Tim penyidik terus mengusut perkara suap pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur (Koltim) dengan sumber anggaran dari dana alokasi khusus (DAK).
Terkait hal itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa pejabat Kejaksaan Negeri (Kejari) Kolaka.
Jurubicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, hari ini, Kamis, 28 Agustus 2025, tim penyidik memanggil mereka dalam posisinya sebagai saksi.
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK dan di Ditreskrimsus Polda Sulawesi Tenggara," kata Budi kepada wartawan, Kamis siang, 28 Agustus 2025.
Saksi-saksi yang dipanggil untuk hadir diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, yakni Hendrik Purnama selaku pegawai pada Direktorat Fasilitas dan Mutu Pelayanan Kesehatan Primer, Direktorat Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas, Hidayat selaku Komisaris PT Pilar Cadas Putra, dan Bambang Nugroho selaku Direktur Utama PT Pilar Cadas Putra.
Selanjutnya, saksi-saksi yang dipanggil untuk hadir dan diperiksa di Ditreskrimsus Polda Sultra, yakni Andyka Budi Permana selaku pegawai Bank Sultra kantor kas Rate-Rate, Ageng Adrianto selaku Plt Kadis PU Koltim, Yayan Alfian selaku Kasi Pidsus Kejari Kolaka.
Kemudian, Novitasari selaku PNS, Yesy Kabura selaku ASN Dinas Kesehatan Pemkab Koltim, Muhtadin Akbar selaku wiraswasta, perwakilan Management Lavanya Cave di mall The Park Kendari, dan Yasin selaku PNS Bappenda Provinsi Sultra.
Sejak Kamis, 7 Agustus 2025 hingga Jumat, 8 Agustus 2025, KPK telah melakukan OTT di tiga wilayah, yakni di Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Jakarta, terkait proyek pembangunan peningkatan fasilitas RSUD Kelas D/Pratama menjadi Kelas C. Dari ketiga wilayah itu, KPK mengamankan 12 orang.
Dari ke-12 orang itu, KPK kemudian menetapkan 5 orang sebagai tersangka, yakni Abd Azis (ABZ) selaku Bupati Koltim, Andi Lukman Hakim (ALH) selaku PIC Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk pembangunan RSUD, Ageng Dermanto (AGD) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan RSUD di Koltim, Deddy Karnady (DK) dari PT Pilar Cerdas Putra (PCP), dan Arif Rahman (AR) dari KSO PT PCP.
Dalam perkaranya, pada Desember 2024 diduga terjadi pertemuan antara pihak Kemenkes dengan 5 konsultan perencana untuk membahas basic design RSUD yang didanai Dana Alokasi Khusus (DAK).
Selanjutnya, pihak Kemenkes membagi pekerjaan pembuatan basic design 12 RSUD ke para rekanan, dengan cara penunjukkan langsung di masing-masing daerah. Sementara, basic design proyek pembangunan RSUD Kabupaten Koltim dikerjakan Nugroho Budiharto.
Kemudian, pada Januari 2025 terjadi pertemuan antara Pemkab Koltim dengan pihak Kemenkes untuk membahas pengaturan lelang pembangunan rumah sakit tipe C di Koltim. Diduga Ageng juga memberikan sejumlah uang kepada Andi Lukman.
Selanjutnya, Abd Azis bersama Gusti Putu Artana (GPA) selaku Kepala Bagian PBJ Pemkab Koltim, Danny Adirekson, dan Nasri (NS) selaku Kepala Dinas Kesehatan Koltim menuju ke Jakarta, diduga untuk melakukan pengkondisian agar PT PCP memenangkan lelang pembangunan RSUD Kelas C Kabupaten Koltim, yang telah diumumkan pada website LPSE Koltim.
Pada Maret 2025, Ageng selaku PPK melakukan penandatanganan kontrak pekerjaan pembangunan RSUD Kabupaten Koltim dengan PT PCP senilai Rp126,3 miliar.
Pada akhir April 2025, Ageng berkonsultasi dan memberikan uang senilai Rp30 juta kepada Andi Lukman di Bogor. Kemudian, pada periode Mei-Juni, PT PCP melalui Deddy Karnady melakukan penarikan uang sekitar Rp2,09 miliar.
Uang tersebut selanjutnya diserahkan kepada Ageng senilai Rp500 juta, di lokasi pembangunan RSUD Kabupaten Koltim. Selain itu, Deddy Karnady juga menyampaikan permintaan dari Ageng kepada rekan-rekan di PT PCP, terkait komitmen fee sebesar 8 persen.
Pada Agustus 2025, Deddy Karnady melakukan penarikan cek Rp1,6 miliar yang selanjutnya diserahkan kepada Ageng. Dan oleh Ageng kemudian menyerahkannya kepada Yasin (YS) selaku staf Abd Azis. Penyerahan dan pengelolaan uang tersebut diketahui Abd Azis, yang di antaranya untuk membeli kebutuhan Abd Azis.
Deddy Karnady juga melakukan penarikan tunai sebesar Rp200 juta yang kemudian diserahkan kepada Ageng. Selain itu, PT PCP juga melakukan penarikan cek sebesar Rp3,3 miliar.
Tim KPK kemudian menangkap Ageng dengan barang bukti uang tunai sejumlah Rp200 juta, yang diterimanya sebagai kompensasi atau bagian dari komitmen fee sebesar 8 persen atau sekitar Rp9 miliar, dari nilai proyek pembangunan RSUD Kabupaten Koltim sebesar Rp126,3 miliar.