RMOL. Indikasi adanya praktik politik penyanderaan sudah dirasakan oleh rekan-rekan koalisi pemerintah.
Publik juga bisa melihat indikasi serupa dari penanganan kasus-kasus hukum besar dan diduga melibatkan kelompok partai pemenang Pemilu, cenderung lebih lelet dibanding kasus-kasus korupsi yang libatkan para tokoh Parpol koalisi ataupun oposisi.
Pengamat politik, Umar S Bakry, kepada Rakyat Merdeka Online, mengatakan, praktik politik sandera itu dapat dilakukan oleh partai atau golongan penguasa di saat kondisi hukum masih memiliki relasi kuat dengan kepentingan politik. Dan, hal itu masih terjadi di Indonesia.
"Di Indonesia, Demokrat sebagai partai pemenang Pemilu dengan suara yang sangat signifikan merasa punya power sehingga bisa berbuat apa saja terhadap partai koalisi atau oposisi," kata Umar saat dihubungi sesaat lalu (Rabu, 15/12).
Artinya, kasus-kasus hukum yang dialami kader-kader partai politik lain dapat dijadikan alat kader Demokrat untuk menekan pihak lain sehingga tidak memiliki banyak pilihan.
"Mungkin saja ada kader yang ditugaskan untuk mencari kelemahan partai lain, lalu dijadikan alat menembak," jelasnya.
Umar ingatkan, dalam politik memang segala macam kemungkinan bisa terjadi, apalagi dalam satu sistem demokrasi yang belum mapan.
"Tapi itu tidak etis dalam perpolitikan. Jadi proses politik berjalan abnormal karena keputusan politik diambil berdasarkan ketakutan bukan pada pilihan yang terbaik untuk rakyat," tegas Umar.
Sekali lagi Umar menekankan, keluhan dari petinggi-petinggi koalisi SBY-Boediono bahwa terjadi politik sandera terhadap mereka, menandakan realitas hukum yang sarat intervensi politik.
[ald]