RMOL. Sinyalemen adanya tarik ulur penuntasan kasus dugaan suap Rp 6 miliar kepada Susno Duadji semakin mengemuka. Pasalnya, Johnny Situwanda yang merupakan buron dalam kasus itu, belum ditangkap.
Padahal Markas Besar Polri sudah mengetahui Johnny terakhir berada di Hongkong. Bahkan pria yang berprofesi sebagai pengacara ini ditengarai sedang mengurus perkara kliennya di negeri itu.
Keberadaan Johnny itu dibenarkan kuasa hukumnya Sutedja Sugianto yang dikonfirmasi Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
“Terakhir kontak dengan Pak Johnny, beliau berada di Hongkong untuk mengurusi kliennya. Tapi saya tidak tahu siapa dan apa perkaranya,” katanya.
Setelah itu, Sutedja mengaku tak mengetahui secara persis detail keberadaan kliennya.
Terkait dengan kliennya sebagai buron maupun DPO kepolisian sepenuhnya merupakan hak Mabes Polri. Tapi yang jelas, kliennya selama ini tidak punya niatan untuk melarikan diri.
Tapi kenyataannya, janji Johnny, yang akan memenuhi kewajibannya datang menemui kepolisian pada Juni lalu, hingga saat ini belum jadi kenyataan.
Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komjen Ito Sumardi pun memastikan, upaya jajarannya menciduk tersangka, sampai saat ini masih terus dilakukan.
Bekas Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan ini, tak menepis perburuan jajarannya terhadap Johnny dilakukan di seputar Hongkong dan Vietnam.
Menurut Ito, berdasarkan penjelasan kuasa hukum Johnny, dua negara itu belakangan menjadi lokasi transit tersangka lantaran sedang mengurusi perkara kliennya.
Meski begitu, Ito memastikan, kepolisian tetap berupaya keras membawa yang bersangkutan pulang ke tanah air. “Kalau bisa dipaksa untuk dibawa pulang kita akan lakukan tindakan itu,” tukasnya.
Saat dikonfirmasi mengenai titik terang lokasi persembunyian Johnny selama ini, bekas Kepala Kepolisian Daerah Riau ini, tidak mau membeberkannya, yang jelas koordinasi dengan petugas kepolisian negara-negara sahabat maupun
laison officer dan Interpol menurutnya telah diberikan tembusan surat pemberitahuan berbentuk
red notice. “Dia masuk DPO kami,” tegasnya.
Dijelaskan Ito, serangkaian teknis dalam upaya kepolisian menyeret tersangka ini sudah dilaksanakan Polri bersama-sama instansi terkait. Meski begitu, Ito mengaku, akibat buntut pelarian Johnny membuat penyidikan atas dugaan kasus memberikan gratifikasi ataupun suap Rp 6 miliar pada Komjen Susno Duadji jadi macet.
Ito pun menolak memberi keterangan terkait kemungkinan adanya kasus baru yang akan dijadikan senjata bekas Kabareskrim Susno Duadji. “Tidak, kita fokus ke pengejaran DPO ini dulu,” sergah bekas Direktur Samapta Polri yang mengaku belum bisa menjelaskan sinyalemen keterkaitan Susno dalam kasus Johnny akibat belum mendapatkan klarifikasi dari Johnny secara langsung.
Usut-punya usut, penyidikan yang dimaksudkan Ito ini terkait dengan pengembangan atas laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) seputar aliran dana maupun transaksi keuangan milik Johnny Situwanda, khususnya dalam penanganan kasus tanah di Bandung.
Dalam beberapa kesempatan, Susno tersangka kasus mafia pajak dan penanganan perkara PT Salamah Arowana Lestari (SAL) yang dikonfirmasi terkait aliran dana yang mengalir dari rekening Johnny kepadanya, membantah keras.
Dia memastikan, upaya mencari-cari kesalahan dirinya hingga kini terus dilakukan melalui berbagai cara. “Lolos dari perkara yang satu, akan diincar dengan perkara yang lain demikian seterusnya. Tapi saya akan hadapi semuanya,” tegas kuasa hukum Susno, Maqdir Ismail.
Lebih jauh, Maqdir pun memberi sinyal, dari informasi yang berkembang kliennya akan kembali dihadapkan pada perkara baru. “Kami dengar sekarang ini sedang disiapkan perkara lain,” ujarnya.
