Para narapidana mengantre sebelum dideportasi ke Kolombia di jembatan internasional Rumichaca antara Tulcan, Ekuador dan Ipiales, Kolombia, Sabtu, 26 Juli 2025/Net
Ketegangan diplomatik mencuat setelah pemerintah Ekuador mendeportasi ratusan narapidana asal Kolombia tanpa persetujuan sebelumnya dari pemerintah Bogota.
Aksi tersebut menuai kecaman keras dari Presiden Kolombia Gustavo Petro dan Kementerian Luar Negeri Kolombia, yang menyebut langkah itu sebagai pelanggaran hukum internasional.
Pihak berwenang Ekuador mengonfirmasi bahwa proses deportasi dilakukan melalui penyeberangan perbatasan darat di Rumichaca, Provinsi Carchi.
Menurut Gubernur Diana Pozo, sekitar 800 tahanan telah dipindahkan, meskipun Kementerian Luar Negeri Kolombia mencatat setidaknya 450 warga negaranya telah dipulangkan hingga Sabtu waktu setempat, 26 Juli 2025.
Badan penjara Ekuador, Servicio Nacional de Atención Integral a Personas Adultas Privadas de la Libertad y a Adolescentes Infractores (SNAI), menyatakan bahwa lebih dari 700 warga Kolombia saat ini sedang dalam proses deportasi.
“Tindakan ini menegaskan kembali komitmen pemerintah Ekuador terhadap keamanan dalam negeri dan ketertiban umum,” tulis SNAI dalam pernyataan resminya, seperti dimuat
AFP. Langkah ini merupakan bagian dari kebijakan Presiden Daniel Noboa yang sejak 2024 telah mengumumkan rencana untuk mendeportasi narapidana asing, terutama warga Kolombia, guna mengurangi kepadatan di penjara-penjara Ekuador. Sejumlah kecil deportasi sudah dimulai sejak April tahun ini.
Namun, Presiden Kolombia Gustavo Petro menilai kebijakan ini gegabah dan merugikan hak-hak tahanan.
“Diperlukan rencana bersama untuk melindungi hak-hak para tahanan,” tegas Petro.
Pemandangan deportasi berlangsung di tengah udara dingin pegunungan Andes, di mana para narapidana mengenakan seragam oranye dikawal ketat polisi dan militer.
Sebagian dari mereka, yang mengenakan pakaian santai, sempat berolahraga di sekitar perbatasan sambil meneriakkan, "Kami ingin menyeberang, kami ingin menyeberang."
Sumber anonim dari kantor gubernur Carchi menyebut deportasi massal dimulai pada hari Jumat, 25 Juli 2025 dan menyasar 870 narapidana, sekitar 60 persen dari seluruh warga Kolombia yang ditahan di penjara-penjara Ekuador.
Pejabat lokal di kota perbatasan Ipiales, Juan Morales, mengeluhkan kurangnya koordinasi dari pihak Ekuador.
“Kami harus bekerja keras untuk menangani arus masuk orang-orang, karena Ekuador belum memberi tahu kami tentang deportasi tersebut,” ujar Morales.
Namun, Kementerian Luar Negeri Ekuador membantah tudingan tersebut dan mengatakan bahwa pemerintah Kolombia telah diberi informasi sejak 8 Juli lalu. Sementara itu, Wali Kota Ipiales, Amilcar Pantoja, menyatakan bahwa narapidana yang tidak memiliki kasus hukum aktif di Kolombia akan dibebaskan.
Situasi ini juga terjadi di tengah meningkatnya kekerasan yang melanda Ekuador dalam beberapa tahun terakhir, di mana geng-geng pengedar narkoba yang kerap melibatkan warga Kolombia memperparah ketidakstabilan.
Tingkat pembunuhan di Ekuador melonjak drastis dari enam per 100.000 orang pada 2018 menjadi 38 pada 2024, salah satu yang tertinggi di kawasan Amerika Latin.