Berita

presiden sby/it

Adhie M Massardi

Jebolnya Benteng Terakhir Kesabaran Publik

Oleh Adhie M. Massardi
RABU, 12 JANUARI 2011 | 08:28 WIB

AGAMA adalah jalan bagi kita untuk memahami Sang Pencipta. Sedangkan tugas pemuka agama membimbing umatnya untuk memahami hakekat penciptaan. Islam, dalam kitab sucinya secara gamblang menjelaskan: “Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (QS 51:56).”

Karena manusia di muka bumi juga harus bergelut dengan berbagai tantangan dan kebutuhan hidup yang nyata, membuat tugas para pemuka agama menjadi tidak mudah. Jangankan menyuruh umat menyembah-Nya, hanya sekedar meminta senantiasa mengingatNya saja, memerlukan kesabaran yang lebih.

Tapi dibandingan dengan di negara lain, tugas dan tanggungjawab para pemuka agama di Indonesia, di era rezim Yudhoyono ini, menjadi jauh lebih berat.

Memang, kalau sekedar menjelaskan kebesaran dan kemurahan Tuhan, dan karena itu kita patut bersyukur, amat sangat mudah. Sebab kesuburan dan kekayaan sumber daya alam yang dianugerahkan Allah kepada negeri ini alangkah besarnya. Bisa dilihat dan diraba. Sangat nyata.

Menjadi masalah pelik dan tak mudah menjelaskannya bila umat bertanya: “Kenapa sejak presiden dipilih langsung, makin lama hidup di negeri ini makin sulit? Kenapa Tuhan sangat tidak adil kepada kami orang-orang kecil?”

Ini pertanyaan nyata yang beredar di masyarakat kita sekarang. Sehingga di kalangan mayoritas rakyat Indonesia, berkembang metode untuk bertahan hidup, seperti diberitakan koran Kompas edisi 7 Januari 2011: Utang-Kurangi Makan- Bunuh Diri.

Maka berita kriminal yang berbasis utang-piutang menjadi hal biasa. Kisah rakyat kecil yang tak mampu beli beras, dan menggantikan dengan singkong kualitas rendah menyimpan racun, yang akhirnya merenggut 6 nyawa dalam satu keluarga di Jepara, yang terletak di provinsi lumbung padi Jawa Tengah, bukan lagi hal yang aneh.

Yang paling bikin gundah para pemuka agama adalah munculnya tren bunuh diri akibat depresi ekonomi di masyarakat. Sebab agama mereka masing-masing sudah mendoktrinkan bunuh diri itu dosa dan pelakunya bisa masuk neraka. Tapi kenapa mereka memilih masuk neraka ketimbang tetap bertahan hidup dan menjadi warga negara Indonesia yang baik dan sabar di bawah kepemimpinan Presiden Yudhoyono?

Apakah agama sudah tidak punya makna? Tapi kenapa tak ada satu pun pembesar negara yang dipimpin Yudhoyono mendengar dan melihat kejadian-kejadian horor yang menimpa rakyat Indonesia? Sehingga tak satu pun pembesar negeri yang berempati kepada nasib rakyat yang dipimpinnya?

Sebaliknya, di tengah jeritan penderitaan jutaan rakyat, para pembesar negeri ini malah sibuk membuat panggung untuk konperensi pers, dan menyatakan: ekonomi tumbuh sekian persen, kemiskinan terus berkurang, hukum sudah tegak di mana-mana, koruptor akan terus diburu…

Sulit menjelaskan bagaimana mungkin pemerintahan yang mengaku dipilih rakyat secara demokratis, bisa berbeda bagaikan bumi dan langit dengat hati rakyat yang memilihnya.

Mungkin kenyataan amat getir yang menimpa umatnya ini, yang membuat para pemuka agama sepakat berkumpul di gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, pada 10 Januari lalu.

Tapi bukan untuk menyenandungkan lagu pop: “Jangan ada dusta di antara kita…” Melainkan membuat maklumat: “Pencanangan Tahun Perlawanan Terhadap Kebohongan!”

Para pemuka agama itu selain Buya Syafi’I Ma’arif, adalah KH Solahudin Wahid (tokoh NU), Din Syamsudin (Ketua PP Muhammadiyah), Mgr Martinus Situmorang (Ketua Konperensi Waligereja Indonesia, KWI), Pendeta Andreas Yewangoe (Ketua Persatuan Gereja-gereja Indonesia, PGI), Bhikku Sri Pannyavaro (pimpinan umat Budha), dan pemuka umat Hindu Bali I Nyoman Udayana Sangging.

Sebenarnya, masih ada sejumlah tokoh lain, seperti ahli hukum Prof Dr JE Sahetapy atau Dr Johan Effendi. Mereka semua adalah tokoh-tokoh sepuh yang kita kenal orang-orang yang sabar.

Jadi mudah dibayangkan, bagaimana kondisi bangsa ini bila tokoh-tokoh yang selama ini menjadi benteng kesabaran publik saja sudah “jebol” batas kesabarannya. Juga mudah dibayangkan bagaimana kelanjutan nasib bangsa ini ke depan bila kita malah menjadi orang-orang yang sabar…![**]

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

Komjen Dedi Ultimatum, Jangan Lagi Ada Anggapan Masuk Polisi Bayar!

Rabu, 05 Februari 2025 | 18:12

UPDATE

Prabowo-Erdogan Saksikan Penandatanganan 12 MoU Kerja Sama

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:35

Prabowo Tanggung Beban Utang Jokowi, Pemerintahan Jadi Korban Efisiensi Anggaran

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:34

KPK Jangan Jadi Alat Kepentingan dalam Kasus Hasto

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:32

Volume Transaksi AgenBRILink Tembus Rp1.583 Triliun per Akhir 2024

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:09

Bertemu Erdogan, Prabowo Tekankan Penguatan Kemitraan Ekonomi

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:58

Mandiri Investment Forum 2025, Strategi Investasi dan Inovasi untuk Pertumbuhan Ekonomi

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:53

Ketua Komisi VII Pastikan Tak Ada Kontributor dan Karyawan TVRI-RRI yang Dirumahkan

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:51

Anggaran KPU Dipangkas Hampir Rp 1 Triliun

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:40

Efisiensi Anggaran Prabowo Dinilai Tepat, Pengamat: Penyusunan Selama Ini Ugal-ugalan

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:35

Singgung Efisiensi, Hasto Minta Kepala Daerah PDIP Tak Berpikir Anggaran Dulu

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:31

Selengkapnya