Berita

Pelantikan Wakil Menteri, Gubernur Papua, Kepala Badan, dan Komite baru di Istana, Negara, Jakarta, Rabu, 8 Oktober 2025 (Foto: RMOL/Hani Fatunnisa)

Publika

Jabatan Wakil Menteri dan Etika Efisiensi Negara

KAMIS, 09 OKTOBER 2025 | 13:49 WIB

PRESIDEN Prabowo Subianto baru saja menambah wakil menteri baru dalam jajaran kabinetnya. Salah satunya Komjen Polisi Akhmad Wiyagus dilantik sebagai Wakil Menteri Dalam Negeri, Rabu 8 Oktober 2025.

Pengangkatan tiga Wakil Menteri Dalam Negeri tersebut kembali menimbulkan pertanyaan publik: seberapa mendesakkah jabatan tersebut dalam konteks efisiensi birokrasi dan penghematan anggaran negara?

Secara administratif, argumentasi beban kerja yang tinggi di Kementerian Dalam Negeri bisa dipahami. Urusan pemerintahan daerah, kependudukan, hingga stabilitas politik dalam negeri memang luas dan kompleks. 


Namun, pengangkatan hingga tiga wakil menteri dalam satu kementerian cenderung tidak proporsional, mengingat fungsi-fungsi teknis tersebut sebenarnya bisa diemban oleh direktorat jenderal atau pejabat struktural eselon I.

Dari sudut pandang anggaran, penambahan jabatan politik justru kontraproduktif dengan semangat efisiensi yang digaungkan pemerintah. 

Biaya operasional wakil menteri?"termasuk gaji, fasilitas, dan staf pendukung?"jelas menambah beban fiskal yang tidak kecil, apalagi di tengah upaya pengendalian belanja negara.

Secara politik, langkah ini bisa dilihat dalam kerangka patronase dan politik koalisi. Penempatan jabatan elit kerap kali menjadi instrumen untuk merawat dukungan politik dan membalas jasa. 

Ini mencerminkan praktik politik patron-klien, bukan meritokrasi teknokratik sebagaimana dicita-citakan reformasi birokrasi.

Apabila birokrasi terus dijejali jabatan politis tanpa urgensi fungsional yang jelas, kita sedang menyaksikan kemunduran prinsip rasionalitas birokrasi ala Max Weber, yang mengedepankan efisiensi, hierarki, dan kompetensi.

Penambahan posisi wakil menteri seharusnya menjadi pengecualian, bukan kebiasaan. Pemerintah perlu memberi contoh dengan menahan diri dari pemborosan politik, dan sebaliknya memperkuat birokrasi profesional yang ramping namun efektif. 

Di era tuntutan transparansi dan akuntabilitas, rakyat berhak mendapatkan birokrasi yang tidak hanya melayani, tetapi juga hemat dan berintegritas.

Selamat Ginting 
Pengamat Politik Universitas Nasional (Unas)

Populer

Roy Suryo Temui Alumni Asli UTS Sydney, Seangkatan dengan Gibran

Senin, 03 November 2025 | 02:13

UTS Insearch Tak Tawarkan Program Pendidikan di Singapura

Senin, 03 November 2025 | 04:40

UTS Insearch cuma Kursus Bahasa Inggris: Ijazah SMA Gibran Diduga Bodong

Senin, 03 November 2025 | 03:21

Pelajaran dari Taipei-Taichung: Rasionalitas yang Hilang di Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Jumat, 07 November 2025 | 14:51

Keanu Reeves Bakal Hadapi Ancaman Misterius di Masa Depan

Sabtu, 01 November 2025 | 15:52

Membidik Sasaran

Minggu, 02 November 2025 | 03:30

Membangun Jalan Ekonomi

Minggu, 02 November 2025 | 04:59

UPDATE

Polisi Diminta Tangkap Bos Tambang Ilegal Karangjaya

Selasa, 11 November 2025 | 21:54

Menkeu Temukan Barang Impor Harga Puluhan Juta Dicantumkan Rp100 Ribu

Selasa, 11 November 2025 | 21:44

Status Hukum LPEI: Antara Keuangan Negara dan Keuangan Lembaga

Selasa, 11 November 2025 | 21:37

Stop Sensasi Energi: Negara Harus Tegas soal Bahan Bakar “Bobibos”

Selasa, 11 November 2025 | 21:37

Brigjen Umar Surya Fana Daftar Caketum Perbakin DKI atas Restu Pimpinan

Selasa, 11 November 2025 | 21:21

Empat dari Tujuh Bom Meledak di SMAN 72 Jakarta

Selasa, 11 November 2025 | 21:13

Menkeu Purbaya Tinjau Pemeriksaan Kontainer dan Laboratorium Bea Cukai Tanjung Perak

Selasa, 11 November 2025 | 20:20

Kolaborasi KLH dan Satpol PP Sukseskan GNIB di Jakarta

Selasa, 11 November 2025 | 20:08

Cak Imin Dorong Kaum Perempuan Warnai Politik Indonesia

Selasa, 11 November 2025 | 19:51

Aa Gym Kirim Pesan Menohok soal Ijazah: Simpel, Tunjukkan Saja

Selasa, 11 November 2025 | 19:33

Selengkapnya