Berita

Ilustrasi/Ist

Bisnis

Bisnis Maritim Diprediksi Tambah Rumit dengan Kehadiran Danantara

SENIN, 21 JULI 2025 | 09:02 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) bakal merambah bisnis maritim yang selama ini dijalankan Pelindo. Kini Pelindo sudah dalam kelolaan Danantara dan logonya pun sudah bisa disematkan pada seragam baru perusahaan operator pelabuhan itu. Bersamanya bergabung pula perusahaan negara di sestor yang sama seperti ASDP dan Pelni. 

Direktur The National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi menangkap kabar bahwa Danantara juga bakal menaungi tiga BUMN maritim dan perusahaan jasa logistik pelat merah yang ada saat ini, baik sektor udara, darat, kereta api maupun laut.

"Sebagai sebuah gagasan, penggabungan di atas sih sah-sah saja. Masalahnya, dalam praktiknya nanti akan banyak perintilan yang harus diselesaikan sehingga waktu yang ada pascakonsolidasi habis untuk urusan sepele. Situasi seperti ini muncul karena beberapa hal," ucap Siswanto kepada RMOL, Senin, 21 Juli 2025. 


Lanjut dia, keberadaan perusahaan maritim-logistik milik negara mulai dari induk hingga cucu amat masif sehingga mengidentifikasinya akan merepotkan Danantara. 

"Kita ambil contoh lini usaha pelayaran, dalam hal ini Pelni. Perusahaan ini memiliki berbagai anak usaha mulai dari perusahaan bongkar-muat (PBM) hingga asuransi. Dulu malah pernah punya rumah sakit segala. Sebetulnya ada lagi yang lain namun, jujur, saya tidak tahu. Tidak seluruh anak usaha ini sehat kondisinya. Bahkan induknya sendiri hanya pas-pasan pendapatannya. Pelni mulai memasuki senja kala usaha sejak penerbangan berbiaya murah atau low cost carrier mulai beroperasi di Indonesia pada awal 2000-an," jelasnya.

Demikian pula halnya dengan ASDP; juga memiliki anak-cucu usaha maritim-logistik. Yang terbaru adalah manuver korporasi ini mengakuisi PT Jembatan Nusantara yang menambah panjang barisan ‘pasukannya’. Dari sisi pendapatan, nasib ASDP sedikit lebih baik dibanding Pelni karena memiliki bisnis terminal pelabuhan. Operator feri ini bisnisnys bersifat monopolistik. 

"Mereka punya armada kapal feri dan mengoperasika terminal penumpang sekaligus. Lalu, ada pelayaran Djakarta Lloyd yang ‘hidup segan, mati tak mau’. Ia punya juga anak usaha bidang logistik, Dharma Lautan Nusantara. Last but not least, terdapat pula pelayaran bernama Bahtera Adhiguna. Dulunya berdiri independen tapi sekarang berada di bawah kendali perusahaan setrum pelat merah PLN sebagai anak usaha. Bisnisnya mengangkut batu bara ke berbagai pembangkit milik induknya. Bila ditambah dengan sektor logistik darat dan udara, ceritanya akan makin Panjang," ungkap dia.

Pengamat maritim yang dikenal kritis ini melihat eksekutif Danantara dalam bidang maritim/logistik yang tidak diketahui oleh publik kemaritiman. Tentu yang dimaksud di sini bukanlah kemampuan, apalagi keterampilan operasional dalam bidang terkait. Expertise yang diharapkan dimiliki oleh eksekutif Danantara dalam kedua bidang tersebut adalah pemahaman yang utuh, mulai dari business model, tips and tricks dan hal-hal lainnya. 

"Mereka tidak hanya menyertakan modal kepada BUMN sesuai fungsi didirikannya lembaga sovereign wealth fund tanpa mengerti lika-liku bisnis kemaritiman/logistik. Dugaan saya, eksekutif Danantara tidak mengerti aspek lain selain meminjamkan uang dan mengenakan bunga atasnya. Bila kemampuan mereka melebihi kapasitas standar seperti itu, tentunya saat meminjamkan dana kepada perusahaan kemaritiman, misalnya, mereka tidak akan mengenakan suku bunga yang tinggi alias di bawah dua digit dengan tenor yang cukup Panjang," bebernya.

Perusahaan kemaritiman dikenal capital intensive, slow yielding. Sekadar kilas balik, sebelum ada Danantara, Indonesia memiliki SWF yang lain, yaitu Indonesia Investment Authority (INA). Lembaga ini sudah bekerja dengan Dubai Ports World atau DP World, salah satu operator pelabuhan global yang cukup terkenal, di Belawan New Container Terminal, Sumatra Utara. 

Sambung Siswanto, keduanya mendirikan perusahaan patungan yang mengelola dana dari perusahaan asal Uni Emirat Arab itu untuk pengembangan kapasitas terminal. 

"Seingat saya, kerja sama ini sudah berjalan dua tahun. Kinerjanya terdengar sayup-sayup dan sepertinya akan tertelan sama sekali dengan keberadaan Danantara. Soalnya, DP World bukanlah operator terminal dengan jaringan pelayaran internasional seperti yang lainnya," tegas dia.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya