Berita

Politikus Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo. (Foto: Dokumentasi RMOL)

Politik

Rahayu Saraswati Ajarkan Politik Berbasis Nilai Bukan Posisi

KAMIS, 11 SEPTEMBER 2025 | 23:08 WIB | LAPORAN: YUDHISTIRA WICAKSONO

Politik di Indonesia sering dipandang keras, penuh intrik, dan jauh dari rakyat. 

Namun kehadiran Rahayu Saraswati Djojohadikusumo memberi warna berbeda. Ia memaknai politik bukan soal kursi dan jabatan, melainkan soal nilai yang diwariskan.

Pandangan itu disampaikan pendiri Mata Project Indonesia (MPI) Multazam Ahmad menanggapi keputusan Rahayu yang resmi mundur sebagai anggota DPR dari Fraksi Gerindra, pada Rabu malam, 10 September 2025.


“Ia memilih meninggalkan jabatan, tapi tidak meninggalkan nilai yang diperjuangkan. Itu warisan terbesar yang ia tinggalkan,” kata Multazam kepada RMOL di Jakarta, Kamis, 11 September 2025.

Menurut dia, selama berkarir di Senayan, Rahayu dikenal konsisten memperjuangkan isu perempuan, anak, dan kelompok rentan. Inisiatif perlindungan anak di ruang digital serta kampanye melawan perdagangan manusia menjadi bukti nyata politik yang membumi.

Tak hanya itu, ia juga menilai Rahayu mampu memanfaatkan media sosial sebagai ruang komunikasi publik. Kampanye #ProdukLokalKita misalnya, terbukti meningkatkan pendapatan UMKM.

“Di situ terlihat bagaimana politik bisa langsung memberi dampak,” lanjutnya.

Sebagai praktisi komunikasi, Multazam menilai langkah Rahayu mengajarkan bahwa politik yang efektif adalah komunikasi yang jujur, transparan, dan menyentuh kebutuhan publik. 

“Politik kehilangan makna ketika hanya menjadi alat transaksi; sebaliknya ia menemukan relevansi ketika menjadi ruang dialog antara rakyat dan wakilnya,” ungkap dia.

Dari perspektif HR, keberanian Rahayu untuk mundur adalah bentuk leadership authenticity, pemimpin yang berani menempatkan nilai di atas kepentingan posisi. 

“Dalam organisasi, kualitas ini yang membedakan antara pemimpin sejati dan manajer biasa, pemimpin meninggalkan jejak nilai, bukan sekadar jejak jabatan,” jelasnya.

Lanjut dia, dalam konteks kebangsaan saat ini, di mana masyarakat sering kehilangan kepercayaan pada institusi politik, langkah Rahayu menjadi pengingat penting bahwa integritas personal masih bisa berdiri di atas hiruk pikuk politik praktis.

“Generasi muda dapat belajar bahwa kepemimpinan bukanlah akumulasi kekuasaan, tetapi kemampuan menjaga komitmen pada nilai-nilai universal (sepert) keadilan, empati, dan keberpihakan pada mereka yang lemah,” bebernya.

“Langkah mundur Rahayu justru memperkuat pesan bahwa kepemimpinan sejati bukan soal posisi, tapi soal keberanian untuk jujur, konsisten, dan tetap manusiawi. Itu yang harus diteruskan generasi muda,” tutup Multazam.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Usut Tuntas Bandara Ilegal di Morowali yang Beroperasi Sejak Era Jokowi

Senin, 24 November 2025 | 17:20

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

UPDATE

Duka Banjir di Sumatera Bercampur Amarah

Jumat, 05 Desember 2025 | 06:04

DKI Rumuskan UMP 2026 Berkeadilan

Jumat, 05 Desember 2025 | 06:00

PIER Proyeksikan Ekonomi RI Lebih Kuat pada 2026

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:33

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

Kemenhut Cek Kayu Gelondongan Banjir Sumatera Pakai AIKO

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:00

Pemulihan UMKM Terdampak Bencana segera Diputuskan

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:35

Kaji Ulang Status 1.038 Pelaku Demo Ricuh Agustus

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:28

Update Korban Banjir Sumatera: 836 Orang Meninggal, 509 Orang Hilang

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:03

KPK Pansos dalam Prahara PBNU

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:17

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Selengkapnya