Berita

Ilustrasi uang rupiah. (Foto: Antara)

Politik

Lonjakan Beban Bunga Utang Bom Waktu Fiskal

SELASA, 19 AGUSTUS 2025 | 20:11 WIB | LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA

Lonjakan beban bunga utang yang tertuang dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 dinilai berbahaya bagi ketahanan ekonomi nasional. 

Analis ekonomi politik sekaligus Co-Founder FINE Institute, Kusfiardi menyebut tren ini sebagai ancaman serius bagi keberlanjutan fiskal Indonesia.

Dalam RAPBN 2026, beban bunga utang diproyeksikan mencapai Rp599,4 triliun atau naik 8,6 persen dari outlook 2025. Angka itu, kata Kusfiardi, hampir setara dengan total belanja pendidikan nasional. 


“Beban bunga utang yang terus meningkat ini ibarat bom waktu fiskal. Padahal seharusnya APBN lebih diprioritaskan untuk pemenuhan hak rakyat sebagaimana amanat konstitusi,” ujar Kusfiardi kepada RMOL pada Selasa 19 Agustus 2025.

Rinciannya, bunga utang dalam negeri mencapai Rp538,7 triliun yang sebagian besar berasal dari kupon Surat Berharga Negara (SBN), sementara bunga utang luar negeri sebesar Rp60,7 triliun. 

Bersamaan dengan itu, pemerintah juga berencana menarik utang baru senilai Rp781,9 triliun, mayoritas berasal dari penerbitan SBN. Menurut Kusfiardi, kondisi ini akan semakin membuat ruang fiskal rapuh.

“Negara terjebak dalam lingkaran setan utang, menerbitkan utang baru untuk menutup bunga utang lama. Ini pola yang menggerus kedaulatan fiskal,” kata Kusfiardi.

Lebih jauh, tren peningkatan beban bunga utang dinilai akan mempersempit kapasitas APBN untuk belanja produktif, seperti penciptaan lapangan kerja, perlindungan sosial, dan pembangunan infrastruktur dasar di daerah. 

“Kalau situasi ini terus berlanjut, APBN hanya akan menjadi alat transfer kekayaan dari rakyat kepada kreditur,” kata Kusfiardi.

Ia juga mengkritik lemahnya upaya pemerintah mencari sumber penerimaan negara yang lebih berkelanjutan. 

Alih-alih menumpuk utang, ia menilai reformasi perpajakan, pemberantasan kebocoran penerimaan, hingga pengawasan transfer pricing korporasi multinasional seharusnya lebih digencarkan.

“Pemerintah cenderung memilih jalan mudah dengan menambah utang, padahal potensi pajak dari sektor-sektor strategis masih banyak yang bocor. Di sisi lain, skema utang lebih menguntungkan pemilik modal ketimbang rakyat sebagai pemegang kedaulatan sejati,” kata Kusfiardi.

Kusfiardi menyerukan agar DPR, akademisi, dan masyarakat sipil lebih kritis mengawasi arah kebijakan fiskal. 

“Kedaulatan fiskal harus dikembalikan ke jalur konstitusi, yakni sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk melanggengkan ketergantungan pada kreditur,” pungkasnya.



Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya