RMOL. Kemarin, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengajukan gugatan praperadilan kepada Markas Besar Polri ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) atas penanganan kasus dugaan suap dengan tersangka Gayus Halomoan Tambunan, dan kasus rekening perwira Polri.
Pada kasus dugaan suap Gayus, MAKI menilai penanganan terhadap pihak yang diduga menyuap bekas pegawai pajak itu berlarut-larut. Pengungkapan pendaftaran praperadilan itu disampaikan pendiri MAKI, Supriyadi kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
“Tadi (kemarin-red) siang sekitar pukul 14.00 WIB saya mendaftarkan permohonan praperadilan kasus rekening gendut Polri dan kasus dugaan suap kepada Gayus Tambunan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” katanya.
Dikatakan, kedua berkas permohonan gugatan praperadilan itu diterima panitera pengganti pidana PN Jaksel. “Berkasnya saya serahkan ke Pak Adra salah seorang panitera pengganti pidana Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ada 14 poin, tapi intinya MAKI melihat penanganannya berlarut-larut,” terangnya.
Menurutnya, bila tak ada aral melintang kedua permohonan gugatan praperadilan itu dijadwalkan disidangkan pekan depan. “Biasanya seminggu setelah berkas permohonan diterima, akan disidangkan,” ujarnya.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mengatakan, alasan mempraperadilankan kasus ini karena Polri belum mengusut penyuap Gayus. “Polri belum mengusut tuntas penyuap Gayus,” katanya.
Sedangkan, dalam kasus rekening perwira Polri, menurut Boyamin, pengungkapan kaus tersebut sudah lama tapi sampai saat ini belum jelas penanganannya.
“Masalah rekening gendut itu sudah lama, sejak dari Kapolri-nya Dai Bachtiar, tapi Polri tidak memproses secara hukum baik penyelidikan maupun penyidikan,” ucapnya.
Menanggapi praperadilan MAKI itu, Kepala Badan Reserse Kriminal Komjen Ito Sumardi mempersilakannya, karena upaya hukum itu hak setiap orang maupun lembaga. Tapi yang jelasnya, Polri akan menghadapinya.
”Praperadilan, saya kira itu boleh-boleh saja. Kita akan hadapi karena pada prinsipnya, kita sudah bekerja optimal,” ujarnya.
Dia menambahkan, sejauh ini tuntutan agar kepolisian merespons cepat pengakuan Gayus di persidangan menjadi masukan tersendiri bagi kepolisian, khususnya Bareskrim.
Meski begitu, Ito menegaskan, yang harus dipahami bersama adalah bukan soal lambat atau cepatnya kepolisian menangani perkara, tapi bagaimana kecermatan dalam mendapatkan bukti dan fakta hukum.
“Tiap kasus itu kan beda-beda tingkatan penanganannya. Tidak sama bobotnya, ada yang berat dan ada yang ringan. Dengan begitu, penanganannya juga harus dilakukan hati-hati mulai dari proses pemeriksaan saksi-saksi maupun mengimpun bukti-bukti yang ada,” jelasnya.
Dengan demikian, dalam pandangan Ito, gugatan praperadilan dari MAKI itu dinilai sebagai langkah hukum yang dilakukan oleh pihak yang tidak mengerti tugas dan kewenangan Polri.
“Bisa saja orang itu tidak mengerti masalah hukum. Tidak mengerti tugas dan kewenangan kepolisian dalam mengumpulkan bukti-bukti itu seperti apa,” tegasnya.
Terkait pengakuan Gayus di persidangan yang menerima Rp 5 miliar dari PT Kaltim Prima Coal (KPC) saat menangani perkara perusahaan tesebut, Ito menjelaskan, pihaknya masih menunggu klarifikasi dari penyidik Direktorat Jenderal Pajak.
”Apakah hanya sebatas kasus pelanggaran pajak atau terkait tindak pidana, masih kita dalami bersama-sama dengan penyidik Ditjen Pajak. Sejauh ini juga sudah dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap perusahaan wajib pajak yang kasusnya ditangani Gayus,” jelasnya.
Hanya saja bekas Kapolda Sumatera Selatan ini, enggan menyebutkan satu-persatu pihak yang dimintai keterangan oleh jajarannya. Dia pun memastikan, setiap perkembangan baik yang terkait fakta-fakta persidangan seperti yang ada belakangan ini menjadi masukan bagi tim kepolisian dalam menindaklanjuti perkara ini.
Sementara terkait dengan keterlibatan Roberto Santonius dalam perkara pajak Gayus ini, polisi bersikukuh telah memintai keterangan yang bersangkutan. Namun Kabareskrim tak mau menyebutkan dimana keberadaan yang bersangkutan.
Salah seorang perwira menengah Polri yang pernah tergabung dalam tim independen kasus pajak Gayus menyebutkan, kesaksian Gayus yang menyebut pernah menerima uang Rp 5 miliar dari pembebasan pajak PT KPC sudah diklarifikasi tim independen sebelumnya.
“Gayus waktu itu menyebutkan pernah membantu pembebasan pajak PT KPC pada tahun 2000, 2001, 2002, 2003, dan 2005. Dia bekerja sama dengan Alif Kuncoro,” ungkap si perwira yang enggan disebut namanya.
Bukan hanya itu saja, kata dia, seluruh perusahaan yang kasus pajaknya ditangani Gayus juga sempat ditelusuri jajarannya. Atas hal itu, tim menyimpulkan bahwa aliran dana Rp 28 miliar yang tersimpan di rekening Gayus diperoleh dari wajib pajak yang perkaranya ditangani serta dimenangkan Gayus.
Karenanya, kata si perwira menengah ini, dua atasan Gayus, pengacara, anggota kepolisian, jaksa dan hakim yang diduga bermain dalam kasus pajak ini semuanya dijadikan tersangka oleh tim independen yang belum lama ini dibubarkan.
Dijelaskan, dari data yang ada di kepolisian sederet perusahaan yang telah diperiksa catatan pajaknya itu antara lain, PT Exelcomindo Pratama, PT Bukaka, PT Newmont Nusantara, PT Syun Hyundai, PT Prudential, PT Pertamina Dana Sentitas, PT BUMI, PT Tegas Exporindo Java, PT Kertas Indah Kiat Pulp and Paper, Indocement Tunggal Prakarsa, Kapuas Prima Coa, PT Wijaya Karya, PT Surya Alam Tunggal Sidoarjo dan PT Dowell Anadrill Schlumberger.
Hotma Sitompul kuasa hukum Roberto Santonius, membantah kliennya berstatus buron alias DPO. Hotma mengaku status Roberto saat ini adalah sebagai saksi dalam kasus Gayus. “Dia saksi. Nggak ada tersangka,” tegasnya seraya menambahkan, uang senilai Rp 925 juta yang diberikan kliennya pada Gayus ditujukan sebagai pinjaman. Saat ini menurutnya uang tersebut sudah dikembalikan Gayus.
Sementara pihak Ditjen Pajak menyerahkan semua proses hukum yang terlibat dengan nama Gayus Tambunan kepada pihak kepolisian. “Kasus yang berhubungan dengan Gayus kami serahkan sepenuhnya kepada kepolisian,” kata Direktur Penyuluhan dan Pelayanan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Iqbal Alamsyah.
Menurut Iqbal, pengakuan Gayus yang menerima suap dari PT KPC di PN Jaksel bisa menjadi suatu fakta baru tentang perkembangan dari kasus suap pajak. “Kita mengimbau kepada kepolisian agar terus mengawasi kasus ini,” ujarnya.
Menurutnya, Presiden telah mengimbau kepada seluruh aparatur lembaganya untuk memberantas segala macam praktik suap yang terjadi selama ini. “Kami sudah mempunyai komitmen dengan Presiden, kalau segala macam perbuatan tercela harus diberantas. Disamping itu, Direktorat Jenderal Pajak saat ini sedang melakukan Reformasi Jilid II.
“Kita akan upayakan reformasi jilid II ini, dan menjadikan kantor pajak bersih dari korupsi, suap dan lainnya,” katanya.
“Seharusnya Pemberi Suap Diperiksa...”
Febridiansyah, Koordinator Divisi Hukum ICW
Koordinator Divisi Hukum Indonesian Corruption Watch (ICW) Febridiansyah, mengaku kecewa dengan lambatnya kepolisian menindaklanjuti fakta yang terungkap di persidangan. Dia mempertanyakan kenapa Polri harus menunggu koordinasi dengan jajaran penyidik Ditjen Pajak atau perintah hakim pengadilan untuk menindaklanjuti fakta yang berkembang dalam persidangan.
“Seharusnya penerima dan pemberi suap diperiksa. Apalagi seperti Kaltim Prima Coal yang sudah disebutkan Gayus di persidangan,” katanya, kemarin.
Aktivis hukum ini menilai, bila kepolisian tidak segera merespons fakta dalam persidangan, maka sebaiknya kasus ini dilimpahkan saja ke KPK. Dia menduga, jangan-jangan justru ada rekayasa lain untuk melindungi para pihak yang disebut sebagai pemberi suap. “Polisi harus proaktif menindaklanjuti kasus ini. Atau jangan-jangan polisi tidak berani,” ucapnya.
“Polri Jangan Ragu”
Yadhil Harahap, Anggota Komisi III DPR
Politisi Senayan mendesak Polri menindaklajuti pengakuan Gayus Tambunan yang menerima suap dari PT Kaltim Prima Coal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 3 Agustus lalu.
“Kalau orang sudah ngaku di pengadilan, artinya polri tidak usah ragu-ragu lagi, segera action,” kata anggota Komisi III DPR Yadhil Harahap, kemarin.
Pengakuan Gayus di pengadilan itu, lanjutnya, dapat dijadikan sebuah bukti baru tentang aksi suap menyuap menyangkut masalah pajak di Indonesia. “Ini bukti mutlak, jelas sudah siapa yang menyuap dan disuap. Keduanya harus segera dihukum,” ujarnya.
Politisi PAN ini juga berharap kepada pihak kepolisian jangan selalu mengumbar janji-janji semata kepada masyarakat. Menurutnya, hal tersebut dapat menurunkan citra kepolisian sebagai lembaga penegak hukum.
“Kami tidak ingin suatu lembaga hukum yang hanya memberikan janji-janji semata tanpa ada bukti yang jelas,” katanya.
[RM]