RMOL. Sepanjang tahun 2010 konflik kebebasan beribadah di Indonesia tercatat semakin meningkat mencapai 40-45 kasus. Jumlah itu dinilai luar biasa karena peningkatannya hampir tiga kali lipat dari tahun 2009.
Hal itu diungkapkan Ketua Forum Komunikasi Kristiani Jakarta (FKKJ), Theofilus Bella. Ketidaktegasan dan kelambanan Pemerintah SBY-Boediono diniilai menjadi faktor utama meningkatnya konflik berlatarbelakang agama di tengah masyarakat.
Tapi, Jurubicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, menyangkal anggapan ketidaktegasan pemerintah sebagai sumber persoalan dalam kerukunan umat beragama.
"Hendaknya kalau menyatakan penilaian terhadap pemerintah dan pemangku kepentingan dan terutama otoritas penegakan kemanan, disertai data-data yang konklusif. Jadi bukan asal ngomong dan bisa selesaikan solusi yang bisa dibicarakan semua. Hendaknya jangan saling lempar begitu saja terutama menyebut ketidakbecusan pemerintah," ujar Julian saat berdialog dengan
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Rabu, 29/12).
Ditegaskannya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, tidak mewakili kepentingan agama tertentu, dan kepentingan umat minoritas pun diwakili. Setiap timbul kasus, Presiden perintahkan yang punya otoritas untuk selesaikan kasus per kasus, apalagi yang sensitif menyangkut kebebasan beribadah.
"Penilaian sepihak itu naif dan tidak pada substansinya. Pemerintah itu tidak keliru, tidak tegas dan sebagainya. Lazimnya, setiap ada kasus presiden selalu instruksikan ke Kapolri, baru Kapolri turunkan pada jajaran di bawahnya," tegasnya.
Dalam kasus kekerasan terhadap satu kelompok umat beragama yang terus berulang, pemerintah selalu melakukan kajian yang komprehensif. "Bila berkali-kali ada satu kegiatan misa selalu tidak pernah aman, tentu akan kita telusuri. Tentu tidak bisa diharapkan Presiden langsung yang turun ke sana," terang Julian.
Meski demikian, Presiden menghargai pandangan tiap pribadi atau komunitas menyangkut perkembangan kebebasan beribadah di Indonesia. Yang pasti, kekerasan atas nama agama adalah satu hal yang tidak pernah disepakati pemerintah.
"Kita menjaga agar masing-masing pihak timbul toleransi. Sudah jelas tidak pernah ada pernyataan presiden yang abu-abu. Bilamana ada gangguan tertentu harus segera diusut, diselesaikan secara tepat melalui prosedur hukum berlaku," pungkasnya.
[ald]