Namun Maqdir menolak merinci jenis perkara baru apa lagi yang akan ditimpakan pada bekas Wakil Ketua PPATK itu. “Menurut hemat saya adaorang tertentu yang hendak mencari keuntungan dari perkara baru ini. Perkara baru ini bentuk pembusukan terhadap SD yang mendapat dukungan dari tokoh masyarakat. Kasus baru ini adalah perlawanan Polri terhadap tokoh masyarakat yang tidak percaya bahwa SD bersalah dalam kasus yang dipersangkakan,” paparnya.
Meski demikian, laporan PPATK berbentuk berkas transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana gratifikasi atas nama Johnny Situwanda tampaknya masih dikantonginya maupun pucuk pimpinan Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri secara baik-baik.
Dokumen yang konon berisi data bahwa Johnny pernah menggelontoran uang Rp 6 miliar itu dikirim dalam beberapa transaksi. Salah satu transaksi berjumlah Rp 1,525 miliar dari rekening Johnny di BCA. Ada pula pengiriman dari Bank Mandiri Rp 1,1 miliar dan transferan dari beberapa bank lain.
“Seharusnya Polri Tanggap”
Benny K Harman, Ketua Komisi III DPR
Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menilai, ketidakjelasan keberadaan Johnny Situwanda sampai saat ini dinilai sebagai suatu kecerobohan aparat kepolisian yang menangani kasus dugaan suap Rp 6 miliar kepada Susno Duaji saat menjabat Kapolda Jabar.
“Kita sayangkan kalau Johnny sekarang tidak ketahuan dimana. Padahal, tersangka ini juga berperan sebagai saksi kunci. Seharusnya kepolisian sejak awal tanggap melihat gelagat yang bersangkutan,” kata Ketua Komisi III DPR, Benny Kabur Harman, kemarin.
Benny menduga, kasus Johnny hanya rekayasa semata untuk mencoba menjatuhkan Susno Duadji, karena Polri terkesan tidak berniat untuk menyelesaikannya. “Saya melihat kasus ini sebagai rekayasa dan hanya sebagai bola panas bagi Susno Duadji yang telah membocorkan kejelekan Polri,” tudingnya.
Makanya, lanjut Benny, kalau bukti-bukti dan fakta hukumnya tidak kuat, sebaiknya proses hukumnya dihentikan saja. “Keberadaan Johnny yang tidak jelas. Selain itu kasus ini beredar pasca Susno Duadji mengorek kinerja Polri belakangan ini. Kalau tidak ada buki sebaiknya dihentikan,” ujarnya.
“Kayaknya Sengaja Diambangkan...”
Neta S Pane, Ketua Presidium IPW
Berlarutnya penangkapan tersangka Johnny Situwanda yang berbuntut buronnya pengacara yang punya kantor di Bilangan Jembatan Dua, Jakarta Barat ini ke luar negeri menyiratkan adanya sinyalemen tarik-ulur kepentingan petinggi kepolisian. “Semua kayaknya sengaja diambangkan,” kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane, kemarin.
Neta merinci, pasca Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri menemui Susno di selnya, Rutan Mako Brimob, penanganan kasus yang terkait dengan nama Susno mulai redup.
Namun dia tidak bisa memastikan dalam pertemuan tersebut ada deal atau kesepakatan tertentu mengingat belakangan kepemimpinan Kapolri BHD disorot semua pihak. “Apa dealnya saya belum tahu, tapi saya kira sejak itu semua sudah
cooling down,” tandasnya.
Neta mendesak agar kepolisian benar-benar mampu menunjukkan kesungguhannya dalam menuntaskan kasus ini. Bila memang keberadaan Johnny sudah diketahui, seharusnya segera dibawa ke Indonesia.
“Kita menunggu sejauhmana keseriusan Polri dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran tindak pidana oleh tersangka, apalagi tuduhannya terkait dengan pasal korupsi yang artinya tidak boleh main-main dalam penanganannya,” jelasnya.
Hal senada disampaikan Staf Pengajar Fakultas Ilmu Kepolisian dan Dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Bambang Widodo Umar yang mengatakan, meski untuk membawa pulang Johnny Situwanda sangatlah sulit, tapi keseriusan Polri dalam menindaklanjuti maupun menelusuri keberadaan DPO ini nantinya bisa menjadi tolok ukur dalam menciptakan citra yang baik bagi Polri ke depan.
“Di samping bisa menuntaskan masalah korupsi itu sendiri, kepolisian juga akan mendapat respon positif masyarakat yang selama ini menginginkan Polri tidak pilih bulu dalam menindaklanjuti kasus-kasus yang ada,” ujarnya.
[RM]