Berita

X-Files

Tahu Johnny Praktik di Hongkong Aneh, Polri Nggak Bisa Nangkep

Kabareskrim: Kita Terus Koordinasi Dengan Negara Sahabat
RABU, 25 AGUSTUS 2010 | 03:44 WIB

RMOL. Sinyalemen adanya tarik ulur penuntasan kasus dugaan suap Rp 6 miliar kepada Susno Duadji semakin mengemuka. Pasalnya, Johnny Situwanda yang merupakan buron dalam kasus itu, belum ditangkap.

Padahal Markas Besar Polri sudah mengetahui Johnny ter­akhir berada di Hongkong. Bah­kan pria yang berprofesi sebagai pe­nga­cara ini ditengarai sedang me­ngu­rus perkara kliennya di negeri itu.

Keberadaan Johnny itu dibe­nar­kan kuasa hukumnya Sutedja Sugianto yang dikonfirmasi Rak­yat Merdeka, di Jakarta, kemarin.


“Terakhir kontak dengan Pak Johnny, beliau berada di Hong­kong untuk mengurusi kliennya. Tapi saya tidak tahu siapa dan apa perkaranya,” katanya.

Setelah itu, Sutedja mengaku tak mengetahui secara persis de­tail keberadaan kliennya.

Terkait dengan kliennya seba­gai buron maupun DPO kepo­lisian sepenuhnya merupakan hak Mabes Polri. Tapi yang jelas, klien­nya selama ini tidak punya niatan untuk melarikan diri.

Tapi kenyataannya, janji Johnny, yang akan memenuhi kewa­jiban­nya datang menemui kepolisian pada Juni lalu, hingga saat ini be­lum jadi kenyataan.

Kepala Badan Reserse Kri­mi­nal Mabes Polri, Komjen Ito Sumardi pun memastikan, upaya jaja­rannya menciduk tersangka, sam­pai saat ini masih terus dilakukan.

Bekas Kepala Kepolisian Da­erah Sumatera Selatan ini, tak me­nepis perburuan jajarannya terhadap Johnny dilakukan di seputar Hongkong dan Vietnam.

Menurut Ito, berdasarkan pen­je­lasan kuasa hukum Johnny, dua negara itu belakangan menjadi lo­kasi transit tersangka lantaran se­dang mengurusi perkara kliennya.

Meski begitu, Ito memastikan, kepolisian tetap berupaya keras membawa yang bersangkutan pulang ke tanah air. “Kalau bisa dipaksa untuk dibawa pulang kita akan lakukan tindakan itu,” tukasnya.

Saat dikonfirmasi mengenai titik terang lokasi persembunyian Johnny selama ini, bekas Kepala Kepolisian Daerah Riau ini, tidak mau membeberkannya, yang jelas koordinasi dengan petugas kepolisian negara-negara sahabat maupun laison officer dan Inter­pol menurutnya telah diberikan tembusan surat pemberitahuan berbentuk red notice. “Dia masuk DPO kami,” tegasnya.

Dijelaskan Ito, serangkaian teknis dalam upaya kepolisian menyeret tersangka ini sudah dilaksanakan Polri bersama-sama instansi terkait. Meski begitu, Ito mengaku, akibat buntut pelarian Johnny membuat penyidikan atas dugaan kasus memberikan gra­tifikasi ataupun suap Rp 6 miliar pada Komjen Susno Duadji jadi macet.

Ito pun menolak memberi keterangan terkait kemungkinan adanya kasus baru yang akan dijadikan senjata bekas Kaba­res­krim Susno Duadji. “Tidak, kita fokus ke pengejaran DPO ini dulu,” sergah bekas Direktur Samapta Polri yang mengaku belum bisa menjelaskan sinya­lemen keterkaitan Susno dalam kasus Johnny akibat belum men­dapatkan klarifikasi dari Johnny secara langsung.

Usut-punya usut, penyidikan yang dimaksudkan Ito ini terkait dengan pengembangan atas la­poran Pusat Pelaporan dan Ana­lisis Transaksi Keuangan (PPATK) seputar  aliran dana maupun tran­saksi keuangan milik Johnny Situwanda, khususnya dalam pe­nanganan kasus tanah di Bandung.

Dalam beberapa kesempatan, Susno tersangka kasus mafia pajak dan penanganan perkara PT Salamah Arowana Lestari (SAL) yang dikonfirmasi terkait aliran dana yang mengalir dari rekening Johnny kepadanya, mem­bantah keras.

Dia memastikan, upaya men­cari-cari kesalahan dirinya hing­ga kini terus dilakukan melalui berbagai cara. “Lolos dari perkara yang satu, akan diincar dengan perkara yang lain demikian sete­rusnya. Tapi saya akan hadapi se­muanya,” tegas kuasa hukum Susno, Maqdir Ismail.

Lebih jauh, Maqdir pun mem­beri sinyal, dari informasi yang berkembang kliennya akan kem­bali dihadapkan pada perkara baru. “Kami dengar sekarang ini sedang disiapkan perkara lain,” ujarnya.

Namun Maqdir menolak me­rinci jenis perkara baru apa lagi yang akan ditimpakan pada bekas Wakil Ketua PPATK itu. “Me­nurut hemat saya adaorang ter­tentu yang hendak mencari ke­untungan dari perkara baru ini. Perkara baru ini bentuk pem­bu­sukan terhadap SD yang men­dapat dukungan dari tokoh ma­sya­rakat. Kasus baru ini adalah perlawanan Polri terhadap tokoh masyarakat yang tidak percaya bahwa SD bersalah dalam kasus yang dipersangkakan,” paparnya.

Meski demikian, laporan PPATK berbentuk berkas transaksi ke­uangan yang berindikasi tindak pidana gratifikasi atas nama Johnny Situwanda tampaknya masih di­kan­tonginya maupun pucuk pim­pinan Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri se­cara baik-baik.

Dokumen yang konon berisi data bahwa Johnny pernah meng­gelontoran uang Rp 6 miliar itu dikirim dalam beberapa transaksi. Salah satu transaksi berjumlah Rp 1,525 miliar dari rekening Johnny di BCA. Ada pula pengiriman dari Bank Mandiri Rp 1,1 miliar dan transferan dari beberapa bank lain.

“Seharusnya Polri Tanggap”
Benny K Harman, Ketua Komisi III DPR

Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menilai, ketidakjelasan keberadaan Johnny Situwanda sampai saat ini dinilai sebagai suatu kecerobohan aparat kepolisian yang mena­ngani kasus dugaan suap Rp 6 miliar kepada Susno Duaji saat menjabat Kapolda Jabar.

“Kita sayangkan kalau Johnny sekarang tidak ketahuan dimana. Padahal, tersangka ini juga berperan sebagai saksi kunci. Seharusnya kepolisian sejak awal tanggap melihat gelagat yang bersangkutan,” kata Ketua Komisi III DPR, Benny Kabur Harman, kemarin.

Benny menduga, kasus Johnny hanya rekayasa semata untuk mencoba men­jatuhkan Susno Duadji, karena Polri terkesan tidak berniat untuk menye­lesaikannya. “Saya melihat kasus ini se­bagai reka­yasa dan hanya sebagai bola p­a­nas bagi Sus­no Duadji yang telah mem­bo­corkan ke­je­lekan Polri,” tudingnya.

Makanya, lanjut Benny, kalau bukti-bukti dan fakta hukumnya tidak kuat, sebaiknya proses hukumnya dihentikan saja. “Ke­bera­daan Johnny yang tidak jelas. Selain itu kasus ini beredar pasca Susno Duadji me­ngorek kinerja Polri belakangan ini. Kalau ti­dak ada buki sebaiknya dihentikan,” ujar­nya.

“Kayaknya Sengaja Diambangkan...”
Neta S Pane, Ketua Presidium IPW

Berlarutnya pe­nang­ka­pan tersangka Johnny Situ­wanda yang berbuntut buron­nya pengacara yang punya kan­tor di Bilangan Jembatan Dua, Jakarta Barat ini ke luar negeri menyiratkan adanya sinya­le­men tarik-ulur kepentingan petinggi kepolisian. “Semua kayaknya sengaja diam­bang­kan,” kata Ketua Presidium In­donesia Police Watch, Neta S Pane, kemarin.

Neta merinci, pasca Kapolri Jen­deral Bambang Hendarso Da­nuri menemui Susno di sel­nya, Rutan Mako Brimob, pe­nanganan kasus yang terkait de­ngan nama Susno mulai redup.

Namun dia tidak bisa me­mastikan dalam pertemuan tersebut ada deal atau kese­pakatan tertentu mengingat be­lakangan kepemimpinan Ka­polri BHD disorot semua pi­hak. “Apa dealnya saya belum tahu, tapi saya kira sejak itu semua sudah cooling down,” tandasnya.

Neta mendesak agar kepo­li­sian benar-benar mampu me­nun­jukkan kesungguhannya da­lam menuntaskan kasus ini. Bila memang keberadaan Johnny sudah diketahui, seharusnya segera dibawa ke Indonesia.

“Kita menunggu sejauh­mana keseriusan Polri dalam menin­daklanjuti dugaan pe­langgaran tindak pidana oleh tersangka, apalagi tuduhannya terkait de­ngan pasal korupsi yang artinya tidak boleh main-main dalam penanganannya,” jelasnya.

Hal senada disampaikan Staf Pengajar Fakultas Ilmu Kepo­lisian dan Dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Bam­bang Widodo Umar yang me­nga­takan, meski untuk mem­bawa pulang Johnny Sit­u­wan­da sangatlah  sulit, tapi  kese­riusan Polri dalam menin­dak­lanjuti maupun menelusuri ke­be­radaan DPO ini nantinya bisa menjadi tolok ukur dalam men­ciptakan citra yang baik bagi Pol­ri ke depan.

“Di samping bisa menun­taskan masalah korupsi itu sen­diri, kepolisian juga akan men­dapat respon positif masyarakat yang selama ini menginginkan Polri tidak pilih bulu dalam me­nindaklanjuti kasus-kasus yang ada,” ujarnya.   [RM]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya