RMOL. Mengapa demikian cepat para politisi kita berpikir seputar kalkulasi kekuasaan daripada bertindak memperbaiki kesejahteraan rakyat, yang notabene 42 persen dari penduduk Indonesia termasuk near poor. Lagi-lagi ironi, harga pangan melambung cuma jadi pernak-pernik politik di tengah kenyataan 72 persen pengeluaran masyarakat miskin digunakan untuk konsumsi pangan.
Bermula dari wacana dari politisi partai berkuasa, Ruhut Sitompul, yang menjagokan Ibu Negara, Kristiani Herawati Yudhoyono, sebagai Capres andalan Demokrat pada 2014. Dengan segala kalkulasinya yang kontroversial, wacana Ruhut ini dianggap kalangan politisi sebagai "jauh panggang dari api." Pihak Istana sendiri, seperti diutarakan jurubicara Presiden Julian Aldrin Pasha, belum memberikan arahan mengenai isu hangat itu.
Tak lama kemudian, seolah "gayung bersambut", Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDI Perjuangan, Taufiq Kiemas, secara tersirat menanggapi wacana pencalonan Ani Yudhoyono dengan positif. Menurut dia, lebih baik persoalan Capres dibicarakan sekarang. Hal itu penting untuk menghindari politik transaksional.
Sembari, Taufiq memastikan, Ketua Umum partai banteng tambun, Megawati Soekarnoputri, takkan mencalonkan diri lagi dalam Pilpres 2010, karena alasan regenerasi kepemimpinan nasional. Ia secara spesifik menyarankan, ada kombinasi pemimpin tua dan muda dalam kepemimpinan mendatang. Banyak kalangan melihat, ucapan Taufiq itu tanda keinginannya menyandingkan calon Partai Demokrat dan PDIP pada Pilpres 2014.
Pernyataan dua politisi partai yang berbeda kutub politik itu malah mendapat serangan dari kubunya sendiri. Kelompok politisi dari masing-masing partai merasa tidak etis jika "hari begini" sudah menggunjingkan Capres dan Cawapres. Padahal, tahun 2011 bukanlah tahun politik. Apalagi, peningkatan kesejahteraan rakyat masih jadi PR besar pemerintahan SBY-Boediono. Kritik keras pun datang dari luar kedua partai dan luar parlemen.
Menarik dicermati, Presiden SBY dan Ani Yudhoyono sendiri belum mengeluarkan pernyataan apapun, terkait wacana Pilpres 2014 yang menyeret Cikeas ke dalam pusaran polemik. Menurut Istana, wacana pencalonan Kristiani Herawati Yudhoyono sebagai Presiden, sepenuhnya berasal dari aspirasi pribadi. Sejauh ini, Ibu Negara yang biasa disapa Ani itu, tidak pernah menanggapi rumor pencalonannya.
"Yang saya ketahui, Ibu Ani tidak mengatakan pencapresan dirinya. Sejauh ini yang saya ketahui, tidak, tidak ada tanggapan dan tidak ada komentar soal itu," kata Jurubicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, kepada wartawan di kompleks Istana Negara, Jakarta, Selasa (4/1).
"Saya belum bisa memberikan komentar soal itu, memang belum ada arahan dari Presiden. Tapi, yang pasti bahwa itu bukan berasal dari Bu Ani atau dari keluarga Bapak Presiden," imbuh Julian.
Padahal, tercatat sudah beberapa kali, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membantah kabar yang menyebut Ibu Negara Kristiani Yudhoyono bakal mencalonkan diri dalam Pemilihan Presiden 2014. Masih ingat, tak ada angin tak ada hujan, di tengah acara peluncuran biografi Ani Yudhoyono, di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Juli 2010 lalu, SBY tiba-tiba membantah kabar pencalonan Ani. Bantahan yang tercatat sudah tiga kali dilontarkan SBY selama ia menjabat Presiden, malah menimbulkan persepsi masyarakat, bahwa awalnya memang ada rencana menjadikan Ibu Ani sebagai pelanjut dinasti Cikeas.
Kini, apa mau dikata, sikap diam SBY dan Ani, malah membuat isu semakin larut dalam perdebatan sehari-hari rakyat di jalanan. Wacana oligarki politik, yang sempat mencuat menyusul isu keistimewaan Jogja, kini malah menghantam Istana.
Tidak terelakkan pula, wacana Pilpres adalah "makanan" bagi lembaga survei. Indo Barometer merilis hasil survei terbaru soal Prospek Calon Presiden 2014-2019. Nama SBY tidak dicantumkan, tapi Ani Yudhoyono ada di dalam daftar. Hasilnya, Ani Yudhoyono berada di peringkat keenam dari sepuluh nama. Megawati Soekarnoputri malah duduk di urutan pertama.
Kecurigaan bermunculan. Wacana Ani Yudhoyono sebagai calon presiden merupakan sebuah "testing the water" belaka, yang sengaja dilontarkan untuk melihat popularitas Ani.
Demokrat jadi tertuduh, lawan politik mengambil keuntungan. Bagaimana tidak, meskipun Demokrat dan Istana sudah menyangkal isu pencalonan Ani sudah dibicarakan di internal mereka, namun hati rakyat sudah cukup tersinggung. Mengapa perdebatan itu timbul di tengah kegalauan "hadiah tahun baru" berupa kenaikan harga kebutuhan pokok.
Analisa lain mengatakan, nama Ani Yudhoyono sengaja dimunculkan terlalu pagi untuk mengaborsi popularitasnya. Harus diakui, popularitas putri Letnan Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo itu potensial kian terdongkrak seiring intensitas kegiatan politiknya sebagai Ibu Negara.
[ald]