KEJADIAN Kamis malam 28 Agustus 2025, sangat memilukan hati. Seorang pengemudi ojek online (ojol) ditabrak, lalu dilindas oleh barakuda aparat.
Di tengah aksi massa yang meneriakkan berbagai isu, termasuk tentang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), aparat keamanan memang nyata terlihat represif. Apa pun justifikasinya, tindakan yang dilakukan aparat itu sudah di luar batas. Dalam waktu singkat kemarahan dan kemuakan, yang pastinya sudah terpendam lama, merebak.
Bagaimana tak marah. Sudah nyata terlihat bahwa aparat cenderung bertindak kasar kepada mereka yang menjalankan haknya untuk bersuara dan berpendapat. Aksi demonstrasi akhir-akhir ini tampak ditangani secara kasar oleh aparat; Kekasaran yang hampir pasti tak diterima oleh para koruptor besar atau pejabat yang flexing dari saweran uang rakyat.
Siapa pula yang tak punya marah terpendam; Marah menghadapi kenyataan hidup di mana pekerjaan susah, harga melambung tinggi, dan pajak yang makin banyak dan makin tinggi yang harus dibayar. Sementara, "perlindungan" yang diharapkan dari pemerintah terhadap nasib kecil rakyat belum terlihat nyata. Rakyat ibarat sudah miskin, menanggung beban hidup, tak bisa mendapatkan berbagai hak sebagai warga negara secara layak...eh menjadi "pekerja rodi" bagi mereka yang merasa dirinya besar itu.
Rakyat, misalnya, selalu menjadi target pajak. Jika rakyat kaya, ok lah pajak bertubi-tubi itu ada. Tapi di saat untuk makan sehari-hari pun sangat susah? Mau diperas apa lagi dari rakyat yang sekarang sedang susah beramai-ramai.
Pajak yang selalu ada dan nyata adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang merupakan pajak konsumsi yang dikenakan pada hampir seluruh barang dan jasa yang dikonsumsi di Indonesia. PPN ini otomatis menjadi salah satu penyumbang pajak terbesar untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Lalu ada pula Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pajak penghasilan, pajak kendaraan bermotor, dan lain-lain. Itu umumnya yang dikenal oleh masyarakat.
Ya, berbagai pajak itulah yang kemudian masuk ke APBN. Ketergantungan Indonesia terhadap pajak tercatat memang masih sangat besar. Pajak menjadi penyumbang utama pendapatan negara. Meski angka pastinya bervariasi dari tahun ke tahun, seringkali komposisi pajak mencapai lebih dari 70% dari total APBN. Dari APBN inilah ada dana untuk pembangunan dan juga dana untuk membayar berbagai gaji dan tunjangan anggota DPR, penjabat, pegawai negeri sipil, tentara, dan polisi.
Pajak ini menjadi "ganjalan" tersendiri bagi rakyat saat rakyat sedang mengalami himpitan ekonomi. Harga sembako cenderung terus naik. Lalu pengangguran makin meningkat. Berdasarkan data dari Satudata Kementerian Ketenagakerjaan, sepanjang Januari hingga Juni 2025, tercatat ada 42.385 pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Angka ini naik sebanyak 32,19 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni sebanyak 32.064 orang. Angka pertumbuhan ekonomi makro mungkin "masih hijau", tapi realitas di lapangan, daya beli masyarakat Indonesia jauh menurun. Masih banyak lagi kesulitan yang sedang dihadapi rakyat banyak.
Di saat rakyat kebanyakan ramai-ramai sedang terpuruk, ada segelintir orang yang masih bisa hidup sangat nyaman. Contoh nyata adalah para "wakil rakyat" tingkat pusat, yang sekarang sedang mendapat banyak sorotan. Kompas (19 Agustus 2025) menuliskan bahwa total tunjangan dan gaji anggota DPR atau take home pay mencapai lebih dari Rp70 juta dalam sebulan. Berita lain menunjukkan total yang diperoleh lebih dari Rp100 juta per bulan. Jangan lupa ini, semua ini adalah dari APBN, yang mayoritasnya dari uang pajak tadi.
