presiden sby/ist
presiden sby/ist
RMOL. Setelah sekian lama, baru di tahun 2009, tepatnya menjelang pemilihan presiden, urusan ideologi ekonomi kembali diperdebatkan. Benturan yang sangat keras antara dua wacana besar, yakni ekonomi neoliberal dan ekonomi kerakyatan, terjadi mengiringi pertarungan lima pasangan capres-cawapres memperebutkan kekuasaan.
“Tiba-tiba saja semua pihak menyatakan diri bukan pengikut neolib. Tidak ada seorang pun (yang mengaku neolib). Bahkan ekonom mainstream juga mengatakan mereka tidak kenal apa itu neoliberalisme.â€
Begitu Revisrond Baswir mengawali ceritanya di Bandara Internasional Schiphol, Belanda, dua jam sebelum pesawat KLM membawanya ke Jakarta, akhir Januari lalu (26/1). Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengunjungi Den Haag untuk menghadiri seminar mengenai Land Grabbing atau penguasaan lahan oleh modal yang diselenggarakan Institute Social Studies (ISS).
Hal menarik yang dicatat Sonny, demikian Revrisond biasa disapa, adalah, bahkan pasangan SBY dan Boediono pun tak mau dimasukkan ke dalam kelompok neolib. Di sisi lain, mereka juga tidak mau disebut sebagai pengikut mahzab ekonomi kerakyatan yang merupakan lawan dari mahzab ekonomi neolib yang menjadi ciri menonjol pemerintahan SBY periode sebelumnya.
Setelah terpilih, SBY dan Boediono memperkenalkan apa yang mereka sebut sebagai ekonomi jalan tengah. Saat Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II dilantik pada Oktober 2009, hingga memasuki tahun 2010, sama sekali tidak ada penjelasan mengenai apa itu ekonomi jalan tengah yang dimaksud SBY dan Boediono.
“Padahal kita tahu, bahwa APBN 2010 dimulai pada Januari 2010. Seharusnya bisa segera jalan bareng, apalagi pemerintah sudah dibentuk beberapa bulan sebelumnya. Tapi bukan itu yang terjadi. Lama sekali itu (ekonomi jalan tengah) vakum tanpa penjelasan,†ujar Sony lagi.
Masyarakat baru mendapat apa yang bisa disebut sebagai penjelasan pada bulan Agustus 2010, setelah Presiden SBY mengumpulkan menteri-menteri di Istana Tampak Siring, Bali. Rapat itu kemudian menghasilkan sepuluh agenda, yang antara lain berisi pertumbuhan ekonomi, dan kemudian penanggulangan kemiskinan, penanggulangan pengangguran, persoalan kerusakan lingkungan hidup dan seterusnya. Inilah kira-kira yang dimaksud Presiden SBY dan Wapres Boediono sebagai program kerja ekonomi jalan tengah itu. Beberapa kalangan menyebutnya dengan istilah yang agak dramatik, yakni sepuluh perintah presiden.
Persoalannya adalah, setelah sekian bulan bekerja, gagasan tentang ekonomi jalan tengah itu baru dirumuskan di bulan Agustus 2010. Ini mengakibatkan jajaran birokrasi kalang kabut dan mencoba menyesuaikan lagi program-program mereka dengan sepuluh perintah presiden itu. Akibat susulan berikutnya adalah, hingga Oktober 2010 anggaran belanja yang terserap hanya sebesar 40 persen. Di beberapa kementerian, angka itu bahkan baru dicapai pada akhir Desember 2010.
Bagi Sony, ini adalah bukti kuat yang memperlihatkan bahwa pemerintah memang tidak bisa bekerja. Jadi, sambungnya, wajar saja bila ketika memasuki tahun 2011 banyak kalangan yang pesimis dengan kemampuan pemerintah memenuhi janji-janji di masa kampanye.
“Bagaimana bisa memenuhi janji, bila anggaran saja tidak terserap. Belum lagi jalannya juga tidak jelas. Ternyata dilihat dari sepuluh perintah presiden itu, kalau pertumbuhan tetap nomor satu, dan penanggulan pengangguran serta kemiskinan menyusul setelah itu, ya tidak ada yang baru,†demikian Sony. [guh]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
UPDATE
Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52
Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43
Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32
Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13
Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26
Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52
Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24
Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41