Forum “Pensiun Sejahtera 101: Kolaborasi untuk Lansia Indonesia Sejahtera” yang diselenggarakan LD FEB UI di Jakarta, Selasa, 26 Agustus 2025 (Foto: RMOL/Reni Erina)
Indonesia sedang bergerak menuju era ageing population, dengan meningkatnya jumlah lansia yang lebih rentan terhadap kemiskinan, kesenjangan teknologi, dan keterbatasan akses ekonomi.
Wakil Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Sonny Harry Budiutomo Harmadi mengatakan, data statistik yang akurat harus dijadikan fondasi kebijakan agar kesejahteraan lansia dapat terjamin.
Data BPS menunjukkan dari jumlah 33,43 juta orang lanjut usia (lansia) di Indonesia, lebih dari separuh atau 55,21 persen lansia di Indonesia masih masuk ke dalam angkatan kerja.
"Lansia yang bekerja itu jauh lebih banyak. Nah yang menganggur itu cenderung lebih sedikit 1,67 persen," kata Sonny saat membuka sesi keynote dengan topik “Membangun Kesejahteraan Lansia di Era Penuaan Penduduk” dalam forum “Pensiun Sejahtera 101: Kolaborasi untuk Lansia Indonesia Sejahtera” yang diselenggarakan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) di Jakarta, Selasa 26 Agustus 2025.
Sonny kemudian menuturkan, pentingnya data kependudukan dalam memahami perubahan struktur umur dan dampaknya terhadap pembangunan nasional.
Forum “Pensiun Sejahtera 101: Kolaborasi untuk Lansia Indonesia Sejahtera” diselenggarakan dalam rangkaian hari jadi ke-61 LD FEB UI.
Forum ini menjadi wadah penting untuk membicarakan bagaimana bangsa Indonesia dapat menyiapkan masa tua yang produktif, sehat, dan bermartabat, di tengah tantangan transisi menuju populasi menua.
Setelah Sonny, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Bagus Takwin, menyampaikan keynote kedua yang mengusung tema “Bermakna dan Berdaya di Hari Tua: Well-being Lansia di Indonesia”.
Ia mengatakan, kesejahteraan lansia tidak hanya ditentukan oleh panjang umur, tetapi juga oleh kualitas hidup yang mencakup kesehatan, relasi sosial, kontribusi, dan makna hidup.
Ia juga mendorong program konkret seperti kota ramah lansia, posyandu lansia berbasis makna, dan mentoring antargenerasi untuk menciptakan ekosistem lansia yang sehat, bahagia, dan produktif.
Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia, Tbk, Banjaran Surya Indrastomo, yang juga hadir dalam diskusi, menekankan pentingnya akses keuangan dalam mendukung masa depan dana pensiun.
Dalam paparannya berjudul “Akses Keuangan dan Masa Depan Dana Pensiun”, ia mengingatkan bahwa Indonesia menghadapi risiko demografi dengan meningkatnya rasio ketergantungan lansia yang diperkirakan mencapai 54 persen pada 2050.
Saat ini, sebagian besar lansia masih bergantung pada keluarga, sementara literasi dan inklusi keuangan dana pensiun masih rendah. Untuk itu, diperlukan inovasi instrumen pensiun, digitalisasi layanan, serta kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta agar dana pensiun dapat menjangkau pekerja formal maupun informal.
Direktur Pengembangan Dana Pensiun, Asuransi, dan Aktuaria Kementerian Keuangan, Ihda Muktiyanto, memberikan perspektif mengenai pentingnya dukungan kebijakan fiskal bagi program pensiun.
Ia mencontohkan bahwa di berbagai negara terdapat insentif perpajakan yang mendorong partisipasi masyarakat dalam program pensiun. Menurutnya, untuk menghasilkan sistem pensiun yang baik, perlu kerja bersama dalam membangun desain program yang mempertimbangkan tantangan nyata di lapangan.
"Harapannya, forum ini dapat memberikan masukan konstruktif untuk menyusun sistem pensiun nasional yang lebih kuat, inklusif, dan berkelanjutan di masa depan," ujar Ihda..
Forum “Pensiun Sejahtera 101: Kolaborasi untuk Lansia Indonesia Sejahtera” ini didukung penuh oleh mitra dari sektor swasta, yaitu PT Merck Tbk, PT Bank Syariah Indonesia Tbk, Asuransi MSIG, PT Paragon Corp, dan Alanabi Herbal Wellness.