Berita

Kepala Divisi Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), Adi Sucipto (kanan). (Foto: RMOL/Alifia Dwi Ramandhita)

Bisnis

Belasan Pabrik Kakao Gulung Tikar Gegara Krisis Bahan Baku

SENIN, 24 NOVEMBER 2025 | 15:45 WIB | LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA

Sebanyak 20 pabrik pengolahan kakao di Indonesia dilaporkan berhenti beroperasi, imbas krisis pasokan bahan baku. Hal tersebut terjadi di tengah lonjakan harga biji kakao dunia memukul industri cokelat nasional.

Kepala Divisi Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), Adi Sucipto mengungkapkan berdasarkan data Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, saat ini hanya ada 11 pabrik yang masih berproduksi.

“Jika up date terbaru dari Dirjen Industri Agro per Oktober tutup 9 berarti sejak akhir tahun 2024 sampai dengan saat ini sudah 9 pabrik lagi yang tutup. Awalnya 31, dan jika tersisa 11 maka total yang tutup ada 20,” kata Adi kepada RMOL usai Press Tour Kontribusi Kakao untuk APBN dan Perekonomian di Bali, pada Senin, 24 November 2025.


“Artinya secara garis besar 2/3 dari pabrik pengolahan kakao mengalami tutup operasi,” tambahnya.

Padahal, lanjut Adi, Indonesia dulunya merupakan salah satu pemasok kakao utama dan tidak bergantung pada bahan baku impor. Namun kini situasinya berbalik.

“Nah sekarang harus impor, makanya cost of produksinya dia terlampaui,” kata Adi.

Adi menjelaskan, kakao lokal Indonesia cenderung memiliki karakter rasa pahit, sementara preferensi pasar kini lebih condong pada light cacao, atau jenis kakao bercita rasa lebih manis.

“Sementara yang dikonsumsi light kakao. Jadi orang itu seringnya manis. Jadi kalau kita cenderungnya kayak kopi,” jelasnya.

Kendati demikian, Adi menyebut bahwa produsen cokelat artisan di dalam negeri masih bertahan. Namun mayoritas tetap mengandalkan bahan baku impor.

Diketahui, harga biji kakao dunia melonjak tajam dalam dua tahun terakhir. Pada 2023, harganya masih sekitar 2.500 dolar AS per ton. Harga kemudian sempat menyentuh 13.000 dolar AS per ton, sebelum kini berada di kisaran 5.074-6.000 dolar AS per ton hingga November 2025.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya