WAR IS OVER (Happy Xmas) karya John Lennon dan Yoko Ono menceritakan tentang pesan perdamaian yang kuat di tengah ketegangan Perang Vietnam, mengajak semua orang untuk mengakhiri perang jika mereka memang menginginkannya, dan merayakan Natal dengan semangat persatuan, bukan peperangan, menggunakan slogan dari kampanye perdamaian mereka tahun 1969.
Lagu ini adalah respons terhadap Perang Vietnam, menyuarakan kegelisahan Lennon dan Ono terhadap konflik global. Menggunakan slogan "War is Over (If You Want It)" dari kampanye perdamaian mereka sebelumnya, di mana mereka memasang poster di seluruh dunia.
Trump dan Perdamaian
Trump pernah menyatakan bahwa jika ia berhasil mendamaikan Rusia dan Ukraina, atau Israel dan Hamas, hal itu bisa menjadi jalan baginya untuk masuk surga, karena ia merasa perlu berbuat baik untuk "meningkatkan peluangnya".
Pada kesempatan lain, Trump juga mengatakan bahwa ia mungkin tidak akan masuk surga meskipun telah mendamaikan konflik, namun ia bangga telah membuat hidup banyak orang lebih baik.
Survei yang dilakukan Institut Sosiologi Internasional Kyiv (KIIS) pada 26 November-13 Desember terhadap hampir 550 responden dari berbagai kelompok sosial dan usia mencatat, tingkat kepercayaan terhadap NATO kini hanya 34 persen, turun dari 43 persen pada Desember tahun lalu.
Sementara itu, kepercayaan terhadap AS anjlok lebih dalam menjadi 21 persen, dari sebelumnya 41 persen.
"Data ini menunjukkan penurunan signifikan kepercayaan publik terhadap NATO dan Amerika Serikat dibandingkan tahun lalu," demikian pernyataan KIIS dalam rilis hasil surveinya, seperti dikutip Newsweek, Selasa, 16 Desember 2025.
Pelemahan kepercayaan ini terjadi di tengah upaya mediasi pemerintahan AS untuk mengakhiri konflik antara Kyiv dan Moskow.
Washington sejauh ini menolak menerima Ukraina sebagai anggota NATO maupun mengirim pasukan Amerika ke negara tersebut.
Membeli Perdamaian
PM Inggris Harold Macmillan menyatakan bahwa "berbicara lebih baik daripada berperang". Macmillan memahami realitas diplomasi dan aksi militer. John F. Kennedy, Presiden AS, juga memahami nilai saluran diplomatik dan juga kebrutalan politik.
Kedua pemimpin itu, pernah terluka parah sebagai prajurit UK, dalam PD I, juga cedera punggung saat bertugas sebagai Angkatan laut AS tahun 1943.
Dunia harus belajar dari PD I dan PD II. Kedua perang tersebut memakan korban puluhan juta korban.
Oleh sebab itu Perang Rusia dan Ukraina diakhiri dan telah memakan korban dua juta. Dan yang terpenting menghindari terjadinya PD III.
Andrew Mitchell, mantan menteri Kabinet di pemerintahan Inggris, khawatir bahwa kebijaksanaan para pemimpin seperti Kennedy dan Macmillan yang diperoleh dari perang telah memudar dari ingatan tepat ketika hal itu paling dibutuhkan.
“Dunia telah melupakan pelajaran dari Perang Dunia Pertama, ketika jutaan orang dibantai dan generasi kakek kita mengatakan kita tidak boleh membiarkan hal ini terjadi lagi,” ujarnya.
Salah satu aliran teori akademis berpendapat bahwa perang yang menentukan suatu era berulang kira-kira setiap 85 tahun, karena generasi demi generasi melupakan pengalaman yang diperoleh dengan susah payah oleh para pendahulu mereka. Artinya, kita harus mengantisipasi terjadinya perang lagi kapan pun.
Namun, menurut Mitchell, meskipun semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa dunia sedang menuju ke arah yang salah, pemerintah telah melupakan nilai dari “jaw-jaw.”
"Jaw-jaw" berarti obrolan panjang lebar, seringkali sepele atau tidak penting, yang berasal dari kata kerja sehari-hari "to jaw" (berbicara), yang dipopulerkan oleh ungkapan terkenal Winston Churchill, "Jaw-jaw lebih baik daripada perang-perang," yang menekankan negosiasi dan diplomasi daripada konflik.
