Para narasumber dan penyelenggara diskusi ‘HAM untuk siapa? Menyoal Ketidakadilan dalam Implementasi Nilai Universal’ di Jakarta. (Foto: Universitas Trisakti)
Dalam rangka memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM), Universitas Trisakti menggelar diskusi dengan tema ‘HAM untuk siapa? Menyoal Ketidakadilan dalam Implementasi Nilai Universal’ di Jakarta beberapa waktu lalu.
Bertindak sebagai pembicara, di antaranya Dosen FH Trisakti Dr. Andrey Sujatmoko dan pengamat politik Rocky Gerung.
Dr. Andrey menjelaskan isu yang paling fundamental salah satunya adalah kasus Trisakti yang sudah dua dekade belum juga terselesaikan.
Ia juga mengupas bagaimana isu HAM di Indonesia sejak beberapa dekade tidak juga mencapai titik terang di mana para pelaku atau otak dibalik pelanggaran HAM di meja hijaukan.
"Apakah benar isu HAM merupakan isu nasional, namun kenapa sampai sekarang negara masih belum serius menanganinya," ucap Andrey dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Sabtu, 13 Desember 2025.
Lebih lanjut, ia membeberkan dua hal berbeda dalam melihat dan menyikapi pelanggaran HAM. Pertama dalam sisi teori dan kedua adalah dunia nyata yang menyangkut agama, ras, suku dan lainnya.
"Penegakkan hukum menjadi kunci bagaimana menegakkan hak asasi manusia di Indonesia. Bagaimana melalui kekuatan hukum kemudian hak asasi manusia ditegakkan, " tegas Andre.
“Negara memiliki tugas tiga hal yaitu melindungi, menghormati dan memenuhi hak asasi manusia,” tandasnya.
Sementara pengamat politik Rocky Gerung menyatakan selama pelanggaran HAM tidak diselesaikan, maka akan berpotensi menambah kasus-kasus baru.
"Pemimpin yang kita pilih bukan melihat apakah mereka mau menyelesaikan masalah HAM, sehingga ini hanya akan menambah penjahat baru, " ucap Rocky.
"Orang papua marah karena merasa hak asasi manusia mereka dirampas oleh pusat. Di mana NKRI harga mati. Harta kekayaan mereka diambil pusat dan hanya sekitar 20 persen saja yang mereka nikmati, 80 persen diambil pusat. Terbelah hanya karena rasa keadilan yang tidak berlaku sama di semua daerah. Kalau NKRI dipakai untuk harga mati maka sejarah bisa ditulis ulang," tambahnya.
Di akhir diskusi, Presiden Mahasiswa Trisakti Dhenni Ribowo bersama wakil Presiden Mahasiswa Trisakti Muhammad Adryansyah Putra menjelaskan bahwa diskusi ini digelar sebagai salah satu wujud memperjuangkan HAM Indonesia.
"Kami masih melihat banyak yang seakan menutup telinga atau impunitas di mana-mana, bahkan hampir semua pelanggaran HAM yang konteksnya kecenderungan terlibat kekuasaan maka kemudian kasus pelanggaran HAM ini akan hampa begitu saja, tidak ada follow up dari pemerintah atau pihak aph yang mencoba untuk menunjukkan itikad baiknya untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut, " kata Dhenni.