RMOL. Wacana pemilihan gubernur (Pilgub) oleh DPRD, menggantikan mekanisme sebelumnya gubernur dan wakil gubernur dipilih melalui pemilihan umum atau Pilkada sudah dilontarkan Kemendagri.
Latarbelakang wacana itu adalah, pertama, mahalnya biaya Pilkada, dan kedua, maraknya konflik horizontal maupun kekerasan dalam Pilkada.
Dalam pernyataan yang diterima Rakyat Merdeka Online petang ini (Selasa, 14/12), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) berpendapat, bahwa wacana tersebut adalah wacana yang mengingkari semangat dan tujuan besar proses demokratisasi di Indonesia, yaitu meningkatkan keterlibatan dan partisipasi masyarakat sebesar-besarnya.
Alasan mahalnya ongkos politik penyelenggaraan Pilkada adalah alasan yang tidak bisa diterima. Belum ada penelitian ilmiah yang bisa memastikan bahwa biaya Pilgub oleh DPRD jauh lebih efisien daripada pemilihan langsung. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa ongkos politik “tidak resmi†untuk “membeli perahu†partai di DPRD jauh lebih sedikit ketimbang penyelenggaraan pemilihan langsung oleh rakyat.
Perludem berpandangan yang diperlukan untuk mengatasi besarnya ongkos Pilkada adalah dengan secepatnya memperbaiki aturan yang mengatur proses penyelenggaraan Pilkada yang saat ini sudah sangat tidak layak, sebab dalam konteks substansi, isinya jauh lebih mundur daripada pengaturan Pileg dan Pilpres 2009. Bahkan UU 32/2004 jo UU 12/2008 yang saat ini berlaku ketentuannya sudah terlalu banyak dibatalkan MK.
Pemerintah sebaiknya fokus pada perbaikan aturan yang bisa menekan maraknya politik uang, jual beli "perahu politik" dan suara pemilih, serta penegakan hukum dan sanksi yang tegas atas pelanggaran yang terjadi. Selain itu, benahi aturan dana kampanye yang saat ini ada yang sangat tidak bergigi dalam menjerat penyalahgunaan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye.
Argumentasi konflik horizontal atau kekerasan dalam Pilkada juga tidak dapat diterima. Tahun 2010 diselenggarakan setidaknya 244 Pilkada. Kalau terjadi kekerasan hanya di 10-20 daerah (misalnya Mojokerto, Toraja, Humbang Hasundutan, Sumbawa) tidak lantas melegitimasi bahwa Pilkada identik dengan kekerasan.
Oleh karena itu, Perludem meminta pemerintah agar lebih berkonsentrasi pada perbaikan substansi aturan yang bisa menjamin kualitas Pilkada, memilih sistem Pemilu yang efisien (misalnya usulan Pilkada serentak dan Pilkada satu putaran saja), menekan maraknya politik uang dengan membuat aturan penegakan hukum yang jelas dan tidak multitafsir dan disertai sanksi yang tegas, serta pengaturan dana kampanye yang tidak hanya formalitas.
[ald]