Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Reni Astuti, menyampaikan pandangan fraksi PKS. (Foto: Humas PKS)
Fraksi PKS DPR RI berkomitmen memperkuat koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional dalam penyampaian pendapat terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Reni Astuti menekankan landasan konstitusional koperasi sebagai pilar ekonomi rakyat.
“Koperasi harus diberikan ruang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang sehingga mampu menjadi kuat, sehat, mandiri, dan tangguh sebagai pilar perekonomian bangsa,” ujarnya lewat keterangan resminya, Rabu, 19 November 2025.
Ia menjelaskan bahwa perubahan regulasi perkoperasian menjadi penting karena Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992?"meski sudah beberapa kali mengalami revisi namun belum sepenuhnya mampu menjawab kebutuhan hukum, dinamika ekonomi digital, serta upaya menjadikan koperasi sebagai sokoguru perekonomian.
Reni juga menyoroti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 yang membatalkan UU 17/2012 karena bertentangan dengan prinsip kekeluargaan dalam Pasal 33 UUD 1945. Menurutnya, hal ini menegaskan kembali pentingnya merancang regulasi yang tidak bergeser ke arah orientasi korporatis.
“Kami memandang perlunya pengaturan baru yang mampu memadukan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi, agar koperasi menjadi pelaku utama dalam perekonomian nasional,” kata Reni.
Fraksi PKS juga menekankan bahwa perbaikan tata kelola koperasi harus menjadi prioritas. Prinsip transparansi, akuntabilitas, keadilan, serta perlindungan terhadap anggota harus menjadi fondasi utama untuk menciptakan ekosistem koperasi yang sehat.
“Kami mendukung penuh RUU Perkoperasian demi menciptakan tata kelola organisasi koperasi yang lebih baik dengan mengedepankan transparansi, adil, dan menyejahterakan anggotanya,” tegasnya.
Salah satu isu yang menjadi perhatian khusus PKS adalah penguatan regulasi terkait Koperasi Syariah. Reni menilai Koperasi Syariah memiliki potensi signifikan dalam pembangunan ekonomi umat dan ekonomi nasional.
Ia mengapresiasi masuknya beberapa pasal mengenai kewajiban Dewan Pengawas Syariah (DPS), fungsi sosial koperasi seperti baitul mal, hingga ketentuan mengenai pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan wakaf dalam RUU ini.
“Walaupun pengaturannya masih minimalis dari yang kami harapkan, langkah ini sudah baik untuk memberikan kepastian hukum serta mendorong perkembangan Koperasi Syariah di Indonesia,” ungkapnya.
Selain itu, PKS menilai bahwa meningkatnya kasus penggelapan dana dan pencurian data anggota koperasi menuntut hadirnya regulasi yang kuat dalam perlindungan konsumen koperasi simpan pinjam.
Reni menegaskan bahwa prinsip keamanan data, perlakuan adil, edukasi literasi keuangan, hingga tanggung jawab pengurus atas kerugian anggota harus dimasukkan jelas dalam regulasi. Langkah ini dinilai penting untuk memulihkan dan meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap koperasi.
“Kami ingin memastikan jati diri koperasi tidak dirusak oleh oknum yang memanfaatkan kemudahan perizinan untuk menjalankan praktik rentenir di bawah nama koperasi,” tegasnya.