Ilustrasi (Foto: Artificial Intelligence)
Pemerintah Nigeria mendeportasi 102 warga negara asing, termasuk 60 warga negara China dan 39 warga negara Filipina, karena terlibat terorisme siber dan penipuan daring.
Pengumuman tersebut disampaikan Komisi Kejahatan Ekonomi dan Keuangan Nigeria (EFCC) pada Kamis, 21 Agustus 2025.
Nigeria tengah meningkatkan tindakan keras terhadap operasi penipuan daring, yang memikat korban melalui hubungan asmara daring untuk menyerahkan uang tunai untuk investasi mata uang kripto palsu.
Juru bicara EFCC, Dele Oyewale, mengatakan bahwa kelompok lain yang terdiri dari 39 warga Filipina, 10 warga China, dan dua orang dari Kazakhstan juga telah dideportasi sejak 15 Agustus.
"Lebih banyak deportasi juga dijadwalkan dalam beberapa hari mendatang," ujarnya, dikutip dari
Al-Jazeera, Jumat 22 Agustus 2025
EFCC mengungkapkan bahwa para deportan tersebut merupakan bagian dari 792 tersangka pelaku kejahatan siber yang ditangkap dalam satu operasi di kawasan elit Pulau Victoria, Lagos, pada bulan Desember.
"Setidaknya 192 dari mereka yang ditangkap adalah warga negara asing, 148 di antaranya adalah warga negara China," kata EFCC.
Nigeria, negara dengan penduduk terbanyak di Afrika, memiliki reputasi sebagai tempat para penipu internet dikenal dengan sebutan "Yahoo Boys" dalam bahasa gaul setempat, dan EFCC telah menggerebek beberapa tempat persembunyian tempat para tersangka kejahatan muda belajar keterampilan penipuan online.
Menurut badan tersebut, geng-geng asing merekrut kaki tangan Nigeria untuk mencari korban daring melalui penipuan phishing. Para penyerang biasanya mencoba menipu korban agar mentransfer uang atau mengungkapkan informasi sensitif seperti kata sandi akun.
"Penipuan tersebut sebagian besar menargetkan warga Amerika, Kanada, Meksiko, dan Eropa," kata EFCC.
Para ahli mengatakan skema investasi palsu yang digunakan oleh penipu dunia maya telah menjadi semakin canggih dan dinamis karena mereka memanfaatkan teknologi dan alat digital terkini.
Skema ini pada akhirnya membuat para korban -- yang banyak di antaranya menginvestasikan tabungan, modal usaha, dan uang pinjaman -- tidak dapat berbuat apa-apa selain menyaksikan uang hasil jerih payah mereka lenyap.
Para ahli juga memperingatkan bahwa “sindikat kejahatan siber” asing telah mendirikan jaringan di Nigeria untuk mengeksploitasi sistem keamanan siber yang lemah.