Berita

Tentara Hizbullah/Net

Dunia

Pakar Ungkap Alasan Hizbullah Tidak Ikut Perang Iran-Israel

MINGGU, 06 JULI 2025 | 15:27 WIB | LAPORAN: HANI FATUNNISA

Hizbullah memilih untuk tidak ikut bertempur bersama Iran melawan Israel selama perang Juni 2025 bukan karena tekanan eksternal atau kelemahan internal, melainkan karena tidak adanya arahan agama.

Hal tersebut diungkapkan oleh pakar Timur Tengah, Tal Beeri, dalam analisis terbarunya, seperti dikutip dari The Jerusalem Post pada Minggu, 6 Juli 2025. 

Beeri, kepala Departemen Penelitian di Alma Center for the Study of Security Challenges in the North, menantang pandangan umum bahwa Hizbullah menahan diri karena pencegahan militer Israel atau tekanan dari masyarakat Lebanon yang tengah dilanda krisis.


“Sepanjang perang melawan Iran, dari 13 Juni hingga 24 Juni 2025, Hizbullah menahan diri untuk tidak bergabung dalam pertempuran bersama Iran melawan Israel. Hal ini terjadi bahkan ketika Israel melanjutkan strategi agresifnya memotong rumput terhadap aktivitas Hizbullah di Lebanon,” kata Beeri.

Dalam laporannya yang berjudul "Mengapa Hizbullah Tidak Bergabung dengan Iran dalam Perang Melawan Israel?", Beeri menegaskan bahwa alasan utama di balik keputusan Hizbullah adalah ketiadaan "arahan agama" dari otoritas tertinggi Syiah.

“Keputusan tentang peluncuran operasi militer atau teroris didasarkan pada arahan agama. Kepentingan seperti rehabilitasi hanyalah faktor pendukung dalam proses pengambilan keputusan,” ujarnya.

Menurut Beeri, meskipun ada tekanan operasional dari Iran, tidak pernah ada arahan dari Wilayat al-Faqih otoritas religius tertinggi Syiah, termasuk Pemimpin Tertinggi Iran, yang menginstruksikan Hizbullah untuk ikut serta dalam perang.

“Tidak ada arahan agama yang dikeluarkan kepada Hizbullah. Jika perintah itu datang, Hizbullah akan ikut berperang bersama Iran. Jika demikian, klaim populer tentang tekanan atau pencegahan internal Lebanon akan runtuh,” tegasnya.

Beeri juga membantah anggapan bahwa Hizbullah melemah. Ia mengatakan bahwa ada kesenjangan signifikan antara gambaran kelemahan Hizbullah dan kenyataan sebenarnya.

“Aspek internal tentu saja ada. Namun menurut pemahaman kami, argumen yang bersandar pada hal ini melebih-lebihkan pengaruhnya terhadap status dan pengambilan keputusan Hizbullah," kata Beeri.

Struktur sipil Hizbullah, yang disebut “Masyarakat Perlawanan”, tetap solid dan terus mendapatkan dukungan dari komunitas Syiah yang menjadi basis kelompok tersebut.

“Hizbullah hanya dapat dipengaruhi secara signifikan oleh tekanan dari basis Syiahnya. Apakah tekanan itu saat ini signifikan? Jawabannya tidak, terutama karena prinsip 'audiens yang tertawan',” terang Beeri.

Beeri menjelaskan bahwa Hizbullah tengah memanfaatkan periode pascaperang untuk membangun kembali kekuatan militernya secara diam-diam. Strategi "memotong rumput" Israel dianggap sebagai risiko yang dapat ditoleransi demi mencapai rekonstruksi yang lebih besar.

“Hizbullah butuh waktu. Hizbullah butuh rekonstruksi yang tenang. Oleh karena itu, kepentingannya adalah untuk menghindari eskalasi besar dengan Israel yang dapat sangat merusak upaya pembangunannya kembali," jelasnya.

Ia menambahkan bahwa Israel memang telah berhasil melemahkan kemampuan militer Hizbullah secara signifikan, termasuk menghancurkan sebagian besar persenjataan rudal kelompok tersebut dan membunuh pemimpin utamanya, Hassan Nasrallah, dalam serangan udara pada September lalu. Namun, menurutnya, itu belum cukup untuk menghancurkan kelompok tersebut.

Beeri menggarisbawahi bahwa ideologi Hizbullah tetap konsisten, yakni perlawanan bersenjata hingga kehancuran Israel.

Ia mengutip tulisan Ibrahim Al-Amin, pemimpin redaksi media pro-Hizbullah Al-Akhbar, yang menyatakan bahwa konflik saat ini hanyalah satu fase dari perang panjang yang belum berakhir.

“Tidak ada perdamaian. Tidak ada kompromi. Hanya ada satu ideologi, perlawanan bersenjata tanpa akhir,” kata Beeri. “Hizbullah ada di sini untuk bertahan.”

Beeri menutup analisanya dengan peringatan bahwa Hizbullah tengah mempersiapkan kemungkinan peluncuran operasi militer terhadap Israel, baik dari dalam Lebanon maupun luar negeri, jika mereka menerima arahan agama yang diperlukan.

“Unit-unit Hizbullah yang relevan mampu meluncurkan operasi melawan Israel kapan saja. Jika diberi perintah – perintah agama – Hizbullah bisa saja ikut berperang bersama Iran, baik dari segi persenjataan dan kapasitas operasional-militer,” pungkasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya