Berita

Kolase bendera Iran dan Israel/Net

Publika

Perang Iran-Israel Adalah Keniscayaan

OLEH: TONY ROSYID*
SENIN, 23 JUNI 2025 | 05:38 WIB

SEBAGAIMANA diprediksi sebelumnya, perang Iran-Israel hanya tunggu waktu. Tak bisa dihindari. Akhirnya, perang itu pun tiba. 

Tanggal 14 Juni 2025 dini hari, Israel mengerahkan dua ratus pesawat tempur. Israel menyerang Iran dalam skala besar. Iran pun membalasnya dengan ratusan rudal hypersonic yang berhasil menembus Iron Dome, sistem pertahanan udara Israel. 

Serangan kedua belah pihak, sebagaimana perang pada umumnya, menewaskan dan melukai ratusan hingga ribuan warga. Perang terus berlanjut, luka dan kematian terus bertambah. Sejumlah gedung pun hancur berantakan.


Ini bukan soal pengayaan uranium atau bom nuklir. Isu klasik yang selalu dijadikan alasan untuk menekan Iran. Tapi, ini soal daerah kekuasaan. Ini soal bagaimana menguasai kawasan dan sumber daya alamnya.

Perang Iran-Israel besar kemungkinan akan terus berlanjut, dan membesar eskalasinya. Terutama dengan keterlibatan Amerika Serikat (AS). 

AS tidak akan membiarkan Israel menghadapi Iran sendirian. AS tahu, Israel kerepotan jika menghadapi Iran sendirian. Israel kalah di teknologi persenjatan dan jumlah personel.

Belum lagi adanya sekutu Iran di berbagai wilayah yang selama ini cukup merepotkan Israel. Iran punya sekutu Houthi di Yaman, Hisbullah di Lebanon dan Hammas di Palestina. Sekutu-sekutu Iran ini, dalam kondisi tertentu, akan membantu perang melawan Israel.

Kekalahan Israel akan menjadi awal hilangnya dominasi AS di Timur Tengah, kawasan yang kaya akan minyak dan gas. Karena itu, tak ada pilihan bagi AS kecuali mendukung penuh Israel, termasuk pengerahan militer, apapun taruhannya. Betapapun retorika yang dipublish Amerika saat ini, tak akan sedikitpun mengubah rencana dukungan militer AS di belakang Israel. 

Israel sadar bahwa kepentingan AS di Timur Tengah hanya akan sangat efektif jika masih berdiri negara Israel. Tantangan yang belum terselesaikan dan terus ada dalam bayang-bayang kediktatoran Israel adalah Iran. Negara yang dihuni bangsa yang sangat tua bernama Persia ini memiliki jaringan kekuatan yang menyebar di Timur Tengah, dan selama ini menjadi pengganggu dominasi Israel. 

Selama ini, Israel intens berhadapan dengan Houthi Yaman, Hizbullah Lebanon dan Hammas Palestina yang notabene menjadi sekutu bagi Iran. Memasukkan Hamas sebegai "sekutu" Iran, mungkin debatable. Ini karena paradigma banyak orang yang masih berada dalam posisi biner Suni-Syiah. Politik dan perang kadang melampaui batas posisi biner itu. 

Iran dan semua sekutunya menginginkan Israel hengkang dari Timur Tengah, karena dianggap menjadi sumber masalah kawasan. 

Jika Israel menguasai jalur Gaza, hingga akhirnya tanah Palestina secara keseluruhan, maka Israel tidak menutup kemungkinan akan menjadi negara adidaya di Tengah Tengah. Layaknya Konstantinopel di Turki saat itu. 

Dengan dominasi Israel di Timur Tengah, AS yang menjadi musuh bebuyutan Iran akan semakin efektif dominasinya di Timur Tengah.

Sulit mengesampingkan prediksi atas keitutsertaan AS dalam perang Iran-Israel. Kepentingan ini tidak bisa dihindari. Yaitu kepentingan politik dan ekonomi untuk kewasan Timur Tengah yang memaksa Amerika "tidak bisa tidak" akan ikut memberi dukungan kepada Israel. 

Dengan keterlibatan AS, maka akan ada beberapa kemungkinan. Pertama, perang akan berkepanjangan. Eskalasi perang yang panjang ini otomatis akan berdampak pada ekonomi global. Dunia terancam krisis energi, dan bisa berlanjut ke krisis ekonomi. Harga minyak naik dan akan diikuti oleh barang komoditas lainnya.

Kedua, hasil akhir dari perang akan mengubah konstalasi politik di Timur Tengah. Jika Iran menang, maka dominasi Israel-Amerika akan mengecil di Timur Tengah. Terutama jika kemenangan Iran atas dukungan China dan Rusia, maka dominasi Amerika akan semakin kecil. Sebaliknya, jika Israel-Amerika, dan mungkin juga para sekutunya yang menang, maka dominasi Israel dan Amerika di Timur Tengah akan semakin kuat dan kokoh.