Apakah pendapatan yang tinggi itu sesuai dengan kinerja yang diharapkan? Beberapa data menunjukkan bahwa kinerja DPR belum memuaskan. Kapasitas dan kepentingan politik sangat memengaruhi. Legislasi yang dihasilkan masih banyak yang sifatnya program, bukan alat untuk memberdayakan masyarakat. Jika ada isu yang meresahkan masyarakat, jarang sekali para "wakil rakyat" ini bersuara kencang.
Bahkan, yang akhir-akhir terjadi adalah sikap dan tingkah polah beberapa anggota DPR yang nyata "songong" terhadap suara rakyat yang mengkritik mereka. Belum lagi jika kita melihat kenyataan banyak "wakil rakyat" yang tak malu-malu pamer kemewahan dan mendapat penghormatan berlipat. Lalu ada isu korupsi APBN dan berbagai tindak penyelewengan lain yang membuat hak rakyat menjadi terabaikan. Rakyat lelah menghadapi semua ini.
Semua hal tersebut menjadi catatan tersendiri bagi masyarakat kebanyakan, yang nyata sedang mengalami berbagai kesulitan hidup. Ibaratnya, kita yang saweran ramai-ramai dan menggaji, eh yang digaji malah banyak yang bersikap bak majikan yang pongah dan kejam. Kita saweran untuk negara dan bangsa, eh dimangsa para koruptor.
Maka, tindakan represif aparat keamanan, yang melindas seorang pengemudi ojol saat demonstrasi dilakukan (demonstrasi yang meneriakkan berbagai isu kebijakan yang dirasa tak berpihak pada rakyat, termasuk kritik terhadap DPR) telah menjadi pelatuk yang membuat demonstrasi menjadi aksi massa besar-besaran.
Jangan lupa. Pengemudi ojol adalah representasi dari kalangan marginal yang harus membanting tulang setiap hari, di tengah-tengah himpitan hidup dan tuntutan berbagai kewajiban dari pemerintah; Himpitan hidup yang bahkan jarang sekali diteriakkan oleh anggota DPR yang digaji ramai-ramai oleh rakyat jelata ini.
Rakyat yang sedang terluka ini adalah rakyat Indonesia. Rakyat yang terkenal pemaaf, cenderung penurut dan pasrah terhadap nasib. Jika luka ini tak segera diobati dengan bijaksana oleh mereka yang membuat luka, maka ujungnya bisa tak terduga. Maka, kepada aparat, jika ada yang menyatakan suaranya (yang nyata sedang butuh perlindungan), tolong lindungi masyarakat. Jangan dianiaya. Perlakukan rakyat seperti aparat selalu bersikap tunduk, santun, dan hormat kepada para anggota DPR, penjabat, dan pengusaha kaya.
Kepada beberapa anggota DPR yang selama ini sudah banyak menyakiti hati rakyat karena sikap pamer dan bergaya pongah terhadap rakyat yang mengkritik, segera tobat nasuha. Pasang kuping untuk mendengar. Buka mata lebar-lebar untuk melihat penderitaan rakyat. Jangan songong terhadap rakyat yang menafkahi hidupmu dari pajak mereka.
Hayo, semua anggota DPR. Segeralah bekerja dengan baik hanya untuk rakyat. Bukan hanya untuk partai atau kelompokmu.
Buat legislasi untuk kesejahteraan rakyat, untuk kecerdasan bangsa, untuk pembangunan yang berkeadilan. Tanpa dikomando, jika hasilnya dirasakan rakyat banyak, pasti kalian akan dicintai dan dihormati oleh seluruh rakyat. Maka, segeralah tobat nasuha untuk semua yang telah banyak melukai hati rakyat.
Penulis adalah aktivis sosial