Ilustrasi. (Foto: RMOL/Alifia Dwi)
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 masih jauh dari harapan pemerintah yang menargetkan kisaran 6–8 persen hingga 2029.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin (Unhas) sekaligus mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI, Muhammad Syarkawi Rauf, menyebut sejumlah lembaga internasional memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan hanya akan berkisar di angka 4,8-5,2 persen.
OECD dan IMF, misalnya, sama-sama memproyeksikan pertumbuhan 4,9 persen pada 2025. Sementara Bank Indonesia (BI) memperkirakan dalam rentang 4,6-5,4 persen, dan pemerintah menargetkan 5,2 persen dalam APBN 2025.
“Angka ini jelas jauh dari mimpi pemerintah untuk tumbuh 6-8 persen,” kata Syarkawi dalam keterangan resmi pada Kamis, 13 November 2025.
Jika melihat data pertumbuhan ekonomi kuartalan, tren stagnan, kata Syarkawi terlihat jelas. Pertumbuhan kuartal I 2025 hanya mencapai 4,87 persen, naik menjadi 5,12 persen pada kuartal II, namun kembali melambat ke 5,04 persen di kuartal III. Pelambatan ini disebabkan menurunnya laju investasi dari 6,99 persen menjadi 5,04 persen.
“Proporsi investasi terhadap PDB hanya 31,48 persen dengan ICOR (Incremental Capital Output Ratio) sebesar 6,245. Itu sebabnya pertumbuhan kita hanya 5,04 persen,” ujarnya.
Syarkawi menjelaskan, angka ICOR rasio antara tambahan investasi dengan tambahan output menunjukkan tingkat efisiensi ekonomi suatu negara. Semakin rendah ICOR, semakin efisien penggunaan modal dalam menghasilkan pertumbuhan ekonomi.
“Stagnasi pertumbuhan ekonomi nasional di sekitar angka 5,0 persen disebabkan oleh tingginya inefisiensi perekonomian nasional. Hal ini tercermin pada angka ICOR tahun 2025 yang diperkirakan sebesar 6,245,” tuturnya.
Ia juga membandingkan ICOR Indonesia yang masih tinggi dari negara lain, seperti Vietnam 4,6, Thailand 4,4, Malaysia 4,5, dan India 4,5. Menurutnya, dengan ICOR setinggi itu, Indonesia butuh investasi hampir 50 persen dari PDB hanya untuk mencapai pertumbuhan 8 persen.
“Dengan angka ICOR sebesar 6,245 dan persentase investasi terhadap GDP sekitar 31-32 persen, maka pertumbuhan ekonomi tahun 2025 hanya akan berada pada rentang antara 4,96-5,12 persen,” tambahnya.
Sementara India, dengan ICOR 4,5, bisa tumbuh hampir 7 persen dengan investasi 31 persen dari PDB. Untuk memperbaiki situasi ini, Syarkawi menekankan pentingnya reformasi struktural.
“Langkah paling penting adalah mendorong efisiensi dan mengurangi kebocoran ekonomi. ICOR harus turun dari 6,245 menjadi 5-6 dalam lima tahun ke depan,” tuturnya.