Setya Novanto
Setya Novanto
RMOL.Presiden SBY dan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) masih berhubungan baik setelah voting hak angket mafia pajak di DPR.
“Kemesraan Pak SBY dan Pak Ical nggak bakal berlalu gara-gara perbedaan pandangan Partai Demokrat dan Partai Golkar terÂkait hak angket. Hubungan keÂduanya baik-baik saja,†ujar Ketua Fraksi Partai Golkar DPR, Setya Novanto, kepada Rakyat Merdeka, di Gedung DPR, JaÂkarta, kemarin.
Menurut Bendahara DPP Partai Golkar itu, kemesraan itu memÂberikan sinyal, Partai Golkar tiÂdak akan dikeluarkan dari koalisi parpol pendukung pemerintah.
“Pak SBY bisa memahami posisi Partai Golkar yang berbeda pandangan dengan Partai DemoÂkrat soal hak angket. Pimpinan Partai Golkar kan sudah bertemu beliau (SBY) sebelum sidang paripurna DPR,’’ ujarnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Kenapa Anda yakin SBY-Ical masih mesra, juga Partai Golkar tidak akan dikeluarkan dari parpol koalisi pendukung pemerintah?
Begini ya, komitmen Presiden SBY dengan pimpinan Partai Golkar di awal koalisi adalah kaÂlau mau mengganti menteri dari Partai Golkar maka dibicaraÂkan dulu dengan pimpinan Partai Golkar. Nah, kalau hubungan Pak SBY dan Pak Ical mesra-mesra saja, ini berarti tidak ada sinyal pergantian itu.
Apa SBY sudah memberiÂtaÂhu, menteri dari ParÂtai Golkar tidak akan diganti?
Tidak ada pemberitahuan seÂperti itu. Jadi, saya kira cukup jeÂlas ya bahwa Partai Golkar tidak akan dikeluarkan dari koalisi pendukung pemerintah.
Tapi petinggi Partai DemoÂkrat begitu getol meminta agar Partai Golkar keluar dari koaÂlisi pendukung pemerintah?
Saya sangat memahami apa yang disuarakan teman-teman Partai Demokrat. Tapi perlu kita ingat bersama, komitmen Partai Golkar adalah dengan Pak SBY selaku Presiden Republik IndoÂnesia. Sedangkan Partai DemoÂkrat adalah mitra koalisi penÂdukung pemerintah. Jadi, kami setara, sehingga kurang elok kalau meminta kami keluar dari koalisi. Seharusnya parpol koalisi pendukung pemerintah saling menghormati untuk meÂwuÂjudkan komitmen menjaga NKRI, menegakkan pilar-pilar bangsa berdasarkan Pancasila, dan menjaga sistem presidensial.
Partai Golkar dianggap seÂring berseberangan dengan ParÂtai Demokrat, ini berarti diÂnilai bukan teman koalisi?
Saya kira itu pendapat keliru. Sebab, komitmen awal Partai Golkar dengan Presiden SBY adalah memberikan kebebasan kepada Fraksi-fraksi di DPR yang merupakan kepanjangan tangan Parpol, untuk mengkritik pemeÂrinÂtah kalau ada kebijakan yang tidak membela rakyat. Sebab, DPR memÂpunyai fungsi pengaÂwaÂsan, maka diperbolehÂkan mengÂÂkritisi apa yang menÂjadi kelemahan-keÂlemahan peÂmeÂrintah.
Barangkali masalah pajak buÂkan dianggap kelemahan peÂmerintah, sehingga tidak perlu hak angket?
Soal sikap kami tentang hak angket pajak itu kan sudah kami jelaskan, Partai Golkar tiÂdak mungkin menarik diri dari keÂinginan membentuk hak angket.
Sebab, akan memperkuat duÂgaan masyarakat akan keterlibaÂtan keluarga atau usaha Bakrie. Ini tentu berdampak sangat negaÂtif bagi Partai Golkar. Alasan kami ini sangat dipahami Pak SBY dan sejumlah petinggi Partai Demokrat.
Apa itu saja alasannya?
Selain itu, kami ingin memperÂbaiki sistem perpajakan, sehingga bisa menaikkan penerimaan paÂjak. Apabila kita bisa menaikkan 1 persen tax ratio saja, maka daÂpat meningkatkan penerimaan negara sebesar Rp 70 triliun. Ini dapat memenuhi kebutuhan poÂkok masyarakat miskin. Seperti, pembelian beras atau yang berÂkaitan dengan pembangunan ruÂmah-rumah sederhana atau memÂbangun 120 ribu Puskesmas.
Jadi, sudahlah kita lupakan soal hak angket pajak ini, mari kita bersama mendukung pemerintah SBY-Boediono sampai 2014.
Tapi Partai Demokrta keÂcewa dengan sikap Partai Golkar?
Kami juga pernah kecewa, saat memperjuangkan dana aspirasi yang awalnya didukung teman-teman parpol koalisi, tapi akhirÂnya kami ditinggalkan Partai Demokrat dan PKS. Kami pun bisa memaÂhami sikap mereka. Ya, begitulah romantika politik di DPR.
Kejadian seperti ini sudah beÂberapa kali terjadi. Ada perbeÂdaan pandangan sesama parpol koalisi dalam membahas hal yang strategis, tapi bukan berarti koaÂlisi pecah atau terjadi sikut-sikuÂtan. Tidak begitu maknanya. Namun perbedaan itu menjadi pemÂbelajaran politik.
Jadi, saya berharap agar Partai Demokrat bisa memahaminya. Marilah kita melihat kepentingan lebih besar, yakni mengamankan pemerintah ini sampai 2014.
O ya, Ketua Fraksi Partai DeÂmoÂkrat DPR Jafar Hafsah mengusulkan perlunya UU tenÂtang Koalisi, bagaimana menuÂrut Anda?
Saya kira tidak perlu. KaÂrena dalam hal koalisi itu yang perlu diperbaiki adalah format huÂbuÂngan komunikasi sesama parpol koalisi pendukung pemeÂrintah. Jadi, kalau terjadi perbeÂdaan pendapat satu sama lain, tentunya bisa dibicarakan secara bersama di dalam rapat koalisi.
Pengawasan DPR terhadap kasus Century kurang maksiÂmal, bagaimana menurut Anda?
Ya, kondisinya memang seperti itu. Padahal, kasus Bank Century dapat kita kemukakan bahwa seÂcara objektif, data dan fakta itu menunjukkan adanya indikasi tindak pidana korupsi cukup kuat.
Hal ini berdasarkan hasil audit investigasi yang dilakukan BPK dan rekomendasi dari DPR sebagai hasil Pansus Hak Angket kasus Bank Century. Tapi sampai sekarang masih belum ditindak lanjuti.
Sedangkan hasil Pansus DPR merupakan taruhan kewibawaan DPR sebagai lembaga negara. Di mana salah satu fungsinya memÂperjuangkan aspirasi rakyat. Dan apabila Bank Century tidak tuntas akan menjadi preseden buruk bagi Indonesia, sebagai negara huÂÂkum yang juga menggradasi masyarakat pada pemerintah.
Untuk itu kita melihat ada indiÂkasi-indikasi kuat, kasus Bank Century menjadi kaÂbur dengan berbagai isu atau peÂrisÂtiwa lain yang datangnya beÂlaÂkangan. Jadi, kita akan upayaÂkan terus-meneÂrus ke berbagai pihak. Yaitu deÂngan meningkatÂkan efektifitas tim kinerja pengaÂwas DPR terkait Bank Century.
Bagaimana caranya agar peÂngaÂwasan DPR itu bisa efektif?
Saya mengusulkan Pimpinan Tim Pengawas DPR itu dipegang satu orang secara permanen. KaÂlau selama ini kan bergantian. Ini tidak efektif. Sebab, antara satu dan lainnya tidak saling menduÂkung untuk memperkuat. BahÂkan, justru saling melemahkan dan tidak berkesinambungan.
Siapa yang pas memegang posisi itu?
Terserah saja. Bisa Pak Tjahjo Kumolo, Pramono Anung, Anis Matta, atau Priyo Budi Santoso. Silakan pimpinan DPR yang meÂmutuskannya. [RM]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Rabu, 31 Desember 2025 | 12:10
Rabu, 31 Desember 2025 | 12:08
Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:48
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:40
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:38
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:26
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:21
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:16
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:02