Demo Format Praga terkait tambang PT Position di Halmahera Timur di depan Gedung KPK, Jakarta, Senin, 11 Agustus 2025/RMOL
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk mengusut dugaan tambang ilegal dan penyalahgunaan wewenang terhadap izin pertambangan PT Position di Halmahera Timur (Haltim).
Desakan itu disampaikan langsung puluhan orang dari Front Mahasiswa Malut Pro Warga Maba Sangaji (Format Praga) saat berunjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin sore, 11 Agustus 2025.
Koordinator lapangan, Alfian Sangaji mengatakan, pihaknya memindak KPK dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk segera mengambil langkah tegas terhadap PT Position yang beroperasi di Halmahera Timur.
"Berdasarkan temuan lapangan, dokumen resmi, serta kesaksian masyarakat, kami menilai kuat adanya indikasi pelanggaran serius yang melibatkan penyelenggara negara, mulai dari tingkat daerah hingga pusat, yang memberikan atau membiarkan keluarnya izin tambang yang cacat hukum, sarat konflik kepentingan, dan merugikan rakyat serta lingkungan," kata Alfian dalam orasinya di atas mobil komando.
Pihaknya menemukan berbagai persoalan, yakni Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Position diduga cacat prosedur dan melanggar aturan tata kelola tambang yang berlaku.
"Kedua, terdapat tanda tangan pejabat publik dalam dokumen yang memuluskan proses tanpa partisipasi publik yang memadai. Ketiga, terjadi kerugian ekologis yang besar akibat aktivitas pertambangan, mulai dari kerusakan hutan, pencemaran air, hingga ancaman serius terhadap sumber pangan lokal," terangnya.
Lanjut dia, kerugian ekonomi masyarakat akibat hilangnya lahan produktif, rusaknya jalur transportasi, dan menurunnya hasil tangkapan nelayan. Serta potensi keterlibatan penyelenggara negara dalam memberikan perlindungan politik dan administratif kepada perusahaan, meski bertentangan dengan prinsip good governance.
"Terkait dengan lima poin tersebut, khususnya peran penyelenggara negara, kami mendesak KPK untuk segera menetapkan Sekretaris Daerah Halmahera Timur sebagai tersangka terkait dugaan keterlibatan dalam kasus tambang ilegal dan penyalahgunaan wewenang pemberian tanda tangan untuk izin pertambangan PT Position," tegas Alfian.
Menurut dia, dugaan tersebut bukan sekadar isu liar, melainkan memiliki indikasi kuat berupa dokumen kontrak, bukti tanda tangan pejabat, dan kesaksian warga yang dirugikan.
"Fakta di lapangan menunjukkan adanya aktivitas pertambangan di wilayah Halmahera Timur yang menyebabkan kerusakan lingkungan parah, hilangnya sumber mata pencaharian warga, dan potensi kerugian negara yang mencapai miliaran rupiah," ungkap Alfian.
Masih kata Alfian, lebih ironis lagi, aktivitas tersebut berlangsung di tengah sorotan publik terhadap lemahnya penegakan hukum di sektor sumber daya alam, khususnya di Maluku Utara.
"Kami memandang APH daerah terkesan lamban dan tidak serius menangani kasus ini, sehingga KPK harus turun langsung untuk memastikan penindakan yang tegas, transparan, dan tidak pandang bulu," tutur Alfian.
Selain itu, Alfian juga menyampaikan tuntutan kepada Kementerian ESDM untuk membekukan, menutup, dan mencabut seluruh IUP PT Position di Halmahera Timur karena diduga melanggar ketentuan perundang-undangan dan menimbulkan kerusakan lingkungan.
"Kami menilai bahwa kerugian ekologis akibat aktivitas PT Position sudah sangat serius. Hutan yang menjadi penyangga kehidupan warga telah gundul, aliran sungai tercemar limbah, dan tanah produktif berubah menjadi area gersang penuh lubang tambang," terang Alfian.
"Selain kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi warga akibat hilangnya sumber air bersih, berkurangnya hasil tangkapan ikan, dan terhambatnya sektor pertanian diperkirakan mencapai miliaran rupiah setiap tahunnya," sambung dia.
Alfian menegaskan bahwa, jika negara terus membiarkan praktik tersebut, maka Halmahera Timur hanya akan menjadi korban eksploitasi tanpa masa depan.
"Kami tidak ingin sumber daya alam kami dihisap habis tanpa ada keberlanjutan dan keadilan bagi masyarakat lokal. Kami ingatkan, jika KPK dan Kementerian ESDM masih menutup mata, maka rakyat Halmahera Timur akan menganggap negara adalah bagian dari kejahatan ini. Dan sekali negara berpihak pada pelaku, rakyatlah yang akan menjadi hakim terakhir," pungkas Alfian.