Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese/Net
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menuding Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu abai terhadap penderitaan rakyat Gaza, di tengah krisis kemanusiaan yang semakin memburuk.
Pernyataan itu disampaikan Albanese sehari setelah mengumumkan keputusan Australia untuk mengakui negara Palestina pada pertemuan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bulan September mendatang.
Menurutnya, rasa frustrasi terhadap kebijakan pemerintah Israel di Gaza menjadi salah satu faktor pendorong keputusan tersebut.
“(Netanyahu) kembali menegaskan kepada saya apa yang telah ia katakan secara terbuka, yaitu mengabaikan konsekuensi yang terjadi pada orang-orang yang tidak bersalah,” ujar Albanese dalam wawancara dengan stasiun televisi
ABC, Selasa, 12 Agustus 2025.
Albanese mengungkapkan, ia telah berbicara dengan Netanyahu pekan lalu untuk menyampaikan niat Australia bergabung dengan Prancis, Kanada, dan Inggris dalam mengakui negara Palestina.
Dalam percakapan itu, kata Albanese, Netanyahu tetap mempertahankan pandangan bahwa peningkatan aksi militer di Gaza akan membawa hasil yang berbeda, meski perang sejak Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 61.500 warga Palestina.
“Bahwa jika kita melakukan lebih banyak aksi militer di Gaza, entah bagaimana itu akan menghasilkan hasil yang berbeda,” kata Albanese, mengulang pernyataan Netanyahu.
Albanese menilai langkah pengakuan negara Palestina adalah bagian dari upaya global terkoordinasi untuk mewujudkan solusi dua negara.
“Risiko untuk mencoba tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bahaya membiarkan momen ini berlalu begitu saja,” ucapnya.
Keputusan Australia tersebut diambil di tengah perubahan signifikan opini publik di negeri Kanguru.
Puluhan ribu demonstran bulan ini memadati Jembatan Pelabuhan Sydney, menuntut agar bantuan kemanusiaan segera diizinkan masuk ke Gaza.
Jessica Genauer, dosen senior hubungan internasional di Universitas Flinders, menilai kebijakan ini selaras dengan aspirasi mayoritas warga Australia.
“Keputusan ini didorong oleh sentimen publik di Australia, yang telah bergeser dalam beberapa bulan terakhir, dengan mayoritas warga Australia menginginkan krisis kemanusiaan di Gaza segera berakhir,” ujarnya.