Berita

Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus/Dok Pribadi

Politik

IAW: Klaim ATSI Soal Masa Aktif Kuota Internet Langgar Hak Konsumen

MINGGU, 15 JUNI 2025 | 04:35 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Klaim Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) yang menyatakan kuota internet tidak bisa berlaku permanen karena terikat spektrum frekuensi dianggap tidak berdasar secara hukum. Bahkan justru menutupi praktik sistemik yang merugikan rakyat.

Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus menegaskan, kuota internet yang sudah dibeli masyarakat merupakan aset digital sah dan tidak boleh dimusnahkan begitu saja. Ia menegaskan, apa yang dibeli konsumen bukanlah waktu pakai, melainkan volume data.

"Coba tanyakan kepada siapa pun, saat membeli paket internet, apakah mereka membeli waktu atau membeli kuota? Jawabannya jelas bahwa masyarakat membeli kapasitas data, bukan sewa jam atau hari. Tetapi di Indonesia, yang terjadi justru menyedihkan, setelah Anda bayar penuh, kuota itu bisa hangus hanya karena masa aktif habis,” kata Iskandar dalam keterangannya, Sabtu, 14 Juni 2025.


Iskandar menegaskan, pembelian kuota adalah bentuk transaksi barang digital yang tunduk pada ketentuan KUHPerdata, khususnya Pasal 1457, yang mengatur soal jual beli.

"Sama seperti membeli air galon, Anda bayar untuk liter, bukan untuk jam minum," ujar pria kelahiran Palembang tersebut.

Iskandar juga menyinggung Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tentang hak konsumen atas manfaat dari barang atau jasa yang dibeli. Ia menekankan, kontrak antara konsumen dan operator harus dijalankan dengan itikad baik.

"Pasal 1338 KUHPerdata menegaskan kontrak harus dilaksanakan dengan itikad baik. Tapi apakah adil jika operator menerima uang penuh tapi memusnahkan kuota hanya karena lewat tanggal?” tegasnya.

Menanggapi argumen ATSI soal keterikatan spektrum frekuensi, Iskandar balik mencontohkan sistem token listrik dan e-toll yang juga berbasis frekuensi tapi tidak dibatasi waktu, tetap berlaku hingga digunakan.

"Negara seperti Australia dan Malaysia memberlakukan rollover atau konversi sisa kuota. Indonesia justru membiarkannya musnah, seolah-olah bukan hak milik rakyat,” beber Iskandar.

Iskandar mengamini, Peraturan Menkominfo No. 5 Tahun 2021 memang mencantumkan masa aktif. Namun, ia menegaskan, regulasi tersebut tidak menyebut kuota yang telah dibayar boleh dihanguskan.

Kuota Hangus Rugikan Rakyat hingga Rp613 Triliun

Berdasarkan catatan IAW, dari 2010 hingga 2024, sekitar Rp613 triliun uang publik hangus dalam bentuk kuota yang tidak dikompensasi ataupun dicatat dalam pembukuan operator.

"Pasal 20 UU Perlindungan Konsumen melarang klausul baku yang merugikan. ‘Kuota hangus’ jelas merugikan. Jika kuota ini tidak dicatat sebagai liabilitas, maka operator bisa melakukan pengakuan pendapatan palsu. Ini masuk ranah pidana Pasal 3 UU Tipikor,” tegasnya.

Atas dasar itu, IAW mendorong langkah hukum kolektif berupa class action, serta uji materi (judicial review) atas Peraturan Menkominfo yang saat ini digunakan operator sebagai tameng hukum.

Rekomendasi lainnya, kata Iskandar, adalah revisi UU Telekomunikasi dan UU Perlindungan Konsumen, agar secara eksplisit menyatakan kuota digital sebagai hak milik yang wajib dikompensasi atau dialihkan sistemnya menjadi rollover.

"BPK harus melakukan audit investigatif terhadap laporan keuangan operator telekomunikasi sejak 2010. KPK dan Kejagung perlu membentuk Satgas Tipikor Digital untuk menelusuri aliran dana dari kuota hangus,” tutur Iskandar.

Selain itu, IAW juga mendesak Presiden untuk menerbitkan Perppu Perlindungan Konsumen Digital. Menurut Iskandar, isu tersebut bukan lagi persoalan teknis, tetapi sudah masuk ke ranah kejahatan ekonomi berskala nasional.

Ia menegaskan, jika kuota yang dibeli masyarakat terus dihapus tanpa audit, tanpa restitusi, dan tanpa konsekuensi hukum, maka negara secara terang-terangan membiarkan operator mengambil uang rakyat dan memusnahkannya.

“Kuota yang dibeli bukan sampah. Tapi sekarang, kuota adalah sampah digital termahal di dunia. Dan jika aparat tidak bergerak, kita akan catat: negara telah gagal melindungi hak milik digital rakyatnya sendiri,” pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir, mengklaim ATSI dan seluruh anggotanya yang melakukan penyelenggara telekomunikasi dalam menjalankan bisnis selalu mengikuti prinsip tata kelola yang baik dan patuh terhadap regulasi.

"Penetapan harga, kuota, dan masa aktif layanan prabayar telah sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu Pasal 74 Ayat 2 PM Kominfo No. 5 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa deposit prabayar memiliki batas waktu penggunaan," kata Marwan di Jakarta, Kamis, 12 Juni 2025.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya