PM Kanada, Mark Carney dan Presiden AS Donald Trump (Foto: Reuters)
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Perdana Menteri Kanada Mark Carney kembali menjadi sorotan setelah muncul kontroversi soal iklan anti-tarif yang menggunakan kutipan mantan Presiden Ronald Reagan.
Iklan tersebut memicu ketegangan diplomatik hingga Trump menangguhkan pembicaraan dagang dengan Kanada.
Perdana Menteri Carney mengaku telah meminta maaf secara langsung kepada Presiden Trump atas penayangan iklan itu.
“Saya sudah meminta maaf kepada Presiden,” kata Carney kepada wartawan di sela-sela KTT APEC di Korea Selatan, seperti dikutip dari
BBC, Minggu, 2 November 2025.
Iklan yang dibiayai oleh pemerintah provinsi Ontario itu menampilkan potongan pidato Reagan tahun 1987 yang menentang kebijakan tarif.
Dalam pidatonya, Reagan menekankan bahwa hambatan perdagangan semacam ini merugikan setiap pekerja dan konsumen Amerika.
Carney menegaskan bahwa penayangan iklan tersebut bukan keputusan yang ia setujui.
“Itu bukan sesuatu yang akan saya lakukan. Presiden Trump merasa tersinggung, dan saya memahami alasannya,” ujarnya.
Menurutnya, Perdana Menteri Ontario Doug Ford sempat menunjukkan cuplikan iklan itu sebelum ditayangkan, dan Carney telah menasihatinya untuk tidak melanjutkan.
Meski begitu, Ford tetap menayangkan iklan tersebut saat dua pertandingan pertama World Series antara Toronto Blue Jays dan Los Angeles Dodgers berlangsung.
Ia bahkan mengklaim bahwa iklan itu telah ditonton lebih dari satu miliar kali dan mendapat perhatian hingga ke Inggris dan India.
Akibat iklan tersebut, sempat terjadi pertengkaran keras antara utusan Amerika Serikat Pete Hoekstra dan perwakilan perdagangan Ontario, David Paterson. Ford menyebut komentar Hoekstra sangat tidak pantas dan menuntut agar ia meminta maaf.
Sementara itu, Trump menilai tindakan Carney tetap tidak tepat meski sudah ada permintaan maaf.
“Kami punya hubungan yang sangat baik, tapi apa yang dia lakukan itu salah,” kata Trump pada Jumat, 31 Oktober 2025.
Presiden AS itu juga menuduh Kanada berupaya memengaruhi kasus di Mahkamah Agung AS yang sedang meninjau legalitas kebijakan tarifnya terhadap puluhan negara, termasuk Kanada.