RMOL. Simpang siurnya keterangan sejumlah pihak yang dihadirkan dalam kasus mafia pajak Gayus Tambunan di persidangan, membuat salah satu terdakwanya Muhtadi Asnun geram. Dia menantang untuk dilakukan konfrontir.
Dia menilai beberapa keterangan dari para saksi maupun terdakwa yang diungkapkan di persidangan berubah-ubah bahkan berbeda. Makanya konfrontir itu dimaksudkan untuk meluruskan fakta hukum yang sebenarnya.
Hal ini disampaikan Alamsyah Hanafiah selaku kuasa hukum Muhtadi Asnun kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, Jumat lalu.
“Agar keterangan ataupun kesaksian palsu yang dilontarkan Gayus atau Haposan di depan majelis hakim segera terungkap kebenarannya,” tegasnya.
Menurutnya, dengan konfrontir itu akan lebih jelas mengurai benang merah aliran duit suap yang diakui Gayus diserahkan pada Haposan untuk menjatah pengacara, polisi, hakim dan khususnya jaksa yang sampai saat ini belum dijadikan tersangka.
Kita sudah menyampaikan permohonan konfrontir dan meminta majelis hakim untuk menghadirkan mereka di persidangan,” ucapnya.
Alamsyah berkeyakinan kalau pendapat jaksa terkait perubahan pasal korupsi menjadi pasal penggelapan dalam kasus Gayus sebagai hal yang keliru, dan dilakukan atas konspirasi atau kerjasama yang matang.
“Kita tidak bodoh. Kalau mau dimasukan kasus penggelapan kan harus ada saksi atau korban yang merasa duitnya digelapkan Gayus. Ini kan nggak ada. Ada ya hakim memutus bebas. Kok hakimnya yang dijadikan tersangka,” sesalnya.
Dijelaskan, substansi persoalan dalam mengubah pasal dalam perkara ini sesungguhnya mutlak menjadi domain kejaksaan. Tapi anehnya, kepolisian tidak menjadikan jaksa kasus Gayus sebagai tersangka. “Ini kan ganjil. Di polisi sendiri yang jadi tersangkanya juga kan orang-orang pangkat bawah. Ada apa ini sebenarnya,” ujarnya.
Poltak Manulang pun sengit memberikan perlawanan. Bekas Direktur Pra Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum ini menyiapkan rencana gugatan balik pada pihak yang menyebutnya menerima duit suap dari Gayus Tambunan.
Melalui kuasa hukum Tumbur Simandjuntak, Poltak berkukuh, kliennya dan Jaksa Cirus Sinaga tidak pernah menerima uang sepeserpun dalam penanganan kasus Gayus. “Saya tegaskan, tidak ada. Mereka bersih, tidak pernah menerima uang dalam menanganai kasus ini. Mereka sudah diperiksa JAM Was soal ini dan tidak ditemukan bukti-bukti itu,” ucapnya.
Dia juga menepis anggapan kalau gelontoran uang pada jaksa yang disebut-sebut mencapai Rp 5 miliar untuk menghilangkan tuduhan atas dugaan korupsi dan
money laundering seperti yang disangkakan polisi terhadap Gayus Tambunan sebelumnya.
“Perkara ini berawal dari Eksus bukan Tipikor. Kita juga sudah pertanyakan ini kepada penyidik kepolisian. Saya yakin klien saya tidak salah mengkategorikan perbuatan Gayus sebagai tindak pidana umum bukan tindak pidana khusus,” paparnya.
Artinya, menurut dia, alasan hakim Muhtadi memvonis bebas Gayus sebelumnya didasari dakwaan jaksa yang hanya memuat pelanggaran pasal 372 KUHP tentang penggelapan sudah tepat.
Terkait temuan aliran dana yang masuk ke hakim Muhtadi, hal tersebut merupakan persoalan lain. “Itu di luar konteks putusan ataupun perkara ini,” urainya.
Karena apapun dalihnya, tidak dimasukannya pasal korupsi dan pencucian uang dalam berkas perkara Gayus ke pengadilan dilatari penilaian komprehensif jajaran jaksa peneliti.
Untuk itu, desakan yang meminta majelis hakim menyeret jaksa Cirus dan Poltak duduk di kursi pesakitan tidak berdasar. “Jadi tidak ada alasan untuk menjadikan Poltak dan Cirus sebagai terdakwa,” kelitnya.
Tumbur menilai, dari seluruh rangkaian pemeriksaan terhadap Poltak dan Cirus baik di Kejagung maupun kepolisian sejauh ini, tidak ditemukan adanya aliran suap yang konon ditujukan guna merubah pasal yang dituduhkan.
Atas hal itu, Tumbur pun mengancam akan menggugat terhadap siapapun yang sengaja menyebut kliennya menerima aliran dana Gayus saat menangani kasus ini, karena masuk kategori pencemaran nama baik.
“Kita akan gugat kalau ada yang menyebut klien saya menerima suap. Buktinya apa?” pungkasnya.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tangerang, M Irfan Jaya mengaku ada keanehan dalam penanganan kasus Gayus. Bentuk keganjilan ditemukan pada cover tuntutan yang memuat pasal korupsi, penggelapan dan pencucian uang. Tapi setelah diteliti seksama, berkas tuntutan hanya menyoal pada pasal 372 KUHP tentang penggelapan uang Rp 372 juta.
