Dua Hakim Agung, Syamsul Ma’arif dan Lucas Prakoso dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) atas dugaan pelanggaran undang-undang, kode etik, dan pedoman perilaku Hakim dalam penanganan Perkara Peninjauan Kembali (PK) Nomor 1362 PK/PDT/2024.
Hakim Agung Syamsul Ma’arif dan Lucas Prakoso merupakan hakim yang pernah menangani perkara terkait antara Marubeni Corporation melawan Sugar Group Company dalam Perkara Nomor 697 PK/PDT/2022 dan Perkara Nomor 887 PK/PDT/2022 tertanggal 19 Oktober 2023.
Dikatakan Tim Kuasa Hukum Marubeni Corporation, Henry Lim, seharusnya keduanya mengundurkan diri dan tidak boleh memutus Perkara Nomor 1362 PK/PDT/2024.
"Namun kenyataanya kedua Hakim Agung tersebut tidak mengundurkan diri dan justru memutus perkara tersebut dalam jangka waktu yang tidak wajar, yaitu 29 hari. Padahal berkas perkara peninjauan kembali tersebut tebalnya 3 meter," kata Henry Lim dalam keterangan tertulis, Kamis 24 Juli 2025.
Lebih lanjut, kata dia, tim kuasa hukum Marubeni Corporation, mengaku kecewa lantaran sudah berkali-kali mengirimkan surat ke Mahkamah Agung. Namun surat-surat kami tidak pernah ditanggapi dan ditindaklanjuti.
"Padahal hal tersebut sangat beresensi menyangkut citra dari Mahkamah Agung. Terlebih lagi, ada dugaan suap dalam proses penanganan perkara antara Marubeni Corporation melawan Sugar Group Company," paparnya.
Tim Marubeni Corporation mengacu pada pengakuan Zarof Ricar yang saat persidangan telah mengaku menerima uang ratusan miliar rupiah untuk mengurus dan menyuap kasus Sugar Group Company di Mahkamah Agung.
"Kami menduga, beberapa perkara kami yang kalah di Mahkamah Agung, adalah akibat dari praktik suap," tuturnya.
Senada, pengacara Marubeni, R. Primaditya Wirasandi mengatakan, dalam laporan tersebut meminta KY untuk memeriksa kedua hakim yang dimaksud. Surat Pengaduan itu, juga telah dikirimkan langsung ke Ketua Komisi Yudisial Amzulian Rifai.
"Memeriksa serta menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Hakim Agung Syamsul Ma'arif, dan Hakim Agung Lucas Prakoso dalam memutus Putusan No. 1362 PK/PDT/2024 tanggal 16 Desember 2024," kata dia.
Selain meminta pemeriksaan, kata Primaditya, KY juga diminta untuk mendorong pembatalan putusan tersebut dan memprosesnya kembali, sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada kliennya.
"Agar selanjutnya Putusan No. 1362 PK/PDT/2024 tanggal 16 Desember 2024 dibatalkan untuk diperiksa dan diadili kembali, satu dan lain hal demi terciptanya lembaga peradilan yang bersih dan demi tegaknya hukum di Indonesia," pungkasnya.