Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (IKA ISMEI), Ahmad Bahtiar Sebayang. (Foto: Dokumentasi IKA ISMEI)
Program biodiesel B50 yang mewajibkan pencampuran bahan bakar diesel dengan 50 persen minyak sawit mulai berlaku pada awal 2026 setelah program B40 yang sedang berlangsung di sepanjang tahun 2025 ini.
Program ini diharapkan menguntungkan petani kecil dan perusahaan perkebunan Indonesia dengan mengalihkan volume besar minyak sawit mentah (CPO) untuk penggunaan domestik.
Pemerintah mengklaim bahwa program B40 akan mendorong investasi hilir dalam pabrik pengolahan biodiesel, fasilitas pencampuran, dan sistem penyimpanan. Program ini juga berpotensi mengurangi emisi karbon.
Presiden Prabowo Subianto juga menyatakan bahwa menaikkan tingkat pencampuran wajib menjadi 50 persen dapat menghemat Indonesia hingga 20 miliar dolar AS per tahun dari pengurangan impor diesel.
Meski B50 akan menjadi program yang sangat akseleratif menuju Net-Zero Emmision Indonesia pada 2060 mendatang, namun hal ini juga menimbulkan kekhawatiran serius terkait distorsi ekonomi.
Program B40 pada tahun 2025 mengharuskan pemerintah Indonesia untuk menghabiskan Rp35,5 triliun (sekitar 2,1 miliar dolar AS) untuk subsidi biodiesel pada tahun.
Peningkatan pengeluaran untuk subsidi ini tidak dipungkiri berpotensi memperburuk tekanan fiskal Indonesia.
Defisit pendapatan akibat penurunan ekspor atau perubahan struktur pungutan dapat memaksa pemerintahuntuk melakukan pemotongan belanja atau alokasi ulang anggaran.
Menjawab berbagai potensi dan tantangan itu, Ikatan Keluarga Alumni Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (IKA ISMEI) menggelar Dialog Energi bertajuk “Inovasi dan Mas Depan Sawit Menuju Swasembada Energi Nasional” sebagai bentuk komitmen untuk mendukung transisi energi terbarukan dan memastikan penguatan ketahanan energi di Indonesia.
Acara ini menghadirkan Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Prof. Eniya Listiani Dewi sebagai pembicara utama, Direktur Utama PTPN IV PalmCo Jatmiko Santosa, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) Ernest Gunawan, Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sabarudin, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono, Praktisi Ekonomi/Alumni ISMEI Mahmuddin Muslim, dan Staf Ahli Menteri Bidang Manajemen Konektivitas pada Kementerian Koordinator Bidang Pangan Prayudi Syamsuri.
Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (IKA ISMEI), Ahmad Bahtiar Sebayang mengatakan, pihaknya mendorong pemerintah untuk tetap pada ikhtiar mentransformasikan program B40 menuju B50 pada tahun 2026.
"Pemerintah perlu menerapkan strategi biofuel ini dengan sangat berhati-hati sehingga dapat menjadi kebijakan yang tepat dan mendapati manfaat yang luas bagi khalayak," kata Ahmad kepada wartawan, Jumat 15 Agustus 2025.
Menurut Ahmad, karena jika transisi tidak dilakukan dengan cermat, meskipun kebijakan ini adalah kebijakan akseleratif yang sangat baik, akan ada kemungkinkan tidak berkelanjutan dalam jangka panjang, karena berisiko memperburuk beban fiskal dan ketidakseimbangan pasar.
Keamanan energi yang tepat, kata Ahmad, tentu tidak terletak pada ketergantungan pada satu sumber daya, melainkan pada pembangunan ekosistem energi yang tangguh, beragam, dan berkelanjutan.
Ahmad menyatakan, IKA ISMEI akan segera melakukan FGD bersama Kementerian ESDM dalam rangka menyerahkan beberapa catatan akademis dan rekomendasi kebijakan dalam menyongsong B50 pada tahun 2026 dalam jangka pendek, dan Net-Zero Emmision pada 2060 sebagai bagian dari proyeksi kebijakan jangka panjang.