Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, 23 Agustus – 2 November 1949. (Foto: Wikipedia)
PADA 27 Desember 1949, untuk pertama kalinya bangsa Indonesia menggunakan UUD Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai hasil keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 23 Agustus – 2 November 1949 di Den Haag, Belanda. 27 Desember kemudian diperingati sebagai hari Penyerahan Kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada Republik Indonesia (Serikat).
Tentu suatu konsensus yang sangat mahal ditebus oleh bangsa Indonesia yang memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 dan mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 18 Agustus 1945 setelah UUD 1945 disahkan, hanya supaya kedaulatannya diakui oleh eks penjajahnya.
Setelah melalui revolusi fisik sejak datangnya Sekutu yang diboncengi NICA setelah dua minggu kemerdekaan diproklamasikan dan Agresi Militer Belanda I dan II, kedua belah pihak menyepakati untuk berunding sebagai bentuk resolusi konflik.
Simalakama yang terjadi ialah selain Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai dalam menyelesaikan segala persoalan dengan negara lain sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Konstitusinya, sekaligus masuk dalam kancah Proxy War (Perang Asimetris/Non Fisik) yang sudah didesain lama oleh Belanda.
Tidak hanya itu, perundingan ini telah menutup dosa-dosa Belanda pada kejahatan kemanusiaan selama agresi. Bahkan Belanda juga meminta ganti rugi kepada Indonesia selama pendudukan Jepang dan masa perang kemerdekaan. Berikut isi Perjanjian KMB:
1. Indonesia menjadi negara Serikat dengan nama: Republik Indonesia Serikat.
2. RIS dan Kerajaan Belanda merupakan UNI, UNI Indonesia- Belanda itu dikepalai oleh Ratu Kerajaan Belanda.
3. Penyerahan kedaulatan oleh, Belanda kepada Indonesia akan dilakukan selambat-lambatnya pada akhir tahun 1949
3. Semua utang bekas Hindia-Belanda akan dipikul RIS.
4. TNI menjadi inti Tentara RIS dan berangsur-angsur akan mengambil-alih penjagaan keamanan di seluruh wilayah RIS.
5. Kedudukan Irian Barat akan ditentukan selama-Iamanya 1 tahun sesudah penyerahan kedaulatan
Di dalam negeri, perundingan ini juga banyak mendapat penolakan. Salah satunya datang dari tokoh nasional Tan Malaka yang bersama-sama dengan Panglima Besar Jenderal Sudirman menolak rencana perundingan itu dalam perjanjian Roem Royen. Mereka berprinsip lebih baik hancur lebur daripada berunding dengan maling di rumah sendiri.
Tidak hanya itu, SM Kartosuwiryo menggunakan perundingan ini sebagai bentuk yang menyatakan Republik Indonesia sudah tidak ada. Jikalau ada itu hanya negara bagian dari Kerajaan Belanda. Ia pun akhirnya mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) di Tasikmalaya, 7 Agustus 1949.
Hasil KMB itu juga menghidupkan Hindia Belanda, yang menyatakan pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Aturan itu berlanjut pada Konsesi Van Mook dalam Perjanjian Malino tahun 1946 yang mendirikan berbagai negara boneka guna memecah belah persatuan dan kesatuan. Suatu bentuk bom waktu yang ditanam oleh Belanda untuk memecah belah persatuan NKRI.
Kedua peraturan itu semakin kuat kemudian dengan payung hukum UUD RIS yang menjadikan Indonesia sebagai negara federal (Serikat) – Poin Pertama Perjanjian KMB.
Ditolaknya UUD RIS oleh Indonesia pada Mei 1950, menyebabkan ditetapkannya UUDS 50 pada 16 Agustus 1950 dengan prinsip dan semangat yang sama dengan penetapan UUD RIS enam bulan sebelumnya. Artinya, UUDS 50 pun dapat dikatakan sebagai kepanjangan tangan dari UUD RIS yang menggerogoti sendi-sendi NKRI kita. NKRI pun berada di ujung jurang perpecahan dan kehancuran.
Polemik soal hasil KMB itu masih menjadi perdebatan hingga sekarang. Pasca-KMB, dengan diakuinya kedaulatan Indonesia menandakan pula sebagai pengakuan dunia. Alhasil, Indonesia kemudian menjadi anggota PBB pada September 1950.
Namun, di lain sisi ada harga yang sangat mahal ditebus oleh bangsa Indonesia, yakni berubahnya konstitusi dan bentuk negara. Dengan kata lain, bangsa ini sama saja menggadaikan jati dirinya demi sebuah pengakuan kedaulatan.