Berita

Ilustrasi/RMOL

Politik

Penerimaan Negara Masih Rendah, Pemerintahan Konsultasi dengan Bank Dunia

SENIN, 30 JUNI 2025 | 19:34 WIB | LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA

Rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) diakui masih menjadi titik lemah dalam struktur ekonomi nasional. 

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, dalam peluncuran lembaga think tank Prasasti Center for Policy Studies di Djakarta XXI, Thamrin, Jakarta Pusat, Senin 30 Juni 2025.

Hashim mengungkap, untuk memperbaiki kondisi tersebut, pemerintah sudah melakukan berbagai langkah, termasuk konsultasi berulang kali dengan Bank Dunia.


“Pak Burhanuddin Abdullah sudah 7 kali, saya sudah 8 kali ketemu dengan Bank Dunia untuk membahas bagaimana kita bisa meningkatkan penerimaan negara. Dan ternyata memang benar, penerimaan negara kita sangat rendah,” ungkap Hashim.

Adik Presiden Prabowo Subianto itu menyebut, selama lebih dari satu dekade terakhir, rasio penerimaan negara stagnan di kisaran 12 persen terhadap PDB.

“Saat ini target pemerintah hanya 12,1 persen dari GDP, itu target tahun ini. Kita sudah amati sejak 12-13 tahun, rasio penerimaan negara terhadap GDP kurang lebih 12 persen, tidak meningkat,” jelasnya.

Dalam konteks ini, Board of Advisors Prasasti itu menegaskan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran menargetkan rasio penerimaan negara bisa melonjak hingga 18 persen terhadap PDB, dengan tenggat waktu hingga 2029.

“Kenapa 18 persen? Karena Kamboja tetangga kita juga sudah mencapai 18 persen. 10 tahun lalu Kamboja 9 persen, Indonesia 12 persen. Sekarang Kamboja 18 persen tapi Indonesia tetap 12 persen,” imbuhnya.

Ia juga menyoroti pentingnya pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dan teknologi informasi dalam mengejar target penerimaan tersebut. Ia optimis, penggunaan AI akan mempercepat kinerja fiskal nasional.

“Karena dengan langkah-langkah pakai AI dan IT kita akan mencapai, saya yakin kita mencapai 18 persen dalam 4 tahun,” tegasnya.

Lebih jauh, Hashim mendorong kalangan di luar pemerintahan turut berkontribusi, khususnya lembaga-lembaga pemikir independen seperti Prasasti Center for Policy Studies, untuk ikut mengawal upaya peningkatan penerimaan negara.

“Saya berharap kawan-kawan dari Prasasti untuk mengkaji, memantau. Karena setiap program pasti ada weaknesses, pasti ada weaknesses. Nanti Prasasti bisa berikan pandangan-pandangan dari pihak luar pemerintah yang kita harapkan tetap independent,” pungkasnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya