Berita

Founder Restorasi Jiwa Indonesia, Syam Basrijal (Fot: Dokumentasi Pribadi)

Politik

Tetap Jaga Kewarasan di Tengah Aksi Provokatif

MINGGU, 31 AGUSTUS 2025 | 01:11 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Maraknya aksi provokatif yang memicu kerusuhan di berbagai daerah, diharap disikapi bijaksana oleh masyarakat dengan cara berpikir yang benar.

Founder Restorasi Jiwa Indonesia, Syam Basrijal berharap masyarakat tetap menjaga kewarasan, kejernihan hati, dan ketenangan jiwa sebagai bentuk perlawanan paling bermartabat terhadap hasutan dan upaya adu domba.

Syam menekankan bahwa dalam menghadapi badai sosial dan politik, masyarakat membutuhkan lebih dari sekadar teriakan. Tapi yang dibutuhkan adalah mata tenang di tengah kondisi yang tidak biasa sekarang ini.


“Amarah adalah energi yang bisa membebaskan, namun juga bisa membinasakan. Ketika ia tak terkendali, ia lebih berbahaya daripada isu yang memicunya,” kata Syam dalam keterangannya, Sabtu 30 Agustus 2025.

Ia memperingatkan, ketika emosi menguasai diri seseorang, maka nalar akan menghilang dan provokasi akan mudah masuk, lantaran banyak orang terjebak dalam keyakinan bahwa teriakan keras adalah kekuatan, padahal justru itulah celah bagi provokator untuk menyulut bara. 

“Tetap waras bukan berarti menyerah. Justru di tengah badai, kewarasan adalah satu-satunya jangkar yang menjaga agar kapal tidak karam,” kata Syam.

Selain itu, Syam juga menyoroti bagaimana provokasi selalu hadir setiap kali ada aksi massa. Sehingga ia mengajak masyarakat untuk kembali pada suara hati yang jernih, jangan sampai terprovokasi oleh hasutan semata. 

“Suara hati yang jernih tidak membakar, melainkan menyejukkan. Ia tidak mendorong kita untuk menghancurkan, melainkan mengingatkan untuk menjaga,” terang Syam.

Lebih lanjut, ia juga menegaskan tentang kewaspadaan untuk ditunggangi. Karena sejatinya, sikap berdaulat jiwa adalah ketika rakyat menolak untuk dijadikan pion dalam permainan politik. 

Bagi Syam, masyarakat berhak marah pada ketidakadilan, boleh bersuara atas kebijakan yang tidak berpihak, akan tetapi jangan sampai suara itu dipakai untuk agenda lain yang justru merugikan bangsa.

“Menolak ditunggangi adalah sikap berdaulat secara jiwa, sikap yang memastikan bahwa kita tetap milik bangsa ini, bukan alat permainan siapa pun,” kata Syam.

“Restorasi jiwa bangsa bukan jargon kosong. Ia adalah ajakan untuk menyehatkan kembali cara pandang, cara merasa, dan cara bersikap,” demikian Syam.



Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya