Ilustrasi. (Foto: Dokumentasi KCIC)
Pernyataan Presiden yang siap mencicil utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Rp1,2 triliun per tahun menggunakan APBN patut dicermati secara serius oleh DPR.
Menurut Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PKS Mulyanto, langkah tersebut patut dihargai karena mencerminkan semangat tanggung jawab Pemerintah terhadap proyek strategis nasional.
Namun, mekanisme pembiayaan utang negara seperti ini mestilah dilakukan sesuai dengan koridor konstitusi yang berlaku.
“Secara prinsip, setiap kewajiban pembayaran utang luar negeri yang melibatkan jaminan negara mestilah mendapat persetujuan DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UUD 1945 dan UU Keuangan Negara,” kata Mulyanto dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Kamis, 6 November 2025.
"Ini kan aturan main konstitusi kita terkait dengan kedaulatan anggaran negara, yang berada di tangan rakyat. Tentu prosedur ini tidak boleh diabaikan begitu saja," tambahnya.
Apalagi sejak awal pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung ini sangat kontroversial, sebagai proyek mercusuar yang dibiayai utang. Ditengarai manfaatnya tidak sebanding dengan beban rakyat.
Mulyanto menambahkan, Pemerintah harus hati-hati dan tidak boleh mengulangi kesalahan masa lalu seperti proyek ini.
“Sebelumnya dengan alasan disiplin fiskal, Menteri Keuangan juga telah menolak membayar utang proyek ini dengan uang rakyat,” jelasnya.
Karena itu, lanjut Mulyanto, DPR harus minta penjelasan resmi dari Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN terkait soal ini.
“Selain itu, penting didorong, audit kinerja dan risiko fiskal proyek KCJB oleh BPK RI, agar persoalan ini semakin terang-benderang,” imbuhnya.
"Pemerintah penting untuk bertanggung jawab, tetapi kedaulatan anggaran tetap di tangan rakyat melalui DPR. Inilah batas konstitusional yang tidak boleh dilanggar, agar disiplin fiskal dan keadilan antar generasi tetap mesti dijaga," tandas Mulyanto.