Ia juga mengaku tidak tahu kemana menguapnya pasal korupsi maupun pencucian uang seperti yang tertulis di
cover berkas tuntutan.
Untuk itu, tuntutan hukuman terhadap Gayus yang semula enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun penjara dinaikan. “Saya naikan jadi satu tahun penjara dengan masa percobaan satu tahun penjara,” jelasnya.
Wakil Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Kombes I Ketut Untung Yoga Anna menjelaskan, belum ditetapkan Jaksa Cirus dan Poltak sebagai tersangka terkait kasus Gayus bukan dilandasi alasan bahwa polisi takut.
“Kita bekerja berdasarkan fakta dan bukti-bukti bukan asumsi. Kalau tidak ada temuan yang mengarah pada tindak pidana, seseorang tidak bisa begitu saja dijadikan tersangka,” tegasnya.
Staf Divisi Pembinaan Hukum (Div-Binkum) Polri Kombes Ihza Fadri mengatakan, prinsipnya Polri siap menindaklanjuti fakta hukum yang terungkap di persidangan. Temuan itu nantinya akan dipakai penyidik kepolisian guna menggali dugaan keterlibatan seseorang dalam perkara tindak pidana yang terjadi.
“Keterangan saksi-saksi di pengadilan bisa dijadikan sebagai bukti baru dalam menyingkap kasus ini,” ungkapnya.
Kendati begitu Ihza memastikan, kecaman pihak jaksa Cirus maupun Poltak yang bakal menggugat para pihak yang menyebut keduanya sebagai penerima suap, menjadi bagian lain dalam kasus ini. “Persoalan itu terpisah dari materi pokok persidangan yang tengah berjalan,” tukasnya.
“Bisa Jadi Ada Apa-apanya”
Firmansyah Arifin, Ketua Badan Pengurus KRHN
Ketidakmampuan kepolisian dalam menggiring Jaksa Cirus Sinaga dan Poltak Manulang sebagai tersangka kasus mafia pajak membuat sejumlah dugaan miring berkembang kepada korps berbaju cokelat itu.
“Bisa jadi ini ada apa-apanya. Memang ada yang bilang kalau polisi takut borok mereka nantinya dibongkar jaksa. Karena itu, polisi tidak berani menetapkan jaksa sebagai tersangka kasus ini,” kata Ketua Badan Pengurus Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Firmansyah Arifin, belum lama ini.
Dikatakan, kepolisian seharusnya tidak ragu-ragu dalam menangani kasus ini. Kalau memang ada aliran dana yang mengucur ke jaksa, polisi harus berani menindak mereka. Tapi sebaliknya lanjut dia, kalau tidak ada bukti-bukti yang mengarah pada hal ini, kepolisian harus segera mengumumkannya pada publik.
Menanggapi ancaman pihak jaksa yang akan menuntut para pihak yang menyebut jaksa Cirus dan Poltak kecipratan suap duit Gayus, Arifin memastikan, substansi gugatan tersebut merupakan hak Cirus dan Poltak. Jadi menurut hemat dia, sepanjang bukti-bukti pendukung yang menyatakan jaksa Cirus maupun Poltak tak menerima suap dalam penanganan kasus ini, sah-sah saja gugatan hukum dilakukan.
“Disayangkan Belum Temukan Aliran Dana Kepada Jaksa”
Gayus Lumbuun, Anggota Komisi III DPR
Politisi Senayan menilai kinerja Polri dalam mengusut aliran dana ke Jaksa Cirus Sinaga dan Poltak Manulang tidak dilakukan dengan baik. Indikasinya belum mengkonstruksikan perkara mafia pajaknya secara lengkap.
“Polisi kurang bagus dalam menangani aliran dana ini, hal ini disebabkan karena Polisi belum mengkonstruksikan perkara secara lengkap,” kata anggota Komisi III DPR Gayus Lumbuun, belum lama ini.
Menurutnya, dalam melakukan pencarian aliran dana tersebut, polisi seharusnya menyusun terlebih dahulu skema aliran dana sehingga poin-poin tadi menjadi terkumpul.
“Dalam konstruksi kasus itu ada empat poin. Aktor utama, inisiator, yang ikut serta dan juga orang yang menikmati,” katanya.
Menurutnya, Gayus Tambunan selaku aktor utama disini telah mempengaruhi para hakim, kepolisian, jaksa serta pihak-pihak tertentu yang tergiur dengan miliaran rupiah sehingga tidak berdaya.
“Sangat disayangkan apabila polisi tidak bisa menemukan aliran dana kepada jaksa yang dimaksud. Padahal, skema tadi menunjukkan Gayus Tambunan telah menjadi aktor utama yang mempengaruhi segenap institusi penegak hukum termasuk Kejaksaan,” katanya.
Politisi PDIP ini juga mengatakan, belum mampunya kepolisian mengusut aliran dana yang diterima oleh Jaksa Cirus dan Poltak bisa juga dipengaruhi adanya oknum polisi yang menikmati uang dari Gayus.
“Poin terakhir tadi ialah adanya orang yang menikmati. Menurut saya, mungkin saja lambatnya polisi menangani masalah ini karena adanya oknum di kepolisian yang ikut menikmati aliran dana dari Gayus yang diberikan Jaksa, sehingga polisi merasa susah menangkap Jaksa karena sebelumnya telah menikmati uang suap terlebih dahulu,” katanya.
[RM]