Erosi naluri diplomatik tidak hanya terlihat dalam retorika, tetapi juga dalam anggaran.
Negara-negara Barat yang terindustrialisasi dengan cepat mengurangi investasi dalam kekuatan lunak–memotong bantuan asing dan menyusutkan jaringan diplomatik–bahkan ketika mereka mengalihkan sumber daya ke pertahanan.
Menjual Perang
Sejak berakhirnya Perang Dingin, belum pernah terjadi lonjakan belanja militer secepat yang terjadi pada tahun 2024, saat itu meningkat 9,4 persen hingga mencapai total global tertinggi yang pernah dicatat oleh Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm.
Sebaliknya, laporan terpisah dari Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang berbasis di Paris menemukan penurunan bantuan pembangunan resmi sebesar 9 persen pada tahun yang sama di antara negara-negara donor terkaya di dunia. OECD memperkirakan penurunan setidaknya 9 persen lagi dan berpotensi hingga 17 persen tahun ini.
"Untuk pertama kalinya dalam hampir 30 tahun, Prancis, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat memangkas Deplu mereka pada tahun 2024," kata OECD dalam studinya.
"Jika mereka melanjutkan pemangkasan yang diumumkan pada tahun 2025, ini akan menjadi pertama kalinya dalam sejarah keempat negara tersebut memangkas Deplu secara bersamaan selama dua tahun berturut-turut."
Korps diplomatik juga menyusut, dengan Presiden AS Donald Trump memberi isyarat dengan memangkas pekerjaan di Departemen Luar Negeri AS.
Angka global sulit diperoleh, dan cepat sekali kedaluwarsa; salah satu survei terlengkap didasarkan pada data tahun 2023. Namun, otoritas di Belanda, Inggris, dan kantor pusat Uni Eropa termasuk di antara mereka yang telah memperingatkan bahwa staf diplomatik mereka akan menghadapi pemangkasan staf.
Para analis mengkhawatirkan bahwa ketika negara-negara ekonomi industri mengabaikan bantuan dan diplomasi untuk membangun kekuatan militer mereka, negara-negara yang bermusuhan dan tidak dapat diandalkan seperti Rusia, Tiongkok, dan Turki akan turun tangan untuk mengisi kekosongan dalam jaringan pengaruh ini, mengubah negara-negara yang dulunya bersahabat di Afrika dan Asia melawan Barat.
Dan itu, mereka memperingatkan, berisiko membuat dunia menjadi tempat yang jauh lebih berbahaya.
Jika prioritas geopolitik pemerintah beroperasi seperti pasar, trennya jelas. "Banyak pemimpin telah memutuskan sudah waktunya untuk menjual perdamaian dan membeli perang."
War not Over!
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menanggapi tuntutan terbaru Vladimir Putin terhadap Ukraina setelah konferensi pers maraton presiden Rusia tersebut, dengan mengatakan bahwa perdamaian bergantung pada apa yang kedua belah pihak bersedia sepakati–bukan retorika.
Rubio menekankan bahwa AS tidak akan memaksakan kesepakatan, menolak negosiasi di depan umum, dan mengatakan bahwa hanya Washington yang dapat melibatkan Kyiv dan Moskow untuk menguji apakah perdamaian mungkin terjadi.
Rubio Menanggapi Tuntutan Perdamaian Putin, Mengatakan Hanya AS yang Dapat Menjembatani Perundingan Ukraina.
“Kata-kata vs Tindakan.” Rubio Meragukan Klaim Perdamaian Ukraina oleh Putin Setelah Konferensi Pers di Moskow.
Menjual Perdamaian Amerika, sebagai mediator perang Rusia vs Ukraina, masih tertunda. Rusia dan Ukraina, nampaknya belum bersepakat untuk menari Tango.
Dunia selalu menjelaskan mudah untuk memulai perang, namun sangat sulit untuk mengakhirinya. War not Over. Perang belum berakhir dan perdamaian lanjut tertunda. Posisi Rusia di atas angin untuk menolak perdamaian.
*Penulis adalah Eksponen Gema 77/78