Ketiga, jika Rusia dan China terseret dalam perang Iran-Israel, ini sama artinya dengan perang dunia ketiga. Konsekuensinya: dunia akan tertata ulang. Dekonstruksi global akan terjadi setelah radiasi nuklir meluas penyebarannya akibat perang Iran-Israel yang menyeret Amerika dan Rusia-China. Tatanan politik, ekonomi hingga peradaban akan mengalami restrukturisasi.

Perang Iran-Israel tidak bisa dihindari. Israel tidak akan membiarkan Iran mengganggu rencana dominasinya di kawasan Timur Tengah dengan menguasai Palestina lebih dulu. Begitu juga sebaliknya, Iran tidak akan membiarkan Israel menjadi landasan bagi Negara Barat untuk mendominasi dan bahkan menguasai Timur Tengah. Iran dengan mental Persia-nya, terus membangun kekuatan melalui pegembangan alutsista dan membangun sekutu-sekutu di kawasan.

Bagi Iran dan Israel, upaya saling melenyapkan adalah harga mati. Bagi Iran, Israel adalah ancaman bagi Timur Tengah. Bagi Israel, Iran adalah satu-satunya penghalang atas rencana Israel. 

Dari sini, keduanya dipaksa oleh kepentingan yang berseberangan untuk saling berhadapan. Karena itu, perang adalah pilihan satu-satunya yang tidak bisa dihindari. Penentuan waktu dan eskalasi tak lebih hanya pilihan strategi.

Jika eskalasi tinggi, maka AS tidak bisa menghindari untuk terlibat, dan perang akan butuh waktu lama. Dalam kondisi yang merepotkan Israel plus Amerika, di antara opsi strategis dan prioritas yang dipilih Israel dan Amerika di antaranya adalah "membunuh" Ayatullah Khumaini. 

Ini cara paling murah. Dengan terbunuhnya Ayatullah Khumaini, Israel dan Amerika menganggap perang akan bisa diperpendek, disederhanakan dan diakhiri tanpa harus mengeluarkan ongkos besar yang berisiko dan resisten terhadap hubungan bilateral dengan negara-negara Timur Tengah. 

Ini juga untuk menghindari terseretnya negara-negara lain dalam perang Iran-Israel, khususnya negara-negara yang selama ini jadi musuh AS.


*Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa



Populer

Gagal Tunjukkan Ijazah Asli Jokowi, Dirtipidum Kalah Telak

Rabu, 09 Juli 2025 | 17:57

Ijazah Asli Alumni UGM 1985 dengan Milik Jokowi Bedanya Mencolok

Senin, 14 Juli 2025 | 19:44

Ini Susunan Pengurus Besar Ikatan Alumni PMII Periode 2025-2030

Senin, 14 Juli 2025 | 01:52

Kalau Ada yang Tak Tumbuh dari Bawah Pasti Bukan PMII, Itu HMI!

Senin, 14 Juli 2025 | 04:50

Alasan Jokowi Tak Hadir Gelar Perkara Khusus Ijazah Palsu di Bareskrim

Rabu, 09 Juli 2025 | 14:02

Pemecatan Beathor di BP Taskin Pertegas Kepalsuan Ijazah Jokowi

Minggu, 06 Juli 2025 | 10:01

Rakyat Tak Perlu Keluh Kesah Jokowi soal Ijazah Palsu

Selasa, 15 Juli 2025 | 17:33

UPDATE

Integrasi Industri Sawit dan Pendidikan Penting Buat Topang Ekonomi

Rabu, 16 Juli 2025 | 03:13

Anas Urbaningrum Ajak Cak Imin Ngopi

Rabu, 16 Juli 2025 | 02:48

Industri Sawit Mainkan Peran Penting Pertumbuhan Ekonomi

Rabu, 16 Juli 2025 | 02:08

DPD Dorong Pemerintah Revisi PP Penataan Ruang

Rabu, 16 Juli 2025 | 01:44

Trump Resmi Pangkas Tarif Indonesia Jadi 19 Persen

Rabu, 16 Juli 2025 | 01:15

Akses Air Minum Aman masih jadi Tantangan di Indonesia

Rabu, 16 Juli 2025 | 00:40

LaNyalla Optimistis Jatim Mampu Turunkan Pengangguran Terbuka

Rabu, 16 Juli 2025 | 00:17

Kader HMI Tak Perlu Baper dengan Candaan Cak Imin

Selasa, 15 Juli 2025 | 23:41

Kesepakatan Tarif RI-AS Tercapai, Trump Komunikasi Langsung ke Prabowo

Selasa, 15 Juli 2025 | 23:10

IKA PMII Dukung Polda Banten Tahan Konten Kreator Mahesa

Selasa, 15 Juli 2025 | 22:52

Selengkapnya