Konsultan Komunikasi Strategis, AM Putut Prabantoro dalam acara Penyamaan Persepsi Dewan Penguji dan Pembimbing Tugas Akhir Manuskrip Pasis Akpol 57/Batalyon Adhi Wiratama, di Auditorium Paramartha Akpol, Semarang, Jawa Tengah pada Senin, 20 Oktober 2025 (Foto: Dok. Akpol)
Kepercayaan masyarakat terhadap Polri hanya datang bila Tri Brata dan Catur Prasetya dilaksanakan tanpa tawar-menawar. Hal tersebut dipaparkan dalam “Redefining dan Manajemen Media“ yang diselenggarakan oleh Konsultan Komunikasi Strategis AM Putut Prabantoro.
Dalam acara bertajuk Penyamaan Persepsi Dewan Penguji dan Pembimbing Tugas Akhir Manuskrip Pasis Akpol 57/Batalyon Adhi Wiratama itu, di Auditorium Paramartha Akpol, Semarang, Jawa Tengah, itu dijelaskan bahwa kebenaran akan mewujudkan kepercayaan, kepercayaan akan menghasilkan citra dan berujung pada apresiasi masyarakat terhadap polisi. Sementara, seragam, asesories, simbol kepolisian, perilaku aparat, wewenang dan kekuasaan, kepastian dan penegakan hukum, kinerja polisi serta komitmen dan slogan, menurut Putut, merupakan faktor penentu dari mana kepercayaan itu berasal.
“Namun hati-hati seragam, perilaku aparat dan lain-lainnya itu merupakan kekuatan tetapi sekaligus sumber masalah,” kata Putut, dalam keterangan resmi yang diterima redaksi di Jakarta, Selasa, 21 Oktober 2025.
Melihat dinamika kepercayaan masyarakat terhadap Polri, menurut Putut Prabantoro, institusi ini perlu melakukan Redefining dalam manajemen media mengingat pada saat ini komunikasi tidaklah mudah karena begitu banyak kanal yang digunakan. Kesulitan komunikasi bertambah karena masing-masing kanal memiliki generasi sendiri dan memerlukan cara komunikasi, konten dan konteks yang berbeda dalam penyajiannya.
”Yang paling penting apapun bentuknya, sebuah media memerlukan reader, follower, subscriber. Sebaik apapun sebuah tulisan ataupun video jika tidak dibaca atau dilihat dan tidak memiliki dampak, tidak ada gunanya. Reader, follower dan subscriber adalah netizen cerdas yang mampu menghadirkan informasi sesuai kebutuhannya. Netizen ini yang menentukan bahwa sebuah informasi adalah sampah atau tidak berdasarkan persepsi, interpretasi dan perspektifnya,” terang Putut Prabantoro.
Terkait bagaimana sebuah berita menjadi trending topic, Putut melihat hal itu dipengaruhi oleh isu yang diangkat. Menurutnya, berita boleh sama, yang membedakan adalah isu dan bentuk penyajian yang oleh Putut disebut dengan istilah bahasa. Sedangkan isu akan dikemas dengan judul yang memancing persepsi dan interpretasi dari perspektif orang yang melihat atau membacanya.
“Polri memiliki semuanya, SDM, jaringan, teknologi, hingga finansial. Itu semua modal untuk membuat konten sesuai konteks, dan terakhir dikomunikasikan lewat medsos yang ada seperti Youtube, Facebook, Instagram, TikTok, Podcast, dan sebagainya, semuanya untuk menciptakan tone positif Polri,” tutup Putut Prabantoro.