Berita

Wawancara

WAWANCARA

Bagir Manan: Karena Menyangkut Orang Saya Tidak Kerja Buru-buru

RABU, 05 JANUARI 2011 | 06:53 WIB

RMOL. Mahkamah Konstitusi (MK) telah membentuk Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik kedua Hakim MK, Akil Muchtar dan Arsyad Sanusi. Sejak Senin (3/1), MKH sudah mulai bekerja.

Ada lima orang yang duduk di MKH. Dua orang berasal dari hakim MK, yaitu Harjono yang menjabat sebagai ketua MKH dan Achmad Sodiki sebagai sekretaris MKH. Sementara tiga anggota lain berasal dari luar MK, mereka adalah Bagir Manan (bekas Ketua Mahkamah Agung), Abdul Mukhtie Fajar (bekas Hakim Konstitusi), dan Esmi Warrasih Puji Rahayu (Guru Besar Fakultas Hukum Univer­sitas Diponegoro).

Lima anggota MKH tersebut sudah menggelar rapat. “Pemi­lihan dua orang dari MK dan tiga dari luar sudah sesuai dengan pe­raturan,” kata Ketua MK, Mah­fud MD, di Gedung MK, Jakarta, Senin (3/1).


Tidak semua anggota MKH hadir dalam rapat perdana ter­sebut. Dia adalah Bagir Manan. Bagir beralasan, saat itu sedang berada di Kalimantan Timur. Karena itu, Bagir mengaku belum tahu detil pemeriksaan yang akan dilakukan nanti.

Namun begitu, Bagir berjanji akan datang ke MK pada hari ini (Rabu, 5/1). “Insya Allah, saya akan hadir. Tentu sebagaimana biasa kerja saya adalah men­dengarkan dulu ya,” kata Bagir yang saat ini menjabat Ketua Dewan Pers kepada Rakyat Mer­deka, kemarin.

Berikut kutipan wawancara selengkapnya:

Memang apa saja yang akan Anda dengarkan?
Pertama, mereka kan sudah ada Panelnya. Maka saya akan baca dulu hasil Panel itu. Bagai­mana tata kerjanya tentu harus disepakati, dan apa yang harus dikerjakan juga harus disepakati. Kedua, tentu yang harus kita periksa adalah mengenai peme­rik­saan pelanggaran kode etik atau tidak adanya pelanggaran kode etik.

Menurut Anda pelanggaran kode etik seperti apa yang di­kata­kan melanggar itu?
Yaitu ada satu perbuatan pro­fesi tertentu di luar pelanggaran hukumnya.

Karena esensi profesi adalah etik. Dan MK sudah mempunyai aturan-aturan etik itu. Di samping itu, tentu ada kode etik hakim yang universal. Maka kita lihat dulu satu- persatu apa yang sudah terjadi, dan peristiwa apa yang mereka lakukan. Jadi, pelan-pelan dulu lah.

Bisa diceritakan bagaimana Anda terpilih jadi anggota MKH?
Ya, mereka sudah meminta se­cara resmi sebelum tanggal 1 Januari 2011. Karena mulai tanggal 30 Desember, saya pergi ke Kalimatan. Dan besok Rabu (5/1) sore, saya akan datang ke MK. Karena tadi (Selasa, 4/1) saya sudah ditelepon. Dan besok, saya sudah ada di Jakarta. Tapi sebagaimana kebiasaan saya, saya tidak pernah terburu-buru bekerja. Karena ini sudah me­nyangkut orang.

Bagaimana perasaan Anda ketika dikontak MK untuk menjadi anggota MKH?
Biasa saja. Sebab, saya bukan termasuk orang yang menda­hulu-dahulukan perasaan. Saya selalu sakit dalam segala hal. Sebab, semua teman-teman saya yang tua dan muda belia, terma­suk ma­ha­siswa. Jangan diadukan pera­saan saya dengan tugas-tugas saya.

Anda sudah punya persiapan sebelum melakukan pemerik­saan?
Paling tidak, kita akan minta bahan hasil-hasil yang sudah ada pada MK. Bisa hasil Panel in­ternal mereka, tentu kita harus baca dulu.

Anda optimis MKH bisa mem­bersihkan nama baik MK?
Ya, sebaiknya pengamat ja­ngan apriori MK bersih dan jangan apriori MK tidak bersih. Itu tidak boleh. Kita harus meli­hat MK dengan itikad baiknya membuka persoalan ini. Dan meminta publik untuk turut serta. Dengan adanya Panel dan MKH, berilah kesempatan mereka untuk bekerja dengan baik. Sehingga panelnya juga bekerja dengan baik pula.

ICW mempersoalkan MK tak mengajak diskusi soal pe­netapan anggota MKH, ko­men­tar Anda?
Ya, bagus juga omongan se­perti itu.Tapi hal itu baiknya ditanyakan ke MK.Yang penting kan, kita harus menunjukkan de­ngan tegas pelanggaran-pe­langga­rannya. Jangan melibatkan kita, yang justru diminta untuk membantu. Bahwa pengamat tidak suka pada kita, itu soal lain. Karena kita ini datang ingin me­nolong dan ingin membantu untuk menemukan kebenaran. Jadi, tolonglah jangan memper­soalkan orangnya. Tapi persoal­kan pekerjaannya saja.

Bagaimana Anda melihat ki­nerja MK sekarang ini?
Dalam pepatah Melayu itu ada pribahasa “makin tinggi daun kelor, maka makin kuat anginnya akan menimpa”. Ya, tinggal kita jaga diri kita aja dengan baik. Dengan sistem penjagaan yang dibuat bagus.

Anda percaya dua hakim MK Akil Muctar dan Aryad Sanusi disuap?
Mereka itu adalah orang-orang yang saya tahu di tempat-tempat­nya masing-masing. Akil adalah tokoh politik dan Arsyad adalah hakim karier. Selama dia menjadi hakim karier, setahu saya, dia baik. Tapi kan saya belum tahu, di belakangnya. Apalagi saya tidak berurusan dengan hal itu. Jadi, yang saya ketahui hanya ada di permukaan-permukaan saja. Di balik itu saya tidak pernah tahu. Kita periksa, dan kita lihat saja hasilnya nanti.

Anda kenal dekat dengan dua hakim MK tersebut?
Oh ya, tentu saja saya kenal dekat dengan mereka. Karena pro­fesi kita sama-sama sebagai hakim. Sehingga ada profesi yang diikat oleh etika. Saya itu selalu hidup dalam lingkungan etik profesi. Sebagai profesor, saya diikat oleh etik sebagai orang pen­didik. Sebagai hakim saya diikat oleh etik hakim. Sebagai yang ngurus pers, saya diikat oleh etik pers. Jadi, bagi saya sudah biasa menempatkan diri pada tempat, dimana seharusnya saya berada.

Seberapa dekat Anda dengan Akil dan Arsyad?
Waduh, saya tidak pernah ngi­tung-ngitung. Tapi kalau ketemu kita kontak. Tapi kalau telepon-teleponan, kepentingannya tidak ada. Jadi, hanya say hello.

Apa harapan Anda untuk MK ke depan?
Tidak hanya dengan MK saja, saya menaruh harapan. Tapi untuk seluruh republik ini, saya berharap baik. Jadi, saya ber­harap juga Rakyat Merdeka juga bagus. Saya berharap pers bagus, DPR bagus, dan semuanya juga harus bagus.

Karena dengan bagusnya itu, maka harapan dan cita-cita negara ini tercapai. Yakni untuk mewujudkan kesejahteraan umum, dan mewujudkan keadi­lan sosial bagi seluruh rakyat Indo­nesia. Itu saja.   [RM]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Demokrat: Tidak Benar SBY Terlibat Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 22:08

Hidayat Humaid Daftar Caketum KONI DKI Setelah Kantongi 85 Persen Dukungan

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:57

Redesain Otonomi Daerah Perlu Dilakukan untuk Indonesia Maju

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:55

Zelensky Berharap Rencana Perdamaian Bisa Rampung Bulan Depan

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:46

Demokrasi di Titik Nadir, Logika "Grosir" Pilkada

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:37

Demokrat: Mari Fokus Bantu Korban Bencana, Setop Pengalihan Isu!

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:35

Setoran Pajak Jeblok, Purbaya Singgung Perlambatan Ekonomi Era Sri Mulyani

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:14

Pencabutan Subsidi Mobil Listrik Dinilai Rugikan Konsumen

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:02

DPRD Pastikan Pemerintahan Kota Bogor Berjalan

Rabu, 31 Desember 2025 | 20:53

Refleksi Tahun 2025, DPR: Kita Harus Jaga Lingkungan!

Rabu, 31 Desember 2025 | 20:50

Selengkapnya