Ketua Umum SPI, Henry Saragih (Foto: Dokumen Pribadi)
Delegasi Serikat Petani Indonesia (SPI) melakukan audiensi dengan perwakilan Presiden di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, 24 September 2025, usai menggelar demonstrasi di berbagai wilayah.
Menurut Ketua Umum SPI, Henry Saragih, audiensi diterima langsung oleh Menteri UMKM Maman Abdurrahman, Wamensesneg Juri Ardiantoro, dan Wamen Perindustrian Faisol Riza.
Kepada awak media usai pertemuan, Henry mengatakan pada pertemuan tersebut SPI telah menyampaikan enam tuntutan utama kepada pemerintah.
Pertama, SPI menuntut penyelesaian konflik agraria yang terjadi di Indonesia, baik yang dialami anggota SPI maupun petani lain.
"Dan juga supaya menghentikan berbentuk kekerasan, intimidasi maupun yang lainnya terhadap petani Indonesia," tambah Henry.
Kedua, SPI meminta pembagian tanah reforma agraria yang berasal dari tanah perkebunan maupun kehutanan kepada petani. Ia menambahkan,
“Saat ini penertiban kawasan hutan yang dilakukan oleh Satgas PKH itu, supaya jangan mengambil tanah-tanah yang dikuasai petani, justru harusnya tanah-tanah yang dikutipkan itu dibagikan kepada petani," jelasnya.
Ketiga, kata Henry, SPI menyoroti Perpres Reforma Agraria Nomor 62 Tahun 2023, dan mendesak revisi agar pelaksanaan reforma agraria bisa lebih cepat dan efektif.
"Berharap kepada Bapak Presiden, agar merevisi perpres reforma agraria nomor 62 tahun 2023, sesuai dengan perubahan-perubahan yang ada dalam pemerintahan yang ada sekarang ini, supaya juga percepatan reforma agraria itu benar-benar bisa dilaksanakan," paparnya.
Keempat, SPI meminta pemerintah mengutamakan kedaulatan pangan melalui revisi Undang-Undang Pangan dan Undang-Undang Kehutanan.
Kelima, SPI mendesak pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja, yang dinilai justru merugikan petani dan pekerja. Menurut Henry, peraturan tersebut membuat orang semakin sulit mendapatkan pekerjaan.
"Justru sekarang orang semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan, membuat ketergantungan impor pangan yang begitu besar, dan juga menyebabkan banyak tanah-tanah petani yang dirampas oleh perusahaan-perusahaan besar.
Tuntutan terakhir, SPI menekankan pentingnya pembentukan Dewan Reforma Agraria Nasional dan Dewan Kejahteraan Nasional untuk Petani agar program-program pemerintah terkait pangan, kooperasi desa, dan kesejahteraan petani dapat terlaksana.
“Ini penting sekali, sebab tanpa Dewan ini, kejahteraan petani dan reforma agraria tidak bisa dilaksanakan,” tegas Henry.
Audiensi ini merupakan kelanjutan dari aksi demonstrasi SPI yang berlangsung di kantor DPR, provinsi, dan kabupaten di sejumlah daerah. Delegasi yang diterima di Istana berjumlah 12 orang, secara resmi mewakili aspirasi petani dari berbagai wilayah.