Berita

Wawancara

WAWANCARA

Ida Laksmiwati: Alhamdulillah Bapak Sehat-sehat Saja Cuma Kumisnya Makin Lebat, Seram Deh

KAMIS, 06 JANUARI 2011 | 04:58 WIB

RMOL. Sudah dua hari, bekas Ketua KPK Antasari Azhar menghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tangerang. Sebelumnya, Antasari yang menjadi terpidana 18 tahun penjara dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen ini, menghuni Rutan Polda Metro Jaya, lalu sempat transit di LP Cipinang.

Bagaimana keseharian Anta­sari selama di penjara, dan ba­gai­mana persiapan Antasari yang be­rencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK), berikut wawan­cara Rakyat Merdeka dengan istri Antasari, Ida Laksmiwati, ke­marin.

Selama di penjara, apa saja aktivitas bapak?
Pagi-pagi, bapak itu rajin baca koran. Koran langganan yang pa­ling pertama dibaca Rakyat Merdeka. Tapi saya itu selalu nyari­nya susah, kalau tidak dapat koran Rakyat Merdeka itu pusing saya. Stoknya itukan terbatas di Ta­ngerang makanya harus lang­ganan. Tapi langganan pas hujan itu kadang-kadang nggak nganterin. Itu susahnya.

Pagi-pagi, bapak itu rajin baca koran. Koran langganan yang pa­ling pertama dibaca Rakyat Merdeka. Tapi saya itu selalu nyari­nya susah, kalau tidak dapat koran Rakyat Merdeka itu pusing saya. Stoknya itukan terbatas di Ta­ngerang makanya harus lang­ganan. Tapi langganan pas hujan itu kadang-kadang nggak nganterin. Itu susahnya.

Koran itu rutin tiap hari diba­wa ke bapak?
Yang pasti itu koran bapak, Rak­yat Merdeka. Rakyat Mer­deka itu pokoknya yang saya ingat tulisannya merah, itu saja. Terus Kompas, Media Indonesia, Republika, Koran Tempo, pokok­nya sepuluh koran. Itu tiap hari, sudah rutin.

Kalau jenguk bapak sering di­ajak ngobrol soal politik?
Wah, kalau saya diajak ngob­rol, saya sudah seperti orang par­pol. Nggak, saya nggak ngerti politik. Politik mah ngeri, jadi ibu ru­mah tangga saja deh.

Bisa diceritakan alasan ke­luar­ga minta bapak dipindahkan ke LP Tangerang?
Minta secara khusus sih, nggak. Tapi, memang dari BSD (ru­mah Antasari lokasinya me­mang di BSD) ke Cipinang lu­ma­yan jauh. Terus saya tanya (ke pe­tugas lapas), kalau di Tangerang ada lapas? Saya bilang gitu. Ke­mu­dian katanya ada. Lalu, saya tanya lagi, boleh nggak kalau ba­pak di lapas Tangerang, biar de­kat, gitu saja.

Kenapa milih LP yang dekat de­ngan rumah?
Dekat itu jangan diartikan ba­kal seperti Gayus (Gayus Tam­bun­an) yang suka pulang. Bapak nggak mungkin akan seperti itu. Nggak. Cuma kalau ada yang ke­tinggalan apa-apa, kan bisa di­anterin.

Bapak naruh perhatian juga terhadap kasus Gayus?
Dengan adanya koran, kan bapak baca.

Bagaimana reaksinya?
Bapak bilang, waduh kenapa (Gayus) mesti pakai pulang? Ka­lau nggak pulang, kan nggak ra­mai kayak gini di media. Kan ka­sian juga polisinya. Apalagi kan sekarang Lembaga Pema­sya­ra­katan satu pintu. Kalau satu pintu kena, ya kena semua. Kasian.

Selama di tahanan, apa pernah bapak mengeluh soal kesehatan atau makanan?
Ya ampun mas. Lihat saja sen­diri, celananya saja sudah nggak muat. Susah saya kalau dia ke­gendutan. Itu berapa kilo naik­nya, banyak banget. Waktu ma­suk ukurannya M, sekarang sudah XL. Jadinya, celana bapak nggak kepakai semua.

Berarti bapak sehat?
Dia itu dari pertama masuk sam­pai sekarang kayaknya biasa saja. Kayak tinggal di rumah gitu, katanya. Cuma nggak pusing mi­kirin negara saja, istirahat gitu. Dulu, pulang baru malam, makan juga sudah capek, langsung tidur. Pagi berangkat lagi, kadang di kantor baru sarapan. Kalau di situ (LP) kan dia teratur.

Jadi bapak nggak pernah me­ngeluh?
Al­hamdulillah, selama dua ta­hun ini sehat-sehat saja dia. Cuma kumisnya saja makin lebat. Se­ram deh. Kemarin saya suruh, cukur saja deh kan nggak ke­mana-mana lagi. Tapi (kalau di­cukur, red) katanya aneh. Gitu.

Kalau jenguk, ada oleh-oleh khu­sus untuk bapak?
Nggak ada yang dia minta. Ka­lau dari rumah, ya paling makan siang sama makan malam. Paling baju kotor dibawa pulang, baju ber­sih dianterin lagi. Itu saja. Kalau untuk makanan khusus, itu nggak. Tiap apa yang kita masak di rumah sama dengan yang dimakan bapak.

