bisa menyatakan hal positif dari SBY dan pemerintahannya, kecuali dari para anggota kabinet dan Partai Demokrat. Atau dari orang yang terindikasi korupsi tapi tak kunjung disentuh KPK, apalagi lembaga hukum lain.

Itulah sebabnya berita di media massa kita isinya tampak seolah mengritisi pemerintah belaka. Akibatnya, kita yang rakyat biasa jadi tidak punya referensi tentang sisi baik presiden kita yang pandai bikin lagu itu.

Para pengguna teknologi informasi (komputer) yang berjaringan (internet) dan pro-SBY, semula meyakini, di dunia maya, yang tidak terkontaminasi kepentingan pilitik, pasti lebih mudah mencari “kebaikan SBY” untuk disosialisasikan ke masyarakat. Saya juga meyakini akan kejujuran dan ketidak-berpihakan para pengelola jaringan semacam Google yang integritasnya sudah teruji.

Akan tetapi harapan itu ternyata kandas. Sebab, sebagaimana ratusan pendukung SBY, ribuan mahasiswa dan aktivis pergerakan, serta jutaan rakyat Indonesia yang ingin mencari “sisi baik SBY” lewat mesin pencari otomotas yang disediakan jaringan Google dari Amerika Serikat, hasilnya ternyata sungguh mengejutkan.

Ketika mengetik kata kunci “kebaikan SBY”, mesin pencari Google seperti tidak yakin akan pikiran kita yang jernih, yang sungguh-sungguh ingin melihat “kebaikan SBY” untuk kita sebarkan kepada saudara-saudara kita yang hanya tahu “sisi buruk SBY” semata.

Sebab mesin pintar Google, yang bekerja secara otomatis sesuai program itu, ternyata bisa membantah keinginan kita dengan mengatakan, Mungkin maksud Anda adalah: keburukan sby.

Jadi memang susah mencari referensi kebaikan presiden kita yang satu ini.

Kalau sudah begini, siapa yang salah? Kata orang Demokrat, itu bagian dari rekayasa untuk menjelek-jelekan SBY. Busyet!

Sekretaris Kabinet SBY yang bernama Dipo Alam mungkin juga pening seperti kita dalam mencari sisi baik bosnya itu di media massa dan internet. Makanya, gagasan yang muncul kemudian “boikot media massa” yang mengejutkan, bukan hanya kita, tapi mengejutkan dia sendiri.

Beruntung pihak Google memberi dispensasi kepada SBY dengan mengubah metode pencarian, sehingga “pembetulan” tentang “Mungkin maksud Anda adalah: keburukan sby” sirna dari dunia maya.

Tapi persoalan belum selesai. Sebab belum ada jawaban yang pasti buat kita semua: kemana lagi kita mencari informasi “kebaikan SBY”? [**]


Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

Komjen Dedi Ultimatum, Jangan Lagi Ada Anggapan Masuk Polisi Bayar!

Rabu, 05 Februari 2025 | 18:12

UPDATE

Prabowo-Erdogan Saksikan Penandatanganan 12 MoU Kerja Sama

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:35

Prabowo Tanggung Beban Utang Jokowi, Pemerintahan Jadi Korban Efisiensi Anggaran

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:34

KPK Jangan Jadi Alat Kepentingan dalam Kasus Hasto

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:32

Volume Transaksi AgenBRILink Tembus Rp1.583 Triliun per Akhir 2024

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:09

Bertemu Erdogan, Prabowo Tekankan Penguatan Kemitraan Ekonomi

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:58

Mandiri Investment Forum 2025, Strategi Investasi dan Inovasi untuk Pertumbuhan Ekonomi

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:53

Ketua Komisi VII Pastikan Tak Ada Kontributor dan Karyawan TVRI-RRI yang Dirumahkan

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:51

Anggaran KPU Dipangkas Hampir Rp 1 Triliun

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:40

Efisiensi Anggaran Prabowo Dinilai Tepat, Pengamat: Penyusunan Selama Ini Ugal-ugalan

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:35

Singgung Efisiensi, Hasto Minta Kepala Daerah PDIP Tak Berpikir Anggaran Dulu

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:31

Selengkapnya