Berita

Ilustrasi. (Foto: artificial intelligence)

Publika

Copytrade Tanpa Repot

MINGGU, 26 OKTOBER 2025 | 04:50 WIB | OLEH: AHMADIE THAHA

BEBERAPA hari lalu, sebuah pesan masuk di WhatsApp saya -sapaan ramah yang seperti datang dari malaikat penolong dunia finansial. “Assalamualaikum pak, salam kenal, saya Rusdi Arisan dari PT Asta Tenggi Berjangka.”

Wah, lengkap nama dan perusahaannya, yang sebagian hurufnya sengaja saya ubah. Ungkapannya formal, sopan, seperti undangan seminar motivasi. Saya balas santai, sekadar memenuhi kewajiban dan menjaga adab digital: “Wassalam wrwb.” 

Lalu datanglah pertanyaan inti darinya: “Sebelumnya, apakah bapak punya ketertarikan pada trading?” Tidak bertele-tele, langsung ke jantung. Saya jawab jujur: “Tidak punya.” Tapi seperti marketing sejati, dia tak menyerah. 


Dengan penuh semangat, ia lanjut: “Bolehkah, saya minta waktu, mau jelaskan tentang trading.” Saya diam. Mungkin ia berpikir saya sedang menimbang-nimbang antara “jadi trader sukses” atau “tetap ngurus pesantren.”

Beberapa saat berlalu. Pesan berikutnya datang lagi, seperti jamaah tabligh yang istiqamah mengetuk pintu iman: “Gimana pak kabarnya, sehat?” Berikutnya lagi: “Oh baik pak, di sini saya trading pakai sistem copytrade, jadi tidak mengganggu kesibukan bapak yang lainnya.”

Nah, kalimat itulah yang membuat saya tertegun. “Tidak mengganggu kesibukan,” katanya. Seolah-olah uang akan bekerja sendiri, sementara saya cukup duduk di serambi pesantren sambil menunggu notifikasi “profit 20% minggu ini”.

Masalahnya, dunia tak sesederhana brosur promosi. Copytrade, meski terdengar seperti inovasi ajaib zaman digital, pada dasarnya hanyalah sistem copy alias menyalin transaksi dari “trader utama” -yang entah siapa, dengan rekam jejak entah bagaimana. 

Gampangnya, copytrade itu, akun kita meniru akun mereka. Kalau mereka beli, kita beli; kalau mereka rugi, ya ikut rugi — tapi dengan gaya berjamaah.

Dalam teori ekonomi perilaku, model ini menarik karena menimbulkan ilusi kendali: kita merasa sedang “berinvestasi cerdas” padahal hanya menyalin keputusan orang lain tanpa tahu logika di baliknya.

Beberapa penelitian — misalnya yang dilakukan oleh Barber & Odean (2001) tentang perilaku investor ritel — menunjukkan bahwa kebanyakan investor justru kehilangan uang bukan karena sistemnya salah, tapi karena mereka percaya terlalu cepat pada yang tampak mudah.

Lihatlah kisah nyata. Tahun 2020, ribuan investor di Asia Tenggara terjebak dalam copytrade platform berbasis kripto yang akhirnya ambruk karena master trader-nya lenyap seperti jin ifrit sehabis azan subuh.

Di Indonesia, OJK sudah berkali-kali menegaskan bahwa banyak broker mengaku berjangka tapi tidak terdaftar. Ironisnya, mereka sering memakai label “PT” dan berbicara dengan sopan -seolah kesopanan menggantikan izin hukum.

Saya pernah bertemu seseorang yang benar-benar mencoba copytrade. Awalnya, modal 10 juta berubah jadi 13 juta dalam dua minggu -cukup untuk membuatnya percaya diri seperti Warren Buffett versi warkop. 

Tapi minggu ketiga, pasarnya “reversal”, dan modal itu tinggal separuh. Ia bilang, “Untung saya belum ajak teman-teman.” Nah, "untung-nya" itu pun tinggal kata yang diucap untuk menghindari rasa bersalah.


Memang ada juga yang sukses, tapi biasanya mereka bukan investor pasif. Mereka "belajar", memahami risk management, tahu kapan keluar, dan tidak tergoda oleh narasi “tidak perlu repot”.

Justru kalau ada yang bilang “tidak mengganggu kesibukan,” itulah saatnya Anda sebaiknya justru terganggu oleh pikirannya.

Trading yang tak mengganggu itu seperti diet yang tak membatasi makan -terdengar nyaman, tapi mustahil menghasilkan apa-apa selain lemak kekecewaan.

Saya hormati niat baik Mas Rusdi. Tapi saya lebih memilih kesibukan yang nyata: mendidik santri, menulis, dan mengurus pondok -hal-hal yang mungkin tak memberi profit harian, tapi memberi pahala abadi.

Karena dalam hidup ini, bukan soal siapa yang paling cepat menggandakan uang, tapi siapa yang paling mampu menjaga akal sehat di tengah gempuran janji manis digital.

Akhirnya saya sadar, ada dua jenis “copy” di dunia ini: yang satu copy-paste trading, yang lain copy-paste kesalahan orang sebelumnya. Saya memilih tidak ikut keduanya.


Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Usut Tuntas Bandara Ilegal di Morowali yang Beroperasi Sejak Era Jokowi

Senin, 24 November 2025 | 17:20

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

UPDATE

Duka Banjir di Sumatera Bercampur Amarah

Jumat, 05 Desember 2025 | 06:04

DKI Rumuskan UMP 2026 Berkeadilan

Jumat, 05 Desember 2025 | 06:00

PIER Proyeksikan Ekonomi RI Lebih Kuat pada 2026

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:33

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

Kemenhut Cek Kayu Gelondongan Banjir Sumatera Pakai AIKO

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:00

Pemulihan UMKM Terdampak Bencana segera Diputuskan

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:35

Kaji Ulang Status 1.038 Pelaku Demo Ricuh Agustus

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:28

Update Korban Banjir Sumatera: 836 Orang Meninggal, 509 Orang Hilang

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:03

KPK Pansos dalam Prahara PBNU

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:17

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Selengkapnya