Berita

Menanti Realitas Permainan Politik DPR

KAMIS, 13 JANUARI 2011 | 16:40 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

RMOL. Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan penghapusan pasal 184 ayat  4 UU 27/2009 tentang MPR, DPD, DPR, DPRD yang mengatur soal syarat kuorum 3/4 untuk mengajukan usul hak menyatakan pendapat, dan harus disetujui 3/4 anggota dewan yang hadir.

MK menilai  Pasal 184 ayat 4 UU 27/2009 bertentangan dengan Pasal 7B ayat (3) UUD 1945 dan menyatakan, pengajuan  permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang­-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna, yang dihadiri  oleh sekurang­-kurangnya 2/3 dari jumlah  anggota Dewan Perwakilan Rakyat

Menurut pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, sangat terbuka sekali peluang untuk mengarahkan hak menyatakan pendapat menuju pemakzulan.


"Legal dan sudah terbuka, tapi constitution reality dan constitution game tergantung di DPR," katanya kepada Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Kamis, 13/1).

Jika 2/3 anggota DPR menyatakan setuju penggunaan hak itu, lalu terbentuk panitia hak menyatakan pendapat. Pantia mencari data-data terkait kasus tertentu. Dalam kasus Bank Century, tentu saja data mudah dikumpulkan, karena sudah pernah dilakukan Panitia Khusus DPR.

"Datanya sudah ada di Pansus, tinggal ditransformasi dari data angket jadi data menyatakan pendapat," ujarnya.

Kemudian data tersebut dibawa ke sidang DPR untuk diserahkan kepada Mahkamah Konstitusi. "MK akan mengecek apakah terbukti atau tidak, bukan dalam rangka hukum pidana, tapi secara tata negara. Bagaimana cara memperoleh data, valid atau tidak, cara memperolehnya sah atau tidak. Kalau MK menyatakan beralasan, sudah dianggap terbukti terjadi pelanggaran," terangnya.

Hasil dari MK itu kemudian akan dikembalikan ke DPR dan dilanjutkan ke sidang MPR. Untuk pemakzulan itu, harus disetujui 3/4 anggota MPR.

Secara normatif putusan MK itu merupakan pemurnian terhadap konstitusi dan implikasinya adalah mengukuhkan tatanan negara hukum demokratis, menyehatkan mekanisme check anda balances.

"Tapi konsekuensinya, tak tergantung pada hukum tapi tergantung realitas politik. Apakah mereka benar-benar menyelami kemauan rakyat atau menjadikan rakyat sebagai bumper pertarungan di atas. Tiap tahapan itu bisa mengancam," tukas Margarito.[ald]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya