Sanitarian Ahli Muda Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan Wuhgini SKM/Ist
Di balik kemudahan mengakses depot air minum isi ulang, tersembunyi berbagai risiko yang bisa berdampak langsung pada kesehatan keluarga.
Melalui kegiatan edukasi publik yang digelar di Kantor Kelurahan Kalibata, Jakarta Selatan, Yayasan Jiva Svastha Nusantara mengajak masyarakat menjadi konsumen yang lebih kritis, tidak hanya memilih berdasarkan harga atau jarak, tetapi juga mempertimbangkan aspek legalitas dan higienitas depot langganan mereka.
Kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye nasional Indonesia Sehat Mulai dari Air Bermutu 2025 yang berfokus pada peningkatan literasi masyarakat mengenai kualitas air minum dan risiko kontaminasi.
Kegiatan tersebut menghadirkan narasumber Sanitarian Ahli Muda dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, Wuhgini SKM serta Kepala Bidang Hukum dan Advokasi Kebijakan Yayasan Jiva Svastha Nusantara, Surya Putra.
“Air dari depot tidak boleh disimpan terlalu lama, baik oleh konsumen maupun oleh pemilik depot. Kalau terlalu lama, air bisa berjamur atau terkontaminasi. Depot tidak boleh punya stok, dan konsumen harus membeli secukupnya,” kata Wuhgini dikutip Rabu 30 Juli 2025.
Menurut Wuhgini, banyak depot hanya melakukan uji laboratorium saat awal pembukaan, tetapi mengabaikan kewajiban pengujian bulanan dan semesteran sebagaimana diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan.
“Sinar ultraviolet (UV) yang dipakai untuk mematikan bakteri pun sering tidak diganti. Padahal alat itu ada batas masa pakainya. Kalau sudah lewat dan tidak diganti, maka airnya tidak lagi aman,” kata Wuhgini.
Selain itu, kata Wuhgini, masih banyak pengusaha depot yang merasa sudah memiliki izin padahal baru sampai pada tahap pembuatan Nomor Induk Berusaha (NIB). Padahal, NIB hanyalah langkah awal yang belum mencakup perizinan kesehatan.
“SLHS (Sertifikat Laik Higiene Sanitasi) itu bukti bahwa depot telah memenuhi standar higiene dan sanitasi. Masa berlakunya hanya tiga tahun. Kalau masyarakat melihat stiker SLHS menempel, jangan langsung percaya. Cek apakah masih berlaku atau tidak,” kata Wuhgini.
Surya Putra menambahkan bahwa penggunaan galon bermerek oleh depot adalah pelanggaran hukum. Praktik ini tidak hanya membingungkan konsumen, tetapi juga melanggar ketentuan teknis dalam Kepmenperindag No. 651 Tahun 2004.
“Depot tidak boleh menggunakan galon dengan label dagang. Mereka harus menyediakan galon polos. Kalau masyarakat membawa galon bermerek ke depot, itu justru berpotensi membahayakan karena bisa menimbulkan kesan bahwa air di dalamnya adalah air bermerek,” kata Surya.