Sidang vonis Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto di PN Jakarta Pusat, Jumat, 25 Juli 2025/RMOL
Majelis Hakim membebaskan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto dari dakwaan terkait perintangan penyidikan karena dianggap tidak terbukti merintangi penyidikan perkara Harun Masiku.
Hal itu disampaikan langsung Hakim Anggota, Sunoto saat membacakan pertimbangan hukum dalam surat putusan atau vonis perkara dugaan suap terkait pergantian anggota DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Hasto Kristiyanto.
"Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 191 Ayat 1 KUHAP, jika dakwaan tidak terbukti, terdakwa harus dibebaskan. Sehingga majelis berkesimpulan bahwa terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan kesatu melanggar Pasal 21 Tipikor Juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP," kata Sunoto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat sore, 25 Juli 2025.
Ia pun membeberkan beberapa alasan Majelis Hakim membebaskan Hasto dari dakwaan perintangan penyidikan.
"Di mana terhadap dakwaan kesatu mengenai perintangan penyidikan, Majelis Hakim berpendapat bahwa penuntut umum tidak berhasil membuktikan dakwaannya secara meyakinkan," tuturnya.
Sunoto menjelaskan, meskipun unsur "setiap orang" telah terpenuhi, namun unsur kedua yang merupakan unsur inti dari delik tidak dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan.
"Kedua, unsur dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi tidak terbukti," terang dia.
Lanjut Sunoto, tidak ada bukti konkret Handphone (HP) yang direndam atau ditenggelamkan sebagaimana dikonfirmasi ahli forensik yang tidak pernah memeriksa HP dalam keadaan terendam air.
Selain itu, tidak terbukti adanya kegagalan penyidikan, karena faktanya KPK tetap dapat menerbitkan surat perintah penyidikan dan melakukan pemeriksaan saksi-saksi.
"Bantahan terdakwa didukung oleh bukti objek berupa data BTS kesaksian Nur Hasan yang menyatakan dipaksa oleh dua orang tak dikenal, dan kesaksian Ari Budiharjo yang tidak melihat terdakwa di PTIK pada tanggal 8 Januari 2020, 18.19 WIB masih berlangsung tahap penyelidikan," jelasnya.
Sedangkan Pasal 21 UU Tipikor kata Hakim Sunoto, hanya mengatur tentang penyidikan, bukan penyelidikan. Sementara Harun Masiku belum berstatus tersangka pada saat perbuatan pada 8 Januari 2020, karena baru ditetapkan tersangka pada 9 Januari 2020.
"Untuk perbuatan tanggal 6 Juni 2024 berlaku asas Nemo Tenetur Seipsum Accusare. Di mana seseorang tidak dapat dipidana karena melindungi dirinya sendiri dari pemeriksaan," beber Sunoto.
Masih kata dia, berdasarkan pendapat Ahli Khoirul Huda, Pasal 21 merupakan delik materil yang mensyaratkan adanya akibat konkret berupa terganggunya atau gagalnya proses penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
"Yang mana akibat konkret tersebut tidak terbukti dalam perkara ini," jelasnya lagi.
Sebaliknya, upaya yang dilakukan Hasto merupakan bersifat formal dan terbuka serta dilakukan berdasarkan keputusan organisasi melalui rapat DPP PDIP, bukan inisiatif pribadi.
Sunoto pun menyoroti sikap kooperatif Hasto yang menjadi tahanan tercepat masuk tahanan, memenuhi panggilan sebagai saksi, dan menyerahkan diri dengan sukarela, dianggap menunjukkan tidak ada upaya sistematis untuk menghindari proses hukum.
"Menimbang bahwa berdasarkan pendapatan hukum pidana yang kredibel, Pasal 21 UU Tipikor merupakan delik materil yang mensyaratkan akibat konkret gagalnya penyidikan, namun tidak terbukti adanya akibat tersebut dalam perkara ini. Menimbang bahwa perbuatan Pasal 65 Ayat 1 menjadi tidak relevan karena tidak terdapat beberapa kejahatan yang dapat dibuktikan," bebernya lagi.
"Menimbang bahwa penegakan hukum pidana harus senantiasa menjaga keseimbangan antara kepentingan penegakan hukum dengan perlindungan HAM. Sehingga tidak boleh ada penafsiran atau penerapan ketentuan pidana yang mengabaikan hak-hak fundamental yang dijamin oleh UU 45, UU dan instrumen hukum internasional yang telah diratifikasi Indonesia. Karena hal tersebut akan merusak integritas dan kredibilitas sistem pidana itu sendiri, serta bertentangan dengan cita-cita negara hukum yang demokratis dan berkeadilan," pungkas Sunoto.
Saat ini, Majelis Hakim sedang membacakan pertimbangan unsur suapnya.