Ilustrasi. (Foto: Dokumentasi RMOL)
Aliansi Mahasiswa Melawan Korupsi meminta Kejaksaan Agung untuk mengusut dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan lingkar Pulau Wokam, yang terletak di Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku.
Proyek yang menelan anggaran sebesar Rp36,7 miliar dari dana alokasi khusus (DAK) tahun 2018, hingga kini terbengkalai dan tidak dapat dimanfaatkan, meskipun anggaran telah dicairkan sepenuhnya.
“Kami berharap kasus lingkar Pulau Wokam yang tidak kunjung usut tuntas dengan keterlibatan Timotius Kaidel selaku orang nomor satu di Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku harus ditindak tegas sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Kami harap Kejaksaan Agung RI dapat mengedepankan supremasi hukum sebagai bagian dari aparatur penegak hukum,” ucap Koordinator Aliansi Mahasiswa Melawan Korupsi, Hasan dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Kamis malam, 27 November 2025.
Mereka lantas meminta Kejagung untuk turut mengawal proses penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Timotius Kaidel Selaku Kontraktor pada proyek pembangunan Lingkar Pulau Wokam dengan Dana Alokasi Khusus sebesar Rp36,7 miliar.
“Kami juga Meminta Kejagung mendesak Kejati Maluku untuk segera menetapkan Timotius Kaidel sebagai tersangka dalam kasus jalan lingkar Pulau Wokam yang diperkirakan merugikan keuangan negara sebesar Rp11 miliar,” tegasnya.
Pihaknya juga mengecam keras para penyidik atau jaksa yang tidak tegas mengusut tuntas perkara jalan lingkar Pulau Wokam.
‘Semoga kasus ini segera diusut tuntas dan kami siap menjadi rekan juang aparatur penegak hukum untuk memberantas kejahatan korupsi,” tandasnya.
Proyek ini dikerjakan dulunya oleh Timotius Kaidel yang sekarang menjabat sebagai Bupati Kabupaten Kepulauan Aru Periode 2025-2030 dengan menggunakan Perusahaan PT. Purna Dharma Perdana (PDP) yang beralamat di Kota Bandung, Jawa Barat.
Padahal perusahaan tersebut di blacklist (sanksi daftar hitam) oleh Provinsi Jawa Barat pada periode 2014-2016. Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Maluku, Ardy, mengonfirmasi bahwa penanganan kasus ini telah naik status dari penyelidikan ke penyidikan.
Kendati demikian hingga saat ini belum ada penetapan tersangka. Hal ini menimbulkan tanda tanya bersama sejauh mana upaya penyidik untuk menemukan bukti-bukti guna membuat terang perkara tersebut.
Padahal sudah sangat jelas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Maluku, diketahui proyek tersebut berimplikasi atas adanya kerugian negara sebesar Rp11 miliar.
Jalan yang seharusnya dikerjakan sepanjang 35 kilometer dengan anggaran Rp36,7 miliar, hanya terealisasi sepanjang 15 kilometer, sementara 20 kilometer lainnya belum selesai dikerjakan, padahal anggarannya telah dicairkan 100 persen. Kondisi demikian jelas menunjukan mangkraknya pembangunan jalan (overdue). Oleh karena itu penyidik diharapkan mampu mengusut tuntas perkara tersebut.
Kerugian yang dialami oleh negara adalah sebuah kejahatan tindak pidana korupsi sebagaimana pertimbangan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.