RMOL. Busyro Mudoddas sudah tiga hari masuk kantor sebagai Ketua KPK setelah dilantik Presiden SBY, di Istana Jakarta, Senin (20/12).
Banyak pihak berharap agar KPK bisa langsung ‘tancap gas’ membongkar kasus-kasus koÂrupsi kakap. Kemudian mengubah perilaku ‘macan sirkus’ menÂjadi’‘macan hutan’ .
“KPK di bawah pimpinan Pak Busyro Muqoddas diharapkan menjadi ‘macan hutan’ yang gaÂrang untuk membongkar kasus-kasus korupsi,’’ tegas anggota KoÂmisi III DPR, Bambang Soesatyo, kepada Rakyat MerÂdeka, di Jakarta, kemarin.
Berikut kutipan wawancara dengan politisi vokal di DPR itu:Kenapa Anda bilang macan sirkus?Selama ini predikat KPK seÂbagai ‘macan Sirkus’ alias lemÂbaga yang kerap melakukan akroÂbat dalam tugasÂnya. Kita berÂharap dengan keÂpemimpinan Busyro ini, KPK mampu menjadi ‘macan hutan’ yang garang dalam melakukan tugasnya.
Anda punya gambaran ‘keÂgaÂgalan’ KPK dalam tugasnya belakangan ini?KPK masih haÂrus menggaÂrisÂbaÂwahi urgenÂsi transparansi. Itu menÂjadi perÂtanda bahÂwa pemÂÂÂbeÂranÂtaÂsan koÂrupÂÂsi beÂlum mencaÂtat proÂgres sigÂÂnifikan. Bahkan bisa dibilang masih jaÂlan di temÂpat. Sebab, transparansi fakÂtor kunÂci pemberantasan dan penÂÂcegahan korupsi.
Bahkan saat membuka KonÂfeÂrenÂsi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) ke-5, Presiden pun menyatakan kinerja pemÂberantasan korupsi masih buruk. Presiden minta pencegahan tinÂdak pidana korupsi diefekÂtifÂkan, teÂrutama pada sisi reguÂlasi dan pengawasan. Semua sisÂtem harus bersih dari anasir-anaÂsir korupsi. Presiden juga meminÂta KPK memberi perhatian leÂbih pada lembaga yang mengeÂlola keuangan negara, seperti Ditjen Pajak, Bea Cukai, dan BUMN. Presiden bahkan meÂnyinggung budaya mark up nilai proyek yang masih marak. Poin terÂpenting yang wajib diÂgarisbawahi KPK adalah fakta bahÂwa hasil dari aksi pembeÂranÂtasan korupsi belum signifikan.
KPK menawarkan mekanisÂme whistleblower system keÂpada birokrasi negara, apa itu sudah ideal ?Sudah, tetapi tetap dengan catatan, KPK seharusnya tidak berhenti pada sekadar menaÂwarÂkan. Gagasan itu harus dieksploÂrasi lebih jauh. Misalnya, bagaiÂmana strategi menyiapkan, meneÂmukan atau mendidik
whistleÂblower di setiap instansi. Kalau perilaku korup birokrat memang sudah sedemikian parah seperti sekarang, tak ada salahnya juga jika KPK menggunakan jasa intelijen untuk proses identifikasi oknum-oknum yang dicurigai melakukan korupsi.
Intinya, KPK harus memperÂtajam efektifitas strategi pembeÂrantasan korupsi dengan berbagai cara atau opsi yang legal. KecenÂderungan terkini mengharuskan hal itu. Sulit rasanya bisa meraih progres yang signifikan jika KPK hanya mengadopsi cara atau straÂtetgi yang sudah dijalankan seÂlama ini. Apalagi jika hanya meÂnunggu laporan atau mengÂhaÂrapkan kesadaran birokrasi untuk bekerjasama.
Tapi kan tidak mudah menÂdoÂrong munculnya whistlebloÂwer dari institusi-institusi neÂgara?Saya mengibaratkannya seperti menunggu godot. Sebenarnya sedikit tak masuk akal sehat, juga tidak realistis. Coba KPK bertaÂnya pada dirinya sendiri, apa mungkin masih ada birokrat yang berani melakoni peran
whistleÂblower setelah kita semua melihat langsung adegan tentang seorang jenderal justru bisa dijadikan terÂsangka setelah dia mengungkap kasus penggelapan pajak dengan tersangka Gayus Tambunan? Ini semakin menambah panjang deretan inkonsistensi penegak hukum termasuk Presiden yang memberi perhatian ekstra pada kasus Gayus. Bahkan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum pun ikut-ikutan merecoki penaÂnganan kasus ini.
Tapi bukankah ada andil neÂgara Âdalam upaya pemberanÂtasan korupsi?Pemberantasan korupsi meÂmang tidak sepenuhnya kewenaÂngan KPK, tetapi juga ditentukan oleh kehendak atau
political will pemerintah.
Pertama, apakah pemerintah mau membiarkan KPK menjadi makin kuat dan terjaga independensinya?
Kedua, apakah pemerintah mau menÂdoÂrong institusi Polri dan Kejaksaan Agung bekerja sama dan menÂdukung KPK memerangi korupsi? Jawaban yang diharapkan dari penguasa bukan sekadar ya dan bersedia, tetapi harus dibuktikan dengan perilaku. Konsisten atau inkonsisten?
Sekali saja penguasa berÂperiÂlaku inkonsisten dalam memeÂrangi korupsi, strategi apa pun tak akan bisa efektif. Mendirikan 100 KPK sekalipun tak akan bisa mengubur korupsi di Indonesia.
Tindakan apa kira-kira yang perlu segera disusun Busyro untuk penuntasan kasus-kasus korupsi kakap? Busyro harus segera memÂbuat KPK lebih kreatif dalam merancang dan merumuskan strategi pemberantasan korupsi. Apa pun model strateginya, KPK harus berpijak pada tiga fakta.
Pertama, korupsi makin meraÂjalela.
Kedua, koruptor tidak jera meski negara mengerahkan meÂsin perang KPK.
Ketiga, para koruptor ‘bermain’ aman dengan strategi korupsi berjamaah.
[RM]