Dua tahun sudah bapak di ta­han­an, Ibu kewalahan harus me­nanggung kehidupan keluarga?
Alhamdulillah, anak-anak saya semuanya sudah kerja. Sudah selesai, jadi bisa urus sendiri. Se­dangkan saya sendiri, tapi bukan ber­arti saya tidak urus anak, ting­gal me-manage urusan rumah, seperti listrik, air, sopir sama pem­bantu. Saya juga kan punya usaha sendiri.

Usaha apa itu?
Saya kan punya kerajinan ber­dasarkan pesanan. Dunia wanita lah. Nggak lama setelah bapak dita­han, saya sudah punya kerjaan itu.

Bapak berencana ajukan Pe­nin­jauan Kembali (PK), apa ini sudah pernah dikonsultasikan sama Anda?
Bapak itu kalau soal yang gitu-gitu saya nggak diajak ngomong mas. Ngomong soal itu sama pe­nga­cara saja deh.

Kalau saya itu wa­duh, mung­kin dia tahu, walah ibu-ibu ngerti apa gitu, walaupun se­benarnya saya dari hukum juga. Cuma kayaknya nggak usah, mung­kin kayak gitulah.

Dia kan punya tim sendiri, mung­kin de­ngan penga­cara, dengan kejak­saan atau dengan kepolisian atau kayak gimana, saya juga nggak mengerti.

Nggak cemas kalau putusan PK malah bisa jauh lebih berat dari putusan sebelumnya?
Ya nggak apa-apa. Jalani saja. Kalau sekarang ini dia merasa nggak salah, terus dituduh ber­salah dan harus menanggung aki­bat yang dia tidak perbuat, ya aneh.

Lah buktinya dia tidur nyenyak saja karena dia tidak ada beban. Ke­cuali kalau orang itu beban, dia kan khawatir terus, dihantui pe­rasaannya. Sekarang saja mung­kin dengan statement bapak yang begitu, banyak orang yang me­rasa degap-degup juga.

Anda sendiri yakin bapak nggak bersalah?
Seribu persen saya yakin dan se­yakin-yakinnya, bapak nggak bersalah. Saya tahu siapa di balik se­mua ini.

Anda dendam terhadap yang menjebloskan bapak?
Dendam sih nggak ada, cuma kasian saja sama dia. Karena kita tahu, bahwa kita pura-pura tahu tapi kita tahu siapa dia.

Kok kasian?
Memang kan bapak ini ditar­getkan untuk dimasukin (pen­ja­ra). Nah, lihat saja bagaimana KPK sekarang? Jadi memang ba­pak itu harus keluar dari KPK. De­ngan adanya bapak dikri­mi­na­lisasi, direkayasa, ada apa? Kan bisa dirunut ada siapa, ke­na­pa sampai kok bapak begini? Kan bisa.

Keluarga berharap ada muk­jizat yang bisa membuat bapak lepas dari jeratan hukum?
Bukan mukjizat ya, tapi mu­dah-mudahan. Andaikatan pun ti­dak ada kata mukjizat, paling tidak kan bapak telah meminta ma­na baju almarhum (Zul­kar­nain), itu dikemanain? Terus hand­phone, itu kenapa tidak di­buka padahal bapak dalam per­sidangan meminta dibuka, siapa yang SMS.

Kalau berani mem­buka itu, itulah orangnya. Tapi ke­napa itu tidak dibuka? Dari situ kan forensik bisa menentukan bau dari darahnya. Tapi kenapa tidak diserahkan dalam persi­dang­an. Itukan yang kita minta. Ke­mu­dian, jenis peluru dan sen­jata itu­kan tidak cocok. Yang satu pe­lu­runya kaliber 9 mm se­men­tara sen­jatanya revolver. Kan nggak cocok.

Harapan ibu ke depan seperti apa?
Harapan saya ya semoga orang yang berbuat itu terketuk hatinya, tidak merasa tenang dan akan ber­bicara sendiri bahwa sayalah pela­kunya. Itulah harapan saya. Dan dia mungkin merasa tidak akan terbebani untuk menge­mu­kakan kebenaran.

Sekarang mungkin dia ingin mengungkapkan bahwa dialah pe­lakunya, tapi kita tunggu sajalah mukjizat itu.   [RM]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Demokrat: Tidak Benar SBY Terlibat Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 22:08

Hidayat Humaid Daftar Caketum KONI DKI Setelah Kantongi 85 Persen Dukungan

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:57

Redesain Otonomi Daerah Perlu Dilakukan untuk Indonesia Maju

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:55

Zelensky Berharap Rencana Perdamaian Bisa Rampung Bulan Depan

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:46

Demokrasi di Titik Nadir, Logika "Grosir" Pilkada

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:37

Demokrat: Mari Fokus Bantu Korban Bencana, Setop Pengalihan Isu!

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:35

Setoran Pajak Jeblok, Purbaya Singgung Perlambatan Ekonomi Era Sri Mulyani

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:14

Pencabutan Subsidi Mobil Listrik Dinilai Rugikan Konsumen

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:02

DPRD Pastikan Pemerintahan Kota Bogor Berjalan

Rabu, 31 Desember 2025 | 20:53

Refleksi Tahun 2025, DPR: Kita Harus Jaga Lingkungan!

Rabu, 31 Desember 2025 | 20:50

Selengkapnya