Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar. (Foto: RMOL/Alifia Dwi Ramandhita)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan akan mengawasi ketat penyaluran kredit dari perbankan yang mendapat guyuran dana pemerintah sebesar Rp200 triliun.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menegaskan, langkah ini dilakukan untuk memastikan fungsi intermediasi bank berjalan sesuai harapan pemerintah.
“Dalam langkah itu, kami akan memantau bagaimana tindak lanjut dari bank-bank tadi itu. Progresnya seperti apa, dari waktu ke waktu kami akan pantau,” ujar Mahendra usai rapat bersama Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Kantor DJP, Jakarta Selatan, dikutip Rabu, 17 September 2025.
Ia menyebut OJK nantinya akan melaporkan langsung kepada Menkeu terkait efektivitas kebijakan tersebut.
“Dan kemudian, pada gilirannya kami akan lapor ke Pak Menteri Keuangan (Purbaya) hasil-hasilnya. Melihat betul apakah policy ini memang efektif dan berjalan sesuai dengan rencana,” sambungnya.
Menurut Mahendra, tambahan likuiditas dari pemerintah akan memberi ruang lebih besar bagi perbankan untuk menyalurkan pinjaman, terutama karena beberapa bank pelat merah kini mencatat loan to deposit ratio (LDR) di atas 90 persen.
Namun, ia menekankan bahwa pekerjaan rumah perbankan adalah menentukan calon debitur yang benar-benar layak menerima kredit.
Terkait potensi risiko gagal bayar atau non-performing loan (NPL), Mahendra meyakini setiap bank telah menyiapkan analisis risikonya. Ia menegaskan, semua penyaluran kredit tetap harus berpegang pada prinsip kehati-hatian.
“Kami tadi mohon arahan kepada Pak Menteri Keuangan (Purbaya), sektor-sektor prioritas yang kiranya diharapkan oleh pemerintah juga menjadi salah satu kemungkinan dari saluran pembiayaan maupun kredit tadi. Itu nanti akan terus kita lakukan koordinasi dan kerja sama,” ucapnya.
“Tentu semua pelaksanaannya tetap dalam kaidah prudensial yang berlaku. Saya rasa tidak ada yang dikecualikan ataupun dikorbankan di sana. Kewenangannya itu kan ada dalam kondisi bank masing-masing melakukan risiko analisisnya maupun juga melakukan tahap-tahap proses pelaksanaannya,” tandas Mahendra.
Seperti diketahui, pemerintah menarik separuh saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp200 triliun yang selama ini tersimpan di Bank Indonesia (BI). Dana tersebut kemudian ditempatkan ke lima bank pada 12 September 2025 untuk mendorong aktivitas ekonomi nasional.
Kelima bank tersebut terdiri dari Bank Mandiri Rp55 triliun, BRI Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, BNI Rp55 triliun, dan BSI Rp10 triliun.