Berita

Ilustrasi/Antara

Publika

Menakar Urgensi Kelembagaan SKK Migas

Oleh: Tunjung Budi Utomo*
SENIN, 16 JUNI 2025 | 01:50 WIB

DI tengah upaya besar Pemerintah Indonesia mempercepat transformasi tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui UU No. 1 Tahun 2025 tentang BUMN, keberadaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) layak untuk ditinjau ulang. 

Presiden Prabowo Subianto sebagai Kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan yang mengemban amanat reformasi struktural, perlu mengevaluasi urgensi dan posisi kelembagaan SKK Migas dalam lanskap tata kelola bisnis migas nasional yang efektif, efisien, dan berorientasi pada kepastian hukum serta kedaulatan energi.

Asal-Usul dan Status Hukum SKK Migas


SKK Migas dibentuk melalui Perpres No. 9 Tahun 2013 sebagai tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/PUU-X/2012 yang membubarkan BP Migas. Dalam putusan tersebut, Mahkamah menilai bahwa pengelolaan sumber daya alam harus berada di bawah kontrol penuh negara, bukan dilakukan oleh badan hukum tersendiri yang bersifat korporatistik.

Namun, SKK Migas hingga hari ini tetap berstatus satuan kerja khusus di bawah Kementerian ESDM, tanpa landasan undang-undang yang tegas. Hal ini menimbulkan persoalan tata kelola dari sisi legal standing dan pertanggungjawaban administratif maupun fiskal. 

Apalagi dalam praktiknya, SKK Migas memiliki peran yang sangat strategis dalam kontrak-kontrak migas (PSC) serta relasi dengan kontraktor asing, namun tidak memiliki bentuk kelembagaan yang independen, akuntabel, dan terbuka dalam kontrol publik seperti halnya BUMN.

Potensi Tumpang Tindih dan Inefisiensi

Keberadaan SKK Migas berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan BUMN Migas seperti Pertamina yang kini mendapat mandat lebih kuat pasca terbitnya UU BUMN 2025. Dalam konteks restrukturisasi holding migas dan konsolidasi energi nasional, model dual system antara SKK Migas sebagai pengelola hulu dan Pertamina sebagai operator migas menghadirkan kerancuan dalam tata kelola bisnis.

Konsepsi efektivitas dalam administrasi publik menggarisbawahi bahwa institusi yang baik adalah institusi yang mampu menyederhanakan struktur, menghindari duplikasi fungsi, dan mendorong hasil optimal dengan input minimal. 

Sementara dari sisi efisiensi ekonomi kelembagaan, seperti diuraikan oleh Oliver Williamson (2000), struktur tata kelola yang kompleks dan tidak memiliki kejelasan otoritas dapat menimbulkan transaction cost yang tinggi dan melemahkan daya saing industri.

Dalam kondisi saat ini, SKK Migas menjadi entitas quasi regulator yang tidak memiliki fleksibilitas korporasi namun memegang fungsi-fungsi vital layaknya entitas bisnis. Hal ini justru memperbesar risiko moral hazard dan keterbatasan dalam menjamin transparansi serta akuntabilitas publik.

Momentum Reformasi Migas Nasional

Presiden Prabowo Subianto membawa agenda besar reformasi kelembagaan, kedaulatan energi, dan efisiensi BUMN. Maka sudah semestinya, tata kelola migas, terutama di sektor hulu, harus masuk dalam daftar prioritas evaluasi. 

Ada dua opsi strategis yang bisa dipertimbangkan, yakni reformasi kelembagaan SKK Migas menjadi BUMN Khusus Hulu Migas yang memiliki dasar hukum setingkat UU dan dapat bertindak secara korporat dalam hubungan kontrak maupun manajemen aset. Ataupun, opsi berikutnya adanya integrasi fungsi SKK Migas ke dalam holding migas nasional (Pertamina Group), untuk menjamin kesatuan perencanaan, pengelolaan dan evaluasi bisnis migas nasional dari hulu hingga hilir.

Kedua opsi tersebut perlu dikaji dalam kerangka kebijakan energi nasional dan visi jangka panjang kedaulatan sumber daya alam. Sehingga, yang paling penting, fungsi negara sebagai regulator, operator, dan policy maker tidak boleh terjebak dalam model kelembagaan yang membingungkan dan rawan konflik kepentingan.

Momentum hadirnya UU BUMN 2025 menjadi jalan pembuka bagi restrukturisasi mendasar tata kelola migas yang lebih sehat, terbuka, dan berpihak pada kepentingan nasional.

Presiden Prabowo memiliki legitimasi politik dan mandat rakyat untuk melakukan terobosan struktural ini. Sudah waktunya Indonesia memiliki arsitektur kelembagaan migas yang modern, tangguh, dan tidak lagi terjebak dalam kerancuan yang sudah lama melembaga.

*Penulis adalah Alumnus Magister Administrasi Publik Universitas Moestopo Beragama Jakarta

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya