Berita

Istana Singha Durbar yang merupakan gedung DPR dan pemerintahan Nepal, dibakar dalam demonstrasi di Kathmandu, pada Selasa 9 September 2025. (Foto: ptinews.com)

Politik

Kerusuhan di Nepal Harus jadi Pelajaran Bagi Pejabat RI

JUMAT, 12 SEPTEMBER 2025 | 13:04 WIB | LAPORAN: AHMAD ALFIAN

Nepal masih bergolak. Kerusuhan massal pecah dipicu oleh kombinasi kebijakan pemerintah yang dianggap sewenang-wenang, maraknya praktik korupsi, hingga gaya hidup hedon elite beserta anak-anak pejabat yang gemar pamer kekayaan di tengah kesulitan rakyat.

Puncak kemarahan rakyat meledak setelah beredar luas aksi flexing anak pejabat di media sosial. Sementara rakyat terhimpit krisis ekonomi, mereka justru dipertontonkan kemewahan. 

Pemandangan dramatis terlihat ketika rumah-rumah mantan presiden, perdana menteri, hingga menteri ikut menjadi sasaran amarah. Gedung-gedung simbol kekuasaan dibakar, menandakan dendam rakyat yang tidak hanya lahir dari kebijakan terbaru, tetapi juga akumulasi luka lama.


Fenomena di Nepal ini turut dikomentarai Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) Islah Bahrawi.

“Di Nepal, rakyat juga menjarah dan membakar properti mantan presiden, PM, dan menteri. Ternyata dendam rakyat berlaku surut dan awet," kata Islah lewat akun X miliknya, seperti dikutip redaksi di Jakarta, Jumat, 12 September 2025.

Dia lantas mengingatkan pejabat di tanah air untuk menjadi peristiwa di Nepal sebagai pembelajaran. Dinamika di Nepal sarat vandalisme dan brutalitas, mirip dengan gelombang penjarahan yang pernah melanda Indonesia 1998. 

"Ini pelajaran bagi para pejabat di sini. Jaga tingkahmu sewaktu menjabat, jangan banyak bohong dan nipu, supaya kelak masa pensiunmu tenang,” ujarnya.

Kemarahan rakyat Nepal makin cepat terbakar karena pemerintah sebelumnya sempat melarang 26 platform media sosial, termasuk Facebook dan Instagram.

Dalihnya untuk mencegah hoaks, ujaran kebencian, dan penipuan daring. Namun, bagi publik, terutama generasi muda yang menggantungkan hidup dari media sosial untuk hiburan, berita, hingga bisnis, larangan itu dianggap serangan terhadap ruang hidup mereka. Meski kebijakan tersebut buru-buru dicabut pada Senin malam, api protes sudah terlanjur menyala.

Demonstrasi yang awalnya menolak kebijakan digital itu kini menjelma menjadi gerakan besar antikorupsi yang menargetkan elite politik Nepal. Militer menuding massa memanfaatkan situasi untuk menjarah, merusak, hingga membakar fasilitas publik maupun properti pribadi